Mohon tunggu...
Fiksiana

Orang Sabu Penakluk Puting Beliung: Antara Legenda dan Sejarah

24 Februari 2016   07:32 Diperbarui: 24 Februari 2016   07:40 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

Oleh Pelipus Libu Heo

Sejerah merupakan peristiwa masa lampau yang kebenarannya teruji, suatu kejadian yang benar-benar terjadi dan telah di dokumentasikan dengan baik. Sedangkan, legenda masih berupa cerita fiksi atau kebenarannya masih di ragukan, cerita yang berdasarkan budaya tuturan dari leluhur, berkembang dari orang ke orang secara turun temurun.

Sejarah maupun Legenda. Semua berawal dari tuturan dan cerita fiksi. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti di daerah dengan kemajuan teknologi yang lebih. Legenda telah banyak dibuat dalam bentuk cerita yang menarik hingga di filmkan atau sinetron. Orang Sabu pun memiliki sejuta cerita sejarah dan legenda, sama seperti daerah di pulau Jawa.

Salah satunya Legenda puting beliung. Dari tuturan (alm) Opa saya Zakarias di Raijua, Kecamatan Raijua, Kabupaten Sabu Raijua (sarai). Oleh opa, diajak mendaki bukit, gunung, menelusuri lembah di Raijua. Kala itu, Usia saya beranjak 10 tahun. Sering mendengar cerita dongeng/mitos maupun legenda orang Raijua. Juga Bercerita bagaimana perjuangan petani, peternak dan nelayan untuk mempertahankan hidupnya. 

Memotong rumput, menjaga ternak dan membersihkan ladang, memikul air dengan jarak beribu+ribu meter sudah dialami semuanya. Hampir semua tempat di Pulau Raijua memiliki cerita sejarah tersendiri. Mungkin inilah yang membawa saya pada hobby petualang. Hobby yang membawa saya mengenal banyak cerita dan tempat sejerah di Raijua. Selain itu, Ada banyak hal inspirasi dari kehidupan petani yang menginspirasi. Dimana hidup itu harus dipenuhi rasa syukur dan kepuasaan.

Bersyukur di kala hasil panen tidak memuaskan. Alam memang telah menyediakan semua dan manusia mengelolah itu dengan baik. Keserakahan manusia membuat alam tidak lagi bersahabat sehingga sering terjadi bencana. Banjir, kekeringan terjadi dikarenakan hutan telah dirusak oleh manusia. Imbasnya, bencana, petani mengalami gagal panen.

Alkisah, Pohon Tuak yang hidup dan tumbuh di Raijua bibitnya di ambil dari dalam laut. Kemudian di tanam dan tumbuhlah besar seperti pohon yang sekarang orang Sabu Raijua (sarai) sebut Due. Itulah sebabnya batang tuak di haramkan untuk di bawakan kedalam laut apalagi di tanam. Tradisi ini masih di jaga terpelihara dengan baik oleh masyarakat Raijua terutama yang menganut kepercayaan Jingitiu/kafir.

Manfaat dan kegunaan dari Due ini sangatlah banyak bahkan tak ada yang terbuang/tidak terpakai. Dari daun hingga akar. Namun Yang sering terdengar keluar (red.orang luar Sabu) adalah Gula Sabu atau gula cair. Due terbuat dari air Nira/sudah melalui sekian banyak tahapan. Pengambilan air dari pohon hingga memasak dengan suhu tinggi.

Bagi orang Raijua dan Sabu umumnya, Due adalah sumber kehidupan. Tak ada yang berani memangkas maupun memotong tanpa seijin pemiliknya. Apabila ada yang melanggar, nyawa menjadi taruhan. Perkaranya sanksi adat dan pidana. 

Orang Raijua memperlakukan Due dengan istimewa. semua ritual adat menggunakan alat dan bahan terbuat dari Due.  Salah satu keistimewaannya adalah penghalau Bencana puting beliung.

Puting Beliung atau orang Raijua sebut Hedore. Secara ilmiah, terjadi karena suhu udara panas dan pergolakan arus udara naik turun dengan kecepatan tinggi yang bergerak acak secara vertikal dalam bentuk awan hitam pekat. Dampaknya memakan korban, material maupun jiwa makhluk hidup. Namun ada menarik dengan Suku di Raijua. puting beliung dijadikan seperti sahabat sendiri. suku dan atau tradisi di setiap wilayah memiliki pandangan tersendiri terhadap Puting Beliung. 

Kemunculan Hedore dipercayai oleh orang Raijua bahwa ia sedang lapar. Sehingga Orang Raijua selalu melakukan ritual atau memberikan persembahkan khusus seperti air gula, Kacang hijau dan Sorgum. 

Dipilihnya bahan-bahan tersebut, dilatar belakangi oleh awal mula Hedore muncul dan merusak hasil kebun yang sedang jemur di Dara Ma (ladang) di seputar Dai Widu. salah satu tempat terpencil di Desa Bolua Kecamatan Raijua, kabupaten Sarai. 

Hasil kebun seperti kacang hijau, sorgum, dan jagung luluh lantah di hantam puting beliung. Kejadian itu memancing kemarahan pemilik kebun. Rasanya ingin memutilasi puting beliung. Sang tetua mengejar dengan sebilah pedang dan menangkap.

Pertarungan sengit dimulai. Tetua adat atau kepala suku dari pemilik kebun berhasil memenangkan pertarungan. Kemudian memotong lidah Puting beliung dengan terlebih dahulu membuat perjanjian. Mengembalikan hasil kebun dalam keadaan semula. Bahwa tidak boleh datang nerusak kebun atau apapun miliki anak cucu (red. Keturunan Tetua yang membuat perjanjian) dan masyarakat di Raijua dan Sabu. Lidahnya di potong sebagai peringatan akan kejadian itu.

Kabarnya, lidah tersebut masih tersimpan dengan baik  di rumah adat. Pada saat tertentu dilakukan upacara adat dengan ritual-ritual, pemberian sesajian. Tempat penyimpanannya pun di keramatkan dan tidak sembarang orang di ijinkan untuk melihat.

Suatu ketika, dalam perjalanan dari Seba menuju Raijua dengan menggunakan penyebrangan KMK kapal Motor Kayu milik orang Raijua. Terjadi kemunculan Hedore di Selat Raijua antara tanjung Mehara dan tanjung Be Raijua. Menyaksikan langsung bagaimana cara juru mudi kapal memperlakukan puting Beliung. Dengan sigap mengambil air gula Sabu lalu percik ke arah datang puting beliung. Seketika itu pula langsung menghilang.

Peristiwa ini membawa saya, antara cerita sejarah atau legenda tentang puting beliung. Entahlah suatu kebetulan atau mungkin ada kaitannya.  cerita antara cerita puting Beliung dan kepercayaan suku di Pulau Raijua bukanlah cerita sembarang. Orang Raijua percaya akan cerita ini.

Hingga saat ini masyarakat Raijua masih merawat legenda ini dengan baik. Harapan kita semua, cerita itu dapat di ceritakan dan dikenang hingga kekal. Semua itu tentunya terwujud apabila pohon tuak terpelihara dengan baik. Kini, populasi pohon di Sabu Raijua semakin menurun bahkan terancam punah. Belum ada data resmi yang menyatakan keberadaan populasi pohon tuak di Sabu.  Namun pada kenyataan populasinya sudah menurun.

Masyarakat Kabupaten Sabu Raijua menganggap pohon tuak sebagai potensi daerah dan sektor penyokong. Sehingga icon Sabu Raijua adalah pohon tuak yang terpampang dalam logo Kabupaten. Keberadaan pohon tuak yang semakin menurun memungkinkan logo Kabupaten Sarai di gantikan dengan lambang lain. Hal itu mungkin saja terjadi tetapi pohon lain tidak mungkin dapat menghasilkan air gula untuk meneruskan kesaktian Due sebagai penghalau puting beliung. 

Kita semua punya tanggungjwab akan keberlanjutan cerita sejarah atau legenda ini, keberadaan pohon tuak yang populasinya semakin menurun. Harus segera di selamatkan yakni dengan gerakan menanam, tanam dan tanam. Dengan begitu Kita telah merawat legenda ini. Mendukung gerakan nasional tanam satu milyar pohon, mendukung mencegahnya pemanasan global yang kian mengkhawatirkan.

NB: yang tertarik dengan legenda ini, bisa di telusuri dan dikaji lebih mendalam untuk dijadikan cerita yang lebih bermanfaat atau mendekumentasi dalam sebuah buku Legenda/sejarah. Salam hormat. #PLH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun