Mohon tunggu...
Pemburu Pelangi
Pemburu Pelangi Mohon Tunggu... Asisten Peneliti -

Bekerja sebagai asisten peneliti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dialog Interaktif Sandiaga Uno di Pilgub Jakarta 2017

18 April 2017   20:42 Diperbarui: 20 April 2017   06:58 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di bawah ini hasil wawancara Jeremy Mulholland, seorang Peneliti Politik Ekonomi dan Indonesianis dari Fakultas Ekonomi, La Trobe University (Australia) yang aktif menulis buku mengenai Para Penguasa Politik dan Bisnis di Indonesia bersama Bapak Sandiaga Uno salah satu calon Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Dalam mewawancarai narasumber Jeremy selalu berpegang pada apa yang dikatakan Ignas Kleden bahwa “sebagai seorang pakar politik ekonomi harus mengutamakan kepentingan isu bukan kepentingan orang”. Berkaitan dengan  Pilgub sekarang kebetulan pihak Pak Sandi yang bisa dihubungi dan mau meluangkan waktu untuk diwawancarai, namun apabila dari Kubu Pak Ahok bisa dihubungi dan bersedia untuk wawancari itu lebih baik, dengan demikian analisanya akan semakin berbobot karena bisa menggambarkan pemikiran dari kedua sisi.

Biasanya dalam setiap wawancara yang dengan narasumber selalu dilakukan dalam ruang tertutup, hal ini untuk menjaga kepentingan narasumber. Namun mengapa saat mewawancarai Pak Sandi dilakukan secara terbuka dan diliput beberapa wartawan? Mungkin ini ada hubungannya dengan kampanye Pilgud di DKI di mana Pak Sandi merupakan salah satu calon wakil gubernur DKI Jakarta, sehingga Tim Sukses Pak Sandi melihat bahwa wawancara ini bisa dijadikan ajang kampanye dan bisa digunakan sebagai bagian dari pencitraan. Selamat membaca kawan-kawan termasuk jomblowan dan jomblowati.

Wawancara dengan Sandiaga Uno

Diselenggarakan oleh Jeremy Mulholland

Sandiaga: Terima kasih, selamat sore rekan-rekan, kita hari ini beruntung kedatangan Pak Mulholland, panggilannya Jeremy. Beliau lagi ada di Jakarta untuk berdiskusi mengenai Indonesia baik politik dan ekonominya. Beliau ini dari La Trobe University di Melbourne, aktif menulis buku mengenai politik dan bisnis di Indonesia. Hari ini saya berterima kasih pada Pak Mulholland atau Pak Jee sudah setuju untuk dibuka diskusinya sehingga bisa menjadi manfaat juga untuk rekan-rekan media, maupun rekan-rekan peneliti yang ada di sini. Untuk kampanyenya kami untuk itu saya berterima kasih Pak Je untuk dibuka diskusinya. 

Jeremy: Sebagaimana saya sebutkan tadi. Saya ingin tahu terutama tentang kehidupan Bapak secara politik. Dulu Sukarno pernah menggunakan frasa “saat-saat yang sangat menentukan”, Habibie bilang “detik-detik yang sangat menentukan”, jadi Bapak bisa menggambarkan saat-saat yang paling menentukan secara politik dalam riwayat hidup Bapak sampai saat ini?

Sandiaga: Saat-saat yang paling menentukan adalah, saya ini baru di politik Pak Jee, saya belum genap dua tahun masuk politik. Saya masuk politik 2015 bulan April dan secara totalitas di politik itu sejak bulan Juni 2015. Untuk ukuran politik, apalagi dalam keluarga saya itu sama sekali tidak ada politisi sebelumnya, jadi saya yang pertama jadi politisi. Ibu saya adalah seorang guru dan ayah saya seorang professional.

Dari pengalaman yang sangat singkat ini saat-saat di mana detik-detik yang paling menentukan dalam hidup saya adalah tanggal 24 Sept 2016. Di situ saya betul-betul merasakan bagaimana kita harus mengambil suatu keputusan dalam situasi yang sangat genting. Seperti yang kita ketahui, berdasarkan internal survey yang kami miliki warga Jakarta menginginkan hanya dua pasangan calon 87% yang menginginkan pemilu kadanya ini berlangsung singkat dan berlangsung damai dan rukun, oleh karena itu mereka menginginkan hanya dua pasangan calon. Jadi berdasarkan informasi tersebut saya mencoba menggalang koalisi secara politik, namun pada tanggal 24 September tersebut usaha tersebut kandas, yaa karena seperti diketahui sendiri di Pilkada DKI akhirnya ada pasangan calon yang diumumkan pada tanggal 24 September itu, dari koalisinya Pak SBY di Cikeas.

Nah itu saat-saat yang paling menentukan untuk saya, enam jam yang paling menentukan mulai dari jam sebelas malam, saat diumumkan sampai jam lima pagi di mana saya di situ setelah berkontemplasi saya berhasil mengajak sahabat saya Pak Anies, Mas Anies untuk bergabung bersama menawarkan suatu pemikiran alternatif di Jakarta ini, itu yang paling menentukan saat yang paling menentukan detik per detik secara cepat. Saya sekarang lagi nyoba menulis supaya gak lupa, tentang momen-momen tersebut supaya tidak lupa, terima kasih Bapak sudah mengingatkannya, karena kalau tidak ditulis saya khawatir nanti pelaku-pelakunya pada lupa.

Karena itu moment yang sangat penting karena itu ada inovasi politik bahwa di mana itu sangat bahwa Jubirnya Pak Jokowi di 2014 bisa bergabung dengan jubirnya Pak Prabowo di 2014, dan memastikan bahwa kita tidak punya political backing sama sekali, kita tidak punya beban politik, kita bisa bersatu untuk menawarkan pimpinan baru di Jakarta.

Jeremy: bagaimana Bapak sendiri mendefinisikan konsep “kalangan atas” di Indonesia, khususnya karena bapak sendiri calon pemimpin regional, jadi apakah misalnya ada unsur baru yang timbul dalam definisi kalangan atas di Indonesia sekarang ini?

Sandiaga: kalangan atas lebih ke arah sosio-ekonomiknya Pak Je dan saya melihat bahwa dari perjalanan saya 18 bulan berkampanye, bisa dilihat foto-fotonya ini, ini koleksi selama 18 bulan saya berjalan, ada rekor MURI (Musium Rekor Indonesia), di mana kita sudah jalankan kunjungan 1200 visit, di situ mayoritas daripada warga Jakarta dan pasti mayoritas warga Indonesia juga adalah kelas menegah ke bawah, kalangan atas atau itu terbagi dua:

Yang pertama ekonomisnya, mereka yang menurut pandangan saya sudah memiliki penghasilan di atas ambang batas tertentu, rata-rata punya mobil, rata-rata mereka sangat aktif di sosial media dan sangat ekspresif. Kalangan atas itu juga tidak bisa didefinisikan dari uang yang banyak, tetapi mereka yang terdidik, mereka yang tercerahkan, mereka yang bisa mendapatkan bangku sekolah sampai S1 maupun S2. Mereka adalah kalangan atas mereka yang selama ini sangat berpengaruh dalam peta politik maupun kemajuan bangsa kita.

Jeremy: Bagaimana dengan proses pendemokrasian di Indonesia? Apakah Bapak melihat ada kelebihan dan kekurangan dalam proses pendemokrasian itu?

Sandiaga: Sekali lagi saya baru di politik jadi saya melihat demokrasi dari kacamata di Jakarta dan saya juga sempat melihat tiga bulan mengikuti kampanye Pilpres 2014 sebagai Jubir (Juru Bicara) saya bangga dengan demokrasi di Indonesia. Demokrasi kita ini sangat berbeda, demorkasi kita untuk usianya yang relatif muda, sangat-sangat matang di mana kita bisa menyikapi perbedaan dengan hati yang lapang, ada keberagaman, ada semangat untuk saling mengerti dan toleransi. Memang kalau dilihat, Pak Je, yang berisik atau yang “very noisy” itu adalah yang “at the end of the spectrum”, titik-titk paling ujung dalam spektrum kiri dan kanan  di mana jumlahnya hanya 10% di kiri dan 10% di kanan, total 20% mereka sibuk sekali ribut baik itu di media dan sosial media maupun percakapan WhatsApp dan lain sebagainya. Tetapi mayoritas warga Indonesia rakyat Indonesia 80% sangat rasional, sangat dewasa menyikapi demokrasi.

Kelebihannya tentunya kita punya Pancasila. Pancasila itu mengajarkan kita lima pilar-pilar utama. Kita juga punya Bhineka Tunggal Ika. Itu kelebihan kita dan yang menarik sekali Bapak bangsa kita memilih bahasa Indonesia dari bahasa Melayu bukan bahasa Jawa, bukan bahasa yang kedua terbesar saat itu selain suku Jawa yaitu di Jakarta atau suku Betawi, atau Suku Sunda, tapi yang dipilih bahasa dari sebuah tempat yang sebetulnya secara relatif jumlah penduduknya sedikit yaitu bahasa Melayu. Saya kebetulan lahir di Riau. Itu dipilih sehingga kita punya “common denomination” satu pemersatu kita yaitu bahasa dari Sabang sampai Merauke secara bahasa jadi itu kelebihan dari demokrasi kita.

Kekurangannya masih banyaklah, tapi menurut saya saya mau fokus di kelebihan-kelebihan kita, sifat positif bangsa ini. Waktu 2014, Pak Je, banyak yang khawatir kita akan terpecah-belah setelah Pemilu yang very masif, menurut saya cukup melelahkan dan dikhawatirkan akan menyisakan luka yang sangat dalam, ternyata tidak juga setelah 2014 keputusan MK sudah final cepat sekali warga bersatu padu dan mendukung pemerintahan dan buat saya itu luar biasa menyejukan dan membanggakan sebagai warga negara Indonesia.

Jeremy: semenjak Bapak mulai berkampanye dalam proses Pilgub di Jakarta, saya mengamati secara mendalam bahwa ada tiga pembesar politik yang turun dari tingkat nasional ke regional khususnya di Jakarta, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo. Perkembangan ini pasti menyebabkan meningkatnya intensitas persaingan politik di sini di Jakarta, jadi bagaimana Bapak sendiri bisa menghadapi peningkatan persaingan politik seperti ini?

Sandiaga: Ini merupakan sebuah realita dan konsekuensi dari posisi masing-masing Bapak-bapak dan petinggi partai ini.  Di partai yang sangat aktif dalam kontestasi politik di DKI, seperti bapak ketahui Bapak Prabowo Subianto adalah Ketua Umum Gerindra, dan memang kami akhirnya memutuskan untuk mengajak Pak Prabowo turun bahwa awal-awalnya kami menyatakan bahwa Jakarta dan tentang warga Jakarta adalah pemimpin yang fokus menuntaskan permasalahan pekerjaan, pendidikan warga Jakarta, biaya hidup tinggi dan persatuan, oleh warga Jakarta yang kita lihat betul-betul sangat beragam warga Jakarta. Sosok Pak Prabowo itu ternyata melalui beberapa “internal survey” (survei politik internal) kami sangat diterima sebagai tokoh yang bisa dipercaya sebagai pembawa pesan damai di antara kita. Bahwa beliau datang bisa meyakinkan para pemilih atau calon pemilih bahwa Jakarta ke depan adalah Jakarta yang harus bisa  mempersempit jurang ketimpangan, ekonomi, kesejahteraan sosial itu sangat memiliki resonansi yang tinggi di warga Jakarta.

Jeremy: tapi juga hal itu mencerminkan ketiga pembesar politik ini melihat bahwa Jakarta termasuk posisi-posisi kepemimpinan yang dijadikan “batu loncatan” atau “a stepping stone for higher office”.

Sandiaga: Kembali lagi pada pertanyaan yang pertama yaitu saat “detik-detik yang sangat menentukan”. Waktu saya bicara sama Mas Anies di awal-awal pembicaraan kita di enam jam di saat yang menentukan itu, saya sampaikan ke beliau “nich kita janjian dulu dari awal, kita sama-sama fokus lima tahun ke depan yaa. Kita sudah melihat bahwa posisi DKI ini, dan saya sudah mendengar dari semua pihak termasuk para politisi, para pengamat bahwa ini adalah batu loncatan. Saya bilang kalau mas Anies menganggap ini sebagai batu loncatan “I am not interested to partner with you” (saya tidak berminat berpasangan denganmu) dan saya memegang mandat dan satu waktu itu memegang mandat sebagai calon gubernur, dan saya bersedia menjadi calon Wakil gubernur kalau dia sepakat untuk tetap fokus lima tahun ke depan membangun Jakarta. Ini yang saya sepakati sama dia bahwa kita hadir di Jakarta ini untuk membenahi Jakarta. Menjadi pemimpin untuk semua golongan, memperbaiki bidang kelemahan kerja, pendidikan maupun, biaya hidup dan persatuan di antara warga dan meneruskan yang sudah bagus, program-program yang sudah bagus akan kita teruskan. Ini yang selalu dicoba diungkit-ungkit terus selama kita berkampanye selama enam bulan.

 

Saya yakin warga semakin percaya terhadap pesan kami, bahwa kami ingin membenahi Jakarta dan kami tidak tertarik sama sekali dengan politik nasional itu. Terbukti dengan hasil putaran pertama di mana kami berhasil mendapatkan kepercayaan dari 40% warga Jakarta, jadi itu yang membuat semakin yakin kalau kita fokus bahwa ini pekerjaanya sekup Jakartanya ini bukan sekup nasional akan menurunkan tensi politik dan kita akan mampu lebih fokus untuk membenahi permasalahan yang ada Jakarta berkaitan dengan keseharian warga Jakarta kebanyakan, mayoritas warga Jakarta

Jeremy: Apa yang sebetulnya Bapak cita-citakan bukan cuman buat Indonesia yaitu “Ibu Pertiwi” tetapi juga untuk Jakarta yaitu “jantungnya Ibu Pertiwi”? 

Sandiaga: Cita-citanya yaa sejahtera, adil dan makmur. Kita harus sejahtera dulu sebelum kita bisa adil, dan sebelum kita makmur tentunya harus adil dulu, dan makanya kita menekankan pada program “OK OCE”. Itu suatu program yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan sehingga kesejahteraan warga meningkat juga keadilan sosial itu bisa dicapai. Kalau kita bisa mempersempit jurang ketimpangan antara yang terdidik dan yang tercerahkan dengan yang tidak terdidik, seperti yang Pak Je pernah baca di Jakarta khususnya Jakarta Utara yang lulus sekolah SMA itu hanya 52%, 48% drop out, di Jakarta Timur 46% yang drop out. Di kepulauan seribu hanya satu jam dari Jakarta drop outnya malah 65% ini berarti ini PR yang sangat besar bagi kita. Yang Insya Alloh kalau kami diberikan amanah ini kami bisa lima tahun ke depan, ini yang menjadi cita-cita kami.

Wartawan 1: Sebelum anda kesini apa tujuan anda mewawancarai Pak Sandi, Apa daya tarik bagi anda sendiri memilih Pak Sandi, apa daya tarik yang telah Anda baca mungkin Anda ke sini tidak kosong, menurut Anda apa  yang paling menarik dari programnya untuk pemasaran politik untuk Pilkada ini apa?

Jeremy: Mungkin saya tidak akan menjawab pertanyaannya secara spesifik atau terperinci tapi secara garis besar, dalam arti memang alasan utama kenapa saya dapat akses kepada bapak Sandi adalah karena saya rajin lari jarak jauh di kawasan Gelora Senayan setiap hari. Jadi setiap kali saya kembali ke Indonesia, saya suka mengajak kawan-kawan lapangan ikut latihan lari. Misalnya, kawan baik saya Siprianus bilang maaf mas J saya sudah latihan tadi dengan Bapak Sandi dan rombongannya. Lantas saya bilang sama Siprianus bukan main saya senangnya hati saya bila bisa bertemu dan wawancarai beliau, jadi itu mungkin dianggap sebagai pertimbangan pertama tapi apa itu kebetulan atau takdir entahlah.

Faktor kedua saya ingat membaca secara mendalam buku-buku biografi politik, apakah itu biografinya Suharto, Sudarmono, Habibie dan lain sebagainya, terus sering sekali ada kata kunci “generasi penerus”. Dari kacamata saya juga generasi penerus atau pemimpin-pemimpin baru itu sangat menentukan dalam sejarah Indonesia dan juga negara-negara lain. Jadi karena generasi penerus dalam arti para penguasa politik sangat penting, dan  berperan secara politis untuk itulah saya bertemu dan mewawancarai salah satu calon pemimpin untuk memperbaiki mutu dari penelitian yang melatar belakangi buku saya nanti.

Selain itu mungkin Pak Sandi gak ingat tapi dulu pernah bertemu Regional International Forum yang diselenggarakan oleh DPD di Ritz Calton 2009.

Sandiaga : lama sekali 2009, itu lama sekali sama seperti lamanya kasus saya yang di Polda

 

Jeremy : Faktor terakhir Jakarta itu memang semenjak Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta terus naik jadi Presiden, seperti yang saya simpulkan tadi, memang Jakarta jauh lebih penting dibanding dengan sebelumnya, misalnya dulu dokter Sumarno gubernur DKI Jakarta pertama, terus Ali sadikin, kan Jakarta sudah penting untuk menjadi “orang”, orang dari daerah harus mengungsi ke Jakarta, yaa penting sekali, mau jadi ketua asosiasi tertentu, Ikatan Kedokteran nasional atau apa itu harus di Jakarta, penting sekali

Wartawan (CNN Indonesia) : saya mau tanya kan sudah berbahasa Indonesia setidaknya tahu kepemimpinan Ahok selama ini di mata Mas Je seperti apa? dan kenapa mewawancarai Mas Sandi?

Jeremy: Mungkin karena penelitian saya mengenai para penguasa politik di tingkat nasional, yang bisa saya jelaskan adalah waktu Jokowi terpilih menjadi Presiden di ujung 2014 sebetulnya ada dua koalisi politik yang berlawanan, sama-sama kuat satu di DPR satu di Pemerintahan, 2015 ada ketegangan dalam koalisi politik di pemerintah, Jokowi sendiri sering ada ketegangan di antara Megawati dan Jokowi waktu itu, sekarang mungkin semenjak 2016 itu sudah koalisi politik Jokowi semakin menguat dibandingkan koalisinya Prabowo, ini pasti sangat mempengaruhi apapun yang terjadi dalam persaingan politik baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional. Jadi memang Ahok sendiri kan dekat dengan Jokowi kan  sahabat baik, pasti ini sangat menentukan nanti. Kalau kita memperhatikan kubunya Jokowi saja, Megawati pernah mendorong Boy Sadikin menjadi calonnya PDIP, tetapi karena dia baikan sama Jokowi dia bilang pada Boy Sadikin sudahlah tidak perlu diteruskan perjuangan politik itu. Jadi makanya Ahok benar-benar didukung oleh koalisi politik di tingkat pemerintah, inilah keterus terangan orang Australia

Sandiaga : Balada Sandi Uno, inilah kenyataan pahit

Wartawan : punya prediksi gak terhadap Pilkada DKI?

Jeremy : Saya akan menjawab pertanyaan ini sebagai berikut: ada nobel Prize Winner yaitu Daniel Kahneman yang pernah bilang apakah itu pakar ekonomi, politik atau siapapun, bisa juga orang yang menjadi politisi cenderung kepedean, jadi apapun yang mereka putuskan atau prediksi sering sekali tidak sesuai dengan apa yang akan terjadi. Dengan kata lain yang menyangkut dunia perpolitikan di Indonesia susah memprediksi apapun. Saya hanya mau katakan “may be best man win or the best men win’.

Sandiaga : apa yang Mas Je sampaikan adalah Insya Alloh mudah-mudahan yang terbaik yang dipercaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun