Mohon tunggu...
Pemilik Kedaulatan
Pemilik Kedaulatan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik Kedaulatan

Suka Meneropong Proses Pilkada

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Siapa Tokoh (Politik) yang Bisa Ikut Pilkada Bondowoso?

29 Maret 2024   08:58 Diperbarui: 29 Maret 2024   09:05 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca pileg 2024, akan dilanjutkan pilkada serentak secara nasional. Kabupaten Bondowoso Jawa Timur termasuk di dalamnya. Saat ini, partai-partai politik yang meraih kursi di legislatif ancang-ancang menjaring calon.

Pun demikian, warga Bondowoso sebagai pemilik suara juga mulai kasak-kusuk memunculkan nama kandidat. Maka tak heran, kini di medsos bertebaran flyer pasangan calon. Demikian pula, di arena warung kopi tak luput membicarakan tentang figur.

Terbanyak, nama-nama calon di maksud berasal dari kalangan internal partai. Yang paling sering dimunculkan, kalau bukan Ketua, ya Sekretaris. Wajar saja. Karena kader yang duduk di kedua jabatan strategis tersebut bisa disebut sebagai “pemilik”.

Bagusnya, beredar pula nama diluar kader. Maksudnya, bukan “pemilik” sebuah partai yang ada di wilayah Kabupaten Bondowoso. Disuarakan oleh sekelompok masyarakat. Entah apa yang menjadi latar belakang. Saya kurang paham.

Pertanyaanya kemudian, siapakah diantara beberapa nama yang saat ini sudah beredar punya peluang paling besar untuk menjadi pasangan kandidat, hingga nanti dapat bertarung pada pilkada serentak 2024..?

Itu menarik. Mengapa, karena dalam pengamatan saya, terutama yang berasal dari masyarakat, keluarnya nama-nama tersebut terjadi secara spontan. Belum menengok soal pemenuhan syarat. Mungkin pertimbangannya asal muncul.

Guna menjawab pertanyaan diatas, ada baiknya kita lirik hasil pileg 2024 khusus di Kabupaten Bondowoso. Sebagaimana maklum, jumlah anggota legislatif di Kabupaten ini sebanyak 45 orang.

Berdasar real count yang sudah dilaksanakan oleh KPU beberapa waktu lalu, jumlah 45 dibagikan kepada 8 parpol. Diantaranya, PKB 16 kursi, PPP 7, Golkar 7, PDIP 5, Gerindra 4, Demokrat 3, PKS 2 dan Gelora 1.

Sementara itu, berdasar regulasi, parpol atau gabungan partai politik yang dapat mengajukan pasangan kandidat adalah yang memperoleh minimal 25% dari perolehan suara. Atau 20% dari jumlah kursi legislatif.

Maka khusus di Kabupaten Bondowoso, parpol yang dapat mendaftarkan kandidat ke KPU adalah yang memiliki minimal 9 kursi. Kurang dari 9, harus mencari teman koalisi. Enggan berkoalisi, ya dak bisa mengajukan calon.

Melihat ketentuan tersebut, terdapat dua kategori dalam hubungannya dengan pedaftaran kandidat. Pertama, ada parpol yang bisa mengajukan calon sendiri tanpa perlu koalisi. Siapakah dia..? Tak lain tak bukan ialah PKB.

Kategori kedua, ialah parpol yang wajib mencari teman koalisi. Yang termasuk di kelompok ini adalah PPP, Golkar, PDIP, Gerindra, Demokrat, PKS dan Gelora. Jika ingin mengajukan kandidat, salah satu, salah dua atau salah tiga diantara mereka harus gabung jadi satu.

Memang ada kategori ketiga. Yakni parpol yang memperoleh suara namun tak mampu meraih kursi parlemen di Bondowoso. Sebut saja partai gurem. Misal PBB, Partai Ummat, Hanura, PSI dan sejenisnya.

Meskipun mereka juga dapat mengajukan kandidat, rasa-rasanya cukup berat. Karena suara yang diperoleh kurang signifikan. Seorang kandidat yang hendak menggunakan partai Gurem sebagai kendaraan politik, wajib mengeluarkan sumber daya amat besar.

Kembali ke soal figur. Sebagai peraih 16 kursi, tanpa tolah-toleh kiri kanan PKB bisa langsung mendaftarkan calon ke KPU Bondowoso. Jika bicara nama, maka siapapun anggota PKB punya kesempatan yang sama mendapat rekom dari DPP.

Tapi kalau menunjuk kader yang sudah eksis, apalagi dalam konteks jajaran elit pengurus, maka nama Ahmad Dhafir dan Haji Tohari adalah figurnya. Ya benar. Mereka adalah Ketua dan Sekretaris DPC PKB Kabupaten Bondowoso. Sangat berpeluang besar menjadi kandidat.

Lalu bagaimana dengan figur dari parpol selain PKB..? Berdasar flyer yang beredar dan cukup intens disebut, di Golkar terdapat nama Adi Krisna dan Kukuh Rahardjo. Untuk PPP, ada KH. Salwa Arifin, Sahlawi Zein dan Neng Ufa. Lalu di PDIP muncul nama Sinung Sudrajat.

Terus terang, mungkin karena saya kurang info, belum ada tokoh Gerindra, Demokrat, PKS dan Gelora yang namanya intens disebut seperti kader dari PKB, Golkar dan PPP. Entah pada perkembangan berikutnya.

Lalu bagaimana kans kader parpol selain PKB..? Seperti ketentuan yang saya singgung pada awal tulisan, peluang mereka menjadi kandidat yang nanti bakal ikut bertarung di pilkada Bondowoso takkan semulus peluang Ahmad Dhafir dan Haji Tohari.

Mengapa, karena mereka semua harus melakukan langkah lobi dan diplomasi. Lobi untuk kepentingan memenuhi syarat pencalonan. Sedang diplomasi, guna memberi keyakinan positif terhadap teman koalisi.

Mungkin, saat lobi dan diplomasi ada sodoran tentang kompensasi. Begitulah yang biasa terjadi. Jika dua atau lebih partai ingin menjadi “satu” dalam pengajuan kandidat, maka yang satu minta jatah Kepala Daerah, dan satunya lagi Wakil Kepala Daerah.

Kalau potensi yang ada bisa dipahami bersama, insyaAllah mudah dicapai kesepakatan. Misal, partai yang suaranya lebih besar sebagai Kepala Daerah dan yang kecil Wakilnya. Tapi kalau otot-ototan dan tak ada yang mau mengalah, bisa zonk. 

Dan disitulah biasanya yang amat krusial. Antar partai yang hendak menjalin koalisi tak mau paham. Apalagi, jika diplomasi yang disodorkan main pokoknya. Wahh, alamat gelap soal koalisi. Berlarut-larut tak selesai, bisa jadi tidak bisa daftar ke KPU karena tak cukup syarat.

Nahh, kalau para kader parpol yang sudah bernaung dibawah satu partai politik tapi kurang dari 9 kursi saja belum tentu bisa mendaftar semulus Ahmad Dhafir dan Haji Tohari, lalu bagaimana pula dibanding tokoh yang tidak “punya” partai politik..?

Jawaban saya, amat berat. Tokoh yang saya sebut tak “punya” partai tapi ingin maju sebagai kandidat pada pilkada Bondowoso 2024 tersebut harus ada upaya ekstra. Bukan cuma wajib melakukan lobi dan diplomasi.

Selain dua hal tersebut, mungkin harus ditambah amunisi. Itupun kalau yang di lobi, di diplomasi dan di amunisi mau. Kalau menolak, alamat zonk pula. Dan keyakinan saya, lebih dekat ke menolak.

Mengapa, karena partai-partai itu sudah memiliki kader sendiri. Yang secara potensial dianggap memenuhi kriteria untuk maju jadi kandidat. Terlebih, memajukan kader sendiri pastinya lebih bermanfaat dibanding menyodorkan orang lain.

Entah kalau pertimbangannya pragmatis. Menjual rekom partai dengan segepok uang. Wah, kalau soal ini tentu tak bisa didiskusikan. Kecuali dalam koridor etika. Yang erat hubungannya dengan prinsip elit pengurus partai.

Mencermati fenomena beberapa tokoh (politik) yang tak punya partai dan saat ini aktif turun ke masyarakat dalam rangka ikut bertarung pada pilkada Bondowoso 2024, satu kalimat dari saya.

Sebelum resmi memperoleh kendaraan politik, jangan pakai senjata “sudah dapat rekom partai”. Kalau maksa, bakalan kecewa. Entah kalau mau lewat jalur independen. Silahkan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun