Mohon tunggu...
Pemerhati VSI
Pemerhati VSI Mohon Tunggu... -

VSI Observer

Selanjutnya

Tutup

Money

Apa Betul Bisnis VSI tidak Sesuai Syariah?

15 April 2014   03:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:40 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu 2 : Masalah dua akad dalam satu transaksi, makelar atas makelar, dan cash back

Dalam Islam, Rasul dengan tegas melarang dua akad dalam satu kontrak. Demikian pula dengan persoalan makelar atau samsarah, dimana “samsarah ‘alaa samsarah” itu tidak boleh. Buat yang masih bingung tentang “samsarah ‘alaa samsarah”, silakan di-googling sendiri.

Sekarang mari kita lihat praktek VSI hari ini. Yang saya amati, VSI yang sekarang telah memisahkan antara akad untuk pengguna atau user dengan akad untuk mitra bisnisnya. Akad untuk user adalah akad jual beli biasa, dimana seseorang membeli VPay untuk ia gunakan sendiri. Dalam jual beli atau al-bai’, terjadi pertukaran antara uang dengan barang. Barangnya, dalam hal ini aplikasi VPay, menjadi milik user, sedangkan uangnya, menjadi milik perusahaan. Saya rasa ini clear.

Kemudian, buat mereka yang tertarik menjadi mitra bisnis VSI, harus mengisi form lagi. Dengan kata lain, harus melakukan akad terpisah sebagai agennya VSI, dan akan mendapatkan hak dan kewajiban sesuai kesepakatan dan ketentuan yang berlaku. Jadi buat saya, bisnis VSI ini jelas. Tidak ada dua akad dalam satu transaksi.

Bagaimana dengan bisnis para mitra dan kaitannya dengan “samsarah ‘alaa samsarah” dan skema ponzi? Sebelum masuk kedalam isu itu, ada baiknya kita sepakati esensi dari suatu bisnis. Esensi bisnis adalah menjual produk sebanyak-banyaknya kepada sebanyak-banyaknya konsumen. Jadi dua hal yang penting, yaitu : jumlah produk yang terjual dan jumlah pengguna yang memakai produk kita. Nah, para mitra ini harus memenuhi dua target ini: pasarkan VSI kepada masyarakat seluas-luasnya, dan ajak masyarakat untuk menggunakan aplikasi teknologi ini sesering-seringnya. Ada target omset yang harus dipenuhi. Besarnya omset ini akan mempengaruhi besarnya pendapatan yang akan dinikmati oleh para mitra. Makin besar omset, ya pendapatannya makin besar. Masuk akal bukan?

Bagaimana cara mengajak masyarakat sebanyak-banyaknya? Ya ajak mereka untuk menjadi pengguna (user) atau menjadi mitra bisnis. Kalau masyarakat memilih jadi pengguna saja, maka ajak mereka untuk memakai aplikasi VPay ini sesering-seringnya. Kalau mereka tertarik untuk ikutan berbisnis, maka menjadi mitra bisnis adalah pilihan yang tepat. Jadi, masalah “member get member” adalah dalam kerangka ini, yaitu mencari pengguna atau mitra bisnis sebanyak-banyaknya. Ini sesuatu yang tidak masalah dalam Islam.

Bagaimana dengan “samsarah ‘alaa samsarah”? Menurut saya, skema bisnis VSI tidak mengarah pada “samsarah ‘alaa samsarah” (kita singkat SAS biar mudah). SAS yang mengarah pada pendzoliman terjadi ketika A merekrut B, B merekrut C, dan C merekrut D, sementara A menerima bonus/komisi dari kerja B merekrut C dan C merekrut D, B menerima bonus/komisi dari kerja C merekrut D, dan D tidak dapat apa-apa kecuali ia merekrut E dan seterusnya. Tentu yang dizalimi adalah D dalam hal ini. Dalam skema money game, selalu downline terbawah yang dizalimi. Apakah VSI seperti itu?

Sekarang kita lihat, apa yang dilakukan VSI. Pertama, soal angka penjualan software yang mencapai Rp 275 ribu, itu sah-sah saja sebagaimana yang telah saya jelaskan di atas. Bahwa kemudian perusahaan memberikan bonus kepada mitra yang berhasil menggaet seorang user atau mitra bisnis baru, itu juga sah-sah saja secara syariah. Ini karena status uang tersebut adalah milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas menggunakannya. Mau memberi bonus kepada si A, B C, dan D, atau tidak memberi bonus sama sekali, itu hak perusahaan. Kalau anda punya uang, maka anda bebas memanfaatkannya bukan?

Kedua, terkait dengan cash back. Dalam suatu transaksi, misal isi pulsa, cash back-nya Rp 1800, dimana Rp 800 masuk ke perusahaan, dan sisanya Rp 1000 diberikan kepada mereka yang menggunakan aplikasi ini. Dalam contoh di atas, baik si A, B, C maupun D sama-sama menggunakan jasa VPay. Dalam konsep ini, apakah downline yang paling bawah, yaitu si D, dirugikan karena dari Rp 800 tersebut, perusahaan membagikannya dalam bentuk bonus kepada si A, B, dan C? Jawabannya, tentu tidak. Mengapa? Karena si D telah mendapatkan haknya, yaitu Rp 1000 sebagai cash back dari transaksi yang dilakukannya. Adapun yang Rp 800, sekali lagi itu adalah uang milik perusahaan, yang bebas digunakan oleh perusahaan. Dalam hal ini, VSI memberikan “bagian” keuntungannya sebagai stimulus kepada para mitra bisnisnya, dengan kriteria dan syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh mitra tersebut. Diantara kriterianya adalah besarnya omset yang dihasilkan. Ingat ya, besarnya omset yang dihasilkan.

Kezaliman baru muncul ketika hak si D yang Rp 1000 tersebut dikurangi secara sengaja, atau diambil untuk membayar C, B dan A. Ketentuan cash back Rp 1000 berlaku secara adil kepada A, B, C dan D. Kalau D lebih sering memakai layanan VPay, maka boleh jadi ia mendapatkan cash back yang lebih besar dari A, B dan C.

Jadi, skema “samsarah ‘alaa samsarah” tidak berlaku disini. Disinilah pentingnya kejelasan akad yang dilakukan. Dan VSI telah secara jelas menerapkan akad yang terpisah, baik dengan pengguna (user) maupun mitra bisnisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun