Mohon tunggu...
Pembuat Tempe
Pembuat Tempe Mohon Tunggu... -

Nothing.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengenai PKI dan Komunisme : Diskusi Dengan Mas Tengku

6 Oktober 2014   21:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:09 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berikut ini adalah hasil diskusi panjang dengan Mas Tengku Ariy Dipantara di dalam artikel Apa Itu G/30/S Menurut: PKI?. Untuk memahami latar belakang dari diskusi ini, silakan pembaca yang budiman membaca terlebih dahulu empat artikel Mas Tengku: Mari Saya Perkenalkan Apa itu:PKI Bag. 1, Bag. 2, dan Bag. 3 serta Apa Itu G/30/S Menurut: PKI? Komentar adalah komen dari saya, dan Jawaban adalah jawaban dari Mas Tengku. Artikel ini semata-mata untuk dokumentasi belaka. Karena itu, saya berusaha menampilkan apa adanya. Proses editing, kalau ada, hanya berkenaan dengan kesalahaan ejaan dan agar enak dipandang mata saja.

Komentar 1:

Sebelum menuliskan komen ini, saya membaca empat tulisan Anda: Mari Saya Perkenalkan Apa itu: PKI Bag. 1, 2 dan 3, dan artikel ini, kecuali bagian bold-ya karena saya mengira isinya pasti sama dengan buku-buku merah yang terbit setelah Suharto jatuh. Saya anti-komunisme karena saya anti-fasisme dan karena itu pula saya anti Suharto/isme. Pertanyaan saya singkat saja, hari gini, masih adakah yang percaya sama komunisme?

Sekalian nitip lapak:
http://sejarah.kompasiana.com/2014/09/30/periode-paling-kelam-negeri-ini-692060.html

Jawaban 1:

Pertanyaannya bertaraf internasional atau nasional, Bung?
Mengutip kata-kata Anda: “Saya anti-komunisme karena saya anti-fasisme dan karena itu pula saya anti Suharto/isme.” Anda menggunakan kata penguhubung ‘KARENA’ di dalam kalimat itu yang mengartikan ada korelasi antara kalimat-kalimat tersebut. Analoginya bisa menjadi: “Saya benci udara dingin karena saya benci udara panas.”

Karena jelas, komunisme adalah musuh bebuyutan dari fasisme.Terasa sangat ganjil bila anda berkata: “Saya anti-komunisme karena saya anti-fasisme.”

Komentar 2:

Kalau nggak salah berdasarkan ciri-cirinya, fasisme itu sangat luas. Setuju, sebagai kelompok politik, komunisme itu musuh bebuyutan dari fasisme. Namun saya melihat dari persamaam ciri-cirinya.

Mengenai internasional atau lokal-nasional, saya kira komunisme itu mestinya internasional. Entah sekarang bagaimana karena tidak ada lagi poros-porosan seperti dahulu.

Jawaban 2:

“Pertanyaan saya singkat saja, hari gini, masih adakah yang percaya sama komunisme?” : Jawabannya bisa anda temukan di hampir seluruh negara Amerika Latin. Contoh KUBA: Pendidikan gratis, Rumah sakit gratis, Harga minyak murah, dsb. Bisa anda googling sendiri. Avatar saya itu anggota DPR dari Partai komunis di Chile. Negara-negara skandinavia juga penganut marxian, sosial demokrat. Tetap dalam garis besar Marxisme, Marxisme ala skandinavia nyebutnya.

Boleh saya tahu kesamaan ciri fasisme dan komunisme menurut anda?

Komentar 3:

Bedanya, komunis menamakan dirinya partai komunis, sedangkan fasis, hanya di Italy saja yang menamakan diri fasis. Selebihnya sama saja, hanya berbeda variasi saja. Variasi ini biasanya dianggap sebagai perbedaan penting namun pada prakteknya sama. Misalnya, komunis anti kelas masyarakat, sedangkan fasis mendukung kelas masyarakat. Namun prakteknya sama saja. Sebagai contoh, Korea Utara dan Cuba, apa tidak lebih mirip fasis daripada komunis?

Benar Mas, di negara-negara Skandinavia, dan umumnya Eropa Barat, jaminan sosialnya luar biasa. Makanya pengungsi Timur Tengah pada suka ke sana. Tapi kalau dibilang komunis dan mengikuti Marx ya nggak lah. Mereka itu negara-negara yang demokratis dan menjunjung tinggi kemerdekaan individu sekalipun masyarakatnya sangat sosialis.

Well, seperti komen saya pada artikel Anda di http://media.kompasiana.com/buku/2014/09/13/resensi-buku-panggil-aku-kartini-saja-pramoedya-ananta-toer-687742.html, sekarang bukan jamannya lagi bicara ideologi. Pancasila sekalipun! Sekarang jamannya kita membangun negeri, menyejahterakan rakyat, menjamin kemerdekaan individual dan menyongsong hari depan yang lebih baik. Perseturuan mengenai isme-isme dan keyakinan hanya menghabiskan waktu, biaya, energi dan bahkan nyawa saja.

Demikian Mas, inti dari yang ingin saya ungkapkan.
Salam.

Jawaban 3:

Saya jawab satu-satu.

“Bedanya, komunis menamakan dirinya partai komunis, sedangkan fasis, hanya di Italy saja yang menamakan diri fasis. Selebihnya sama saja, hanya berbeda variasi saja.”: Anda mesti menambah literasi sebagai bahan perdebatan. Partai Murba juga menganut paham komunisme (walau disebut garis trotskis oleh PKI) dan mereka tidak menamakan diri partai komunis. Partai Rakyat Djelata (PRD) juga menganut komunisme, bahkan sempat ‘berkelahi’ dengan PKI dalam memperebutkan lambang PALU-ARIT, dan mereka tak menamakan diri partai komunis. Di Korea Utara, partai komunis mereka menamakan diri Partai Rakyat Demokratik, bukan partai komunis. Begitu juga hampir di seluruh Amerika Latin.

Mengenai fasis. Partai Nasionalis Sosialis(NAZI) penganut fasis radikal dan mereka ada di Jerman. Begitu juga dengan Monarchy Jepang di PD 1 dan 2. Bahkan rezim Orba juga menganut fasisme. Bagaimana Orba dan PKI bisa memiliki karakter yang sama?
Pernyataan yang kedua: ” komunis anti kelas masyarakat, sedangkan fasis mendukung kelas masyarakat. Namun prakteknya sama saja. Sebagai contoh, Korea Utara dan Cuba, apa tidak lebih mirip fasis daripada komunis?”
Ada kebingungan yang gawat dalam pernyataan Anda do atas. Anda menciptakan kontradiksi di awal lalu entah kenapa bisa Anda katakan “Namun prakteknya sama saja”. Bagaimana bisa dengan pertentangan setajam itu lantas Anda katakan sama saja?

“Korea Utara dan Cuba, apa tidak lebih mirip fasis daripada komunis?” : dalam internasional yang sempat dicanangkan oleh Hugo Sanchez, Republik Rakyat Demokratik Korea tidak dicantumkan di dalamnya, yang berarti: Korut tidak diakui sebagai negara penganut Marxisme-Leninisme.
Bagaimana bisa Anda menyamakan Korut dan Kuba? Anda punya datanya? Sudah pernah membaca ‘catatan perjalanan’ mantan dubes Indonesia untuk Kuba: AM.Hanafi?

“negara-negara Skandinavia, dan umumnya Eropa Barat, jaminan sosialnya luar biasa. Makanya pengungsi Timur Tengah pada suka ke sana. Tapi kalau dibilang komunis dan mengikuti Marx ya nggak lah. Mereka itu negara-negara yang demokratis dan menjunjung tinggi kemerdekaan individu sekalipun masyarakatnya sangat sosialis.”

Jawab: Anda tahu paham apa yang pertama kali menyatakan demokratisme? Apakah tujuan dari Revolusi Bolshevik?

Jika Anda hendak berbicara soal Marxisme/komunisme, saya sarankan Anda buang terlebih dahulu semua pandangan komunis Anda dari pemerintahan Soviet rezim Stalin, atau Korut (yang anda nyatakan sebagai negara komunis). Jika rezim Stalin adalah keaslian dari negara diktatur proletariat versi Marx, kenapa Mao menolak? Kenapa Paman Ho di vietnam juga menolak? Kenapa Che Guevara juga menolak?

Kemerdekaan demokratis, kemerdekaan untuk rakyat. Diktatur proletariat adalah demokrasi yang seluas-luasnya. kenapa? karena Diktatur Proletariat hendak menghapus Diktatur Borjuis yang tak mati-mati sampai sekarang. Ini hebatnya fasis dan liberalis. Mereka tak pernah menyatakan diktatur Borjuis tadi. Bayangkan, Pemerintahan yang hanya dikuasai oleh segelintir pemilik modal (seperti RI sekarang) dibandingkan dengan diktatur proletariat (dimana semua kaum buruh/tani (80 persen rakyat, manakah yang lebih demokratis?

“Sekarang jamannya kita membangun negeri, menyejahterakan rakyat, menjamin kemerdekaan individual dan menyongsong hari depan yang lebih baik. Perseturuan mengenai isme-isme dan keyakinan hanya menghabiskan waktu, biaya, energi dan bahkan nyawa saja.”

Jawab: Ini pernyataan yang baik, saya juga setuju dan semua orang pasti setuju. Sayangnya, kapitalisme dan fasisme tidak mengenal ampun dalam penindasan, Bung. Bagaimana kita bisa menghancurkan kapitalisme dan borjuasi bila kita tak mempelajari isme yang menjadi kontradiksi mereka?

Bagaimana kita bisa bertahan, lantas melawan mereka jika kita sama sekali tak mengenal apa yang hendak kita lawan dan dengan senjata apa kita melawan?

Atau jangan-jangan Anda ingin mengatakan bahwa: kapitalisme juga punya hak hidup? Ya, kalau sudah begitu ya biarkanlah negeri ini tetap menjadi sampah di dalam lautan dunia.

Komentar 4:

O iya saya lupa Mas, Jerman Timur dulu namanya juga Republik Demokratik Jerman. Rasanya negara komunis juga. Entah ada demokrasi atau tidak di sana. Tapi saya kira PKI tidak sempat menganut fasisme, atau variannya, karena belum pernah berkuasa.

Iya Mas memang kontradiktif sekali. Namun kenyataannya, perbedaan kelas-kelas dalam negara komunis diwakili oleh elit-elit partai, yang bisa dari kaum mana saja sesuai jasanya bagi negara, walau kadang berdasarkan keturunan dan kroni juga. Saya melihat kenyataan Mas, bukan di level teori dan filsafat karena dua hal itu terlalu tinggi buat otak saya. Orba dan PKI tidak mungkin mempunyai karakteristik yang sama karena Orba pernah berkuasa sedangkan PKI sebatas teori saja dan dua-duanya sudah almarhum.

Bukannya demokrasi itu berasal dari Yunani 5 abad sebelum Masehi? Kalau Korut tidak mereka masukkan dalam golongan mereka, itu karena Korut menerapkan Marxisme-Leninisme-Stalinisme. Kan cabang-cabang dari komunisme beraneka ragam dan semuanya berakar dari Marxisme-Leninisme. Ada Maois, Castrois, Guevaris dan lain-lain. Wajar juga kalau mereka ada yang akur ada juga yang tidak.

Saya tidak tahu paham komunis apa yang Anda anut. Apakah Materialis-Dialektis Tan Malaka? Kalau iya terpaksa saya harus cari dulu buku lama saya itu. Namun jika Anda Marxist sejati, Anda mesti angkat jempol dan menaruh hormat pada kaum borjuis. Ini karena junjungan Anda pun demikian. Anyway, saya bukan penganut kapitalis, mungkin lebih tepat humanis-liberal. Entah ada apa tidak aliran seperti itu. Peduli amat! Yang jelas penindasan di atas muka bumi harus dihapuskan. Apapun juga bentuknya. Entah itu bullying di sekolah atau hanya sekedar parkir di jalan umum yang sempit, sampai ke pembatasan akses modal dan usaha.

Saya setuju jika sejarah diluruskan. Diobrak-abrik lagi untuk mencari dan mengungkap fakta yang benar. Namun tanggalkan ideologi dalam melakukannya. Murni sains. Tidak hanya dari tahun 65 saja, tapi juga dari jamannya Ken Arok-Ken Dedes. Ini demi anak cucu kita agar mereka bisa mempelajari betapa bodohnya nenek moyang mereka.

Anyway, nice talking to you.
Salam.

Jawaban 4:

Baik, Saya jawab satu-satu lagi, Bung.

“Tapi saya kira PKI tidak sempat menganut fasisme, atau variannya, karena belum pernah berkuasa.”

Jawab: Tampaknya disini Anda keliru memahami definisi dari sebuah isme bernama fasis (diktator) dengan fase yang disediakan partai komunis (diktatur proletariat) dalam menuju sebuah masyarakat komunistis.

“Kalau Korut tidak mereka masukkan dalam golongan mereka, itu karena Korut menerapkan Marxisme-Leninisme-Stalinisme. Kan cabang-cabang dari komunisme beraneka ragam dan semuanya berakar dari Marxisme-Leninisme. Ada Maois, Castrois, Guevaris dan lain-lain. Wajar juga kalau mereka ada yang akur ada juga yang tidak.”

Jawab: Marxisme-leninisme adalah sebuah filsafat politik, ekonomi, sosial yang dilengkapi CARA untuk mencapai sebuah dunia yang memiliki masyarakat komunistis. Jadi cita-cita Marx dan Lenin bertaraf Internasional bukan seperti Korut yang mentok mengurung dirinya sendiri. Ini jelas melacur dari paham marxisme sejati.

Benar, ada Maoisme, Guevaraisme, Trotskysme, bahkan Soekarnoisme (ingat, yang menggagas Soekarnoisme adalah tokoh besar PKI: Njoto)dan mereka sama sekali tak pernah melacur dari marxisme-leninisme, tidak seperti korut. Maoisme lahir sesuai dengan garis Lenin tentang penyesuaian Marxisme Asia. Guevara mencampurkan perjuangan gerilya rakyat-Agamais teologi pembebasan dalam menempuh cita-citanya yang bertaraf pembebasan internasional.

Begitupun dengan Soekarno. Dibuktikan dengan kalimat pembuka UUD (bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa!. Dan ingat cita-cita Soekarno dalam setiap pidatonya menjelang ia dijatuhkan: menuju sosialisme Indonesia (dalam ilmu marxis, sosialisme adalah fase terakhir sebelum mencapai masyarakat komunistis). Saya tak hendak mengatakan Soekarno komunis (jelas dia bukan komunis) tapi ingatlah, siapakah orang yang menyusun pidato2nya mulai dari pertengahan 60an itu? : Jawab: Njoto.
“Saya tidak tahu paham komunis apa yang Anda anut. Apakah Materialis-Dialektis Tan Malaka? Kalau iya terpaksa saya harus cari dulu buku lama saya itu. Namun jika Anda Marxist sejati, Anda mesti angkat jempol dan menaruh hormat pada kaum borjuis. Ini karena junjungan Anda pun demikian.”

Jawab: mungkin maksud Anda adalah Materialisme Dialektika Logika (MADILOG) Tan Malaka. Maaf, itu hanya sekedar filsafat individu dan rohani. Dalam teori politik, ekonomi, sosial, Tan Malaka adalah penganut marxisme sejati dan sabebagai seorang komunis, beliau setuju denga materialisme historis seperti yang ia jabarkan dalam BAB II buku tersebut. Jangan heran bila ia selalu menyanjung-nyanjung Semaun (ketua PKI pertama). Ia bermusuhan dengan PKI-Musso hanya karena masalah garis perlawanan yang ditetapkan oleh SOVIET, bukan soal marxisme-leninisme.

“Saya penganut komunisme apa?”

Jawab: Saya penganut filsafat MDH dalam marxisme, namun saya bukan seorang komunis. Terlalu mulia jika saya bisa seperti mereka.

“Saya setuju jika sejarah diluruskan. Diobrak-abrik lagi untuk mencari dan mengungkap fakta yang benar. Namun tanggalkan ideologi dalam melakukannya. Murni sains. Tidak hanya dari tahun 65 saja, tapi juga dari jamannya Ken Arok-Ken Dedes. Ini demi anak cucu kita agar mereka bisa mempelajari betapa bodohnya nenek moyang mereka.”

Jawab: Mungkin maksud Anda, ‘tanggalkan fanatisme dalam meneliti sejarah”. Apa uraian saya terlalu subjektif? Saya siap didebat soal sejarah dengan penggunaan data yang kredibel.

Komentar 5:

Mas Tengku Yth.

Sebenarnya saya tidak suka jawaban dalam beberapa komentar seperti ini. Lebih baik dibatasi dengan paragraf saja sehingga mudah dalam pembahasannya. Tidak tercerai-berai. Oke, nggak papa. Kita lanjutkan saja, mumpung saya masih ada waktu. Namun pembahasan mengenai Marx akan saya sampaikan juga di bahagian akhir.

Saya tidak berbicara dalam taraf ideologi atau dalam tataran filsafat. Sudah saya katakan bahwa otak saya tidak sanggup mencernanya. Jadi saya lebih suka membahasnya dalam tataran fakta riil saja. Partai komunis cenderung menjadi totaliter dan menutup diri, begitu ia meraih kekuasaan. Suatu negara dalam kekuasaan komunis akan cenderung menjadi fasis, sekalipun dalam statement-nya mereka menolak mentah-mentah fasisme.

Ya, negara komunis hanya akan berhubungan dengan sesamanya dan mereka cenderung menutup diri pada negara lain. Karena itulah ada istilah Tirai Besi dan Tirai Bambu. Demikian juga dengan Korut. Namun, Korut pun membuat poros Pyongyang - Peking dan Pyongyang - Moskow. Sampai sekarang pun China akan mengambil sikap membela Korut apabila Amerika Serikat membantu Korsel sekalipun hanya menjual senjata atau latihan mitiler saja.

Setahu saya, Pembukaan UUD 45, atau Mukadimah/Preambule, diambil dari Piagam Jakarta dengan menghapus 7 kalimat syariah Islam. Jadi saya agak keberatan jika itu disebut atas jasa-jasa Soekarno semata. Bahwa ada andil Soekarno di dalamnya, ya. Bahwa ide-ide Soekarno dipengaruhi oleh Njoto, ya. Namun masih banyak Bapak-bapak Bangsa lain yang ikut menyumbangkan pikiran dalam penyusunannya. Kalau tidak salah ada 9 orang yang menyusun Piagam Jakarta, atau biasa disebut Panitia Sembilan-BPUPKI. Saya tak ingin membahas piagam ini, jadi tidak usah diperpanjang.

Ah iya Mas benar. Madilog. Materialistis Dialektis dan Logika. Maklumlah Mas, sudah puluhan tahun yang lalu saya membacanya. Itupun tidak sampai selesai.

Sekarang kita membahas Kang Marx yang menjadi Bapak Komunis sedunia. Marx sendiri seorang Yahudi dari kalangan elit, yang keluarganya beralih menjadi Protestan, agama tradisional di Jerman. Banyak orang memandang sulit sekali memahami teori dan filsafat Marx. Bahkan bagi Frederick Engel, yang adalah sidekick yang bersangkutan. Namun dalam pandangan saya, Marx adalah orang bingung, yang bahkan sama teorinya sendiri dia bingung. Dia pun sebenarnya mengalami depresi berat menghadapi kenyataan bahwa ia gagal dalam menerapkan teori-teorinya. Adalah Lenin yang kemudian dengan sukses mengejawantahkan teori Marx dalam praktek. Oleh karena itu kita tidak bisa melepaskan ajaran Lenin dari komunisme. Jadilah Marxisme-Leninisme sebagai dasar dari komunisme. Keberhasilan Revolusi Bolshevik tidak serta merta dengan mudah menerapkan teori ekonomi dan politik Marx. Yang ada kemudian malah mencontoh fasisme yang dalam propaganda selalu disebut sebagai musuh bebuyutan. Ini bisa dimengerti. Sepeninggal Lenin, Stalin yang stress berat ternyata tidak mudah memberi pengertian pada rakyat bahwa ini untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Akhirnya ia menjadi diktator dengan konsep stalinisme-nya. Mao, Ho Chi Min, Castro, Che semua menolak stalinisme, ketika mereka belum berkuasa. Begitu berkuasa, fasisme jugalah yang mereka pakai. Mengapa? Karena mereka lupa bahwa setiap kepala mempunyai sifat unik, setiap insan mempunyai pikiran, keinginan, cita-cita dan perasaan masing-masing. Itulah sebabnya saya berkeyakinan bahwa kemerdekaan individu adalah hal yang utama.

Ah ya satu lagi. To be honest mas, uraian Anda memang subyektif.

Demikian Mas.
Salam.

Jawaban 5:
Salam, nice.

Sekian dan terimakasih.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun