Kondisi pohon padi saat ini sudah mengeluarkan bulir, dan sebagian mulai menguning. Ini rentan dari serangan hama burung. Tapi entah mengapa, tadi pagi tidak terlihat buruh penjaga sawah. Sehingga burung-burung bebas hinggap di ujung-ujung batang padi tanpa ada bunyi yang mengusir.
Ciwastra menuju Jalan Soekarno-Hatta. Biar pagi hari biasanya sudah banyak yang lalu lalang, karena dengan melintas jalur alternatif ini, pengendara bisa menghemat waktu dan tidak terjebak kemacetan.
Usai melewati hamparan sawah, kami memilih jalur di sisi sungai. Jalur ini sebenarnya jalur alternatif warga dari JalanCuma tadi pagi tetap sepi. Tak terlihat kendaraan yang mengantar ibu-ibu ke pasar. Juga tidak terlihat anak-anak yang tergesa-gesa ke sekolah, karena selain hari Minggu, aktivitas mereka juga sudah sebulan lebih diliburkan. Sementara, aliran air sungai tidak begitu deras. Permukaan air di Sungai Cipamokolan justru sangat rendah, mungkin di daerah hulu tidak turun hujan.
Rute berikutnya melewati perkebunan liar yang dikelola warga. Disebut liar karena itu sebenarnya merupakan tanah timbuh yang berada di pinggir sungai. Banyak pepohonan di sana. Semuanya hasil tanam warga. Ada pohon pisang, pepaya, jagung, kacang panjang, ubi jalar, hingga ketela pohon (singkong.) Semua tumbuh subur, karena tanah timbul di sungai cocok untuk media tanam.
Melewati kebun liar itu, merupakan setengah dari perjalanan olah raga jalan kaki yang biasa rutin dilakukan setiap pagi. Lokasi yang berikutnya yang akan dilewati sedikit agak menyeramkan. Namun karena kami sudah terbiasa, jadi tidak merasakan apa-apa.
Rancacili. Walau lokasi itu tempat menguburkan jenazah, bagi kami tidak terasa menakutkan. Justru lokasi itu menyenangkan, karena terlihat indah dalam penataan. Banyak juga pepohonan di sana.
Ya, disebut menyeramkan karena kami melintasi area perkuburan. Di wilayah belakang perumahan yang kami tinggali ada Tempat Pemakaman Umum (TPU)Lepas dari area perkuburan, kami melewati Ruman Susun Sewa (Rusunawa) Rancacili. Beberapa blok rusunawa itu sudah penuh dengan penguni. Di lokasi yang sama ada Pusat Kesehatan dan Sosial (Puskesos). Namun di beberapa blok lainnya, rusunawa justru mangkrak pembangunannya. Jadi pemandangan yang kumuh, juga bisa menyerampkan karena tak terurus.
Akhirnya kami sampai juga di tujuan utama jalan kaki. Jalan Raya Ciwastra saat itu masih terlihat sepi. Biasanya di pagi hari sudah terjadi kemacetan karena banyak orang yang hendak belanja ke Pasar Ciwastra. Jalan Ciwastra juga menjadi area pusat pendidikan karena banyak sekolah dibangun di sana.
Kali ini, kendaraan yang melintas di Jalan Ciwastra tidak begitu banyak. Jalanan cenderung terlihat lengang. Kondisi itu tentunya sangat menyenangkan pagi penggemar olah raga jalan kaki. Karena polusi kendaraan belum banyak mengganggu udara yang segar di pagi hari. Oh nikmatnya, hari ini masih bisa jalan kaki. (Anwar Effendi)***