Ada haru, prihatin, juga senyum simpul ketika mendengar keluh kesah para pedagang sayur keliling. Balada kehidupannya memang penuh warna-warni. Hebatnya lagi, mereka bertahan belasan tahun, walau sempat tertimpa berbagai masalah.
Satu di antara masalah klasik yang mereka alami, adanya pembeli yang suka ngutang. Hal itulah yang menjadi dilema para pedagang sayur keliling. Tidak dilayani, pembeli yang bersangkutan sudah menjadi pelanggan. Kalau terus-terusan dilayani, utang pembeli makin menumpuk. Keruan saja modal tukang sayur keliling bakal tergerogoti.
Mang Ujang pedagang sayur keliling termasuk yang menghadapi kebiasaan pelanggan ngutang dulu. Sebenarnya Mang Ujang termasuk pedagang sayur kelas bawah.Â
Maklum keliling menawarkan sayur saja masih menggunakan motor. Dasaran sayurnya disimpan di jok belakang motor. Beda dengan pedagang sayur kelas atas yang keliling menggunakan mobil.
Menurut Mang Ujang, susah menolak pelangan yang beli sayur tapi bayarnya ngutang dulu. Awalnya pelanggan itu, kalau beli selalu bayar kontan. Namun dengan berbagai alasan, akhirnya kebiasaan ngutang itu muncul juga.
"Bingung nolaknya. Dia sudah lama jadi langganan saya. Kalau dia ngutang terus diolak, saya juga nggak enak. Nah kalau bayarnya bener dan lancar tidak jadi soal. Kadang kebiasaan ngutang ini, sering menjadi masalah di kemudian hari," tutur Mang Ujang.
Mang Ujang mencontohkan, masalah kecil yang menyangkut utang, yakni sering terjadi perselisihan besaran utang. Di catatan Mang Ujang dan seingatan pembeli kadang tidak sinkron.Â
Kalau urusan sudah begitu kadang jadi panjang. Dalam menghadapi hal itu, kadang Mang Ujang mengambil sikap mengalah dan pastinya menanggung kerugian.
Masalah utang piutang ini tidak hanya dialami Mang Ujang saja. Pedagang sayur lainya, Mang Agus menghadapi hal yang sama. Mang Agus mengungkapkan, sejak dirinya awal berdagang sudah ada pembeli yang ngutang. Mang Agus membolehkan dengan harapan pembeli tersebut akan terikat dan membeli sayur selalu pada dirinya.
Tapi harapan Mang Agus tersebut lacur. Pembeli itu jangankan terikat, malah kabur tidak jelas. Mang Agus tentu saja jadi korban dan menanggung kerugian besar.Â
Mau melacak keberadaan pembeli yang kabur itu, tidak ada waktu. Lagi pula kalau ketemu belum tentu bayar. Akhirnya Mang Agus cuma bisa mengikhlaskan saja.
"Iya dulu ada pembeli yang suka ngutang. Awal-awal bayarnya bener. Terus bayar separuh dulu. Lama-lama utangnya menumpuk. Giliran mau ditagih, rumanya sudah kosong. Ternyata rumahnya sudah dijual dan dia tidak memberi tahu pindah kemana. Ya sudahlah nasib, saya ikhlaskan saja," ucap Mang Agus.
Soal utang piutang pedagang sayur keliling dengan pembeli ini, lebih banyak merugikan pihak pedagang. Malah seorang pedang sayur keliling, Mang Asep akhirnya tidak berani menagih ke pembeli yang mengutang.
"Repotlah kalau ditagih juga. Dia yang ngutang eh, dia yang malah marah-marah. Saya nagih kan butuh untuk modal. Mestinya dia sadar kalau ngutang harus bayar. Waktu itu saya justru dibentak-bentak," ujar Mang Asep bernada sendu.
Ketiga pedagang sayur itu mengaku, sekarang-sekarang ini para pembeli malah banyak yang bilang ngutang dulu. Alasannya para suami mereka tidak dapat penghasilan gara-gara virus corona. Di satu sisi, para pedagang itu memahami keadaan ibu-ibu sekarang ini. Tapi di sisi lain, para pedagang pun tidak mau menanggung risiko kerugian.
"Modal mulai menipis, pembeli maunya ngutang dulu. Pokoknya bingung. Kondisi sekarang makin parah. Jualan lagi sulit, pendapatan malah berkurang terus," kata Mang Ujang.(Anwar Effedin)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H