Tidak jauh beda dengan Bapak Riana, wisatawan asal Cirebon, Bapak Andi Azis berkunjung ke Kampoeng Tulip dengan membawa keluarganya. Dia mengajak sang istri, Mumun dan dua anaknya Raihan dan Duta. Bapak Andi Azis tahu Kampoeng Tulip, setelah menerima informasi dari saudaranya yang tinggal di Bandung.
"Cukup menyenangkan berkunjung ke objek wisata di sini. Tidak perlu jauh-jauh ke Eropa, di Kampoeng Tulip juga bisa merasakan suasana Belanda. Tiket masuknya juga murah. Pantas tempat ini jadi cepat terkenal," kata Bapak Andi Azis.
Menurut Andi, kalau foto-fotoan dengan latar belakang lukisan tiga dimensi, terus diposting di media sosial, sepintas seperti benar-benar di taman bunga tulip. Lumayan juga untuk gaya-gayaan.
Selama di Kampoeng Tulip, Andi dan keluarganya lebih banyak menghabiskan waktu keliling taman dan berfoto. Mereka tidak memanfaatkan wahana perahu bebek atau perahu dayung yang ada di sana, dengan alasan anak-anaknya sudah besar jadi kurang tertarik.
Andi juga menyayangkan bangunan kincir angin terlalu kecil. Khawatir juga kalau satu keluarga jumlahnya banyak, terus ingin naik semua. Alhasil waktu berada di bangunan kincir angin, mereka berfoto satu persatu naik ke atas. Kalau ramai-ramai fotonya di bawah.
Selain taman bunga, kolam, lukisan tiga dimensi, kincir angin, dan bangunan rumah khas belanda, pengunjung sebenarnya bisa singgah ke ruangan yang dipenuhi berbagai barang unik dan antik. Di ruangan itu, banyak sudut yang bisa dijadikan latar belakang foto.
Pengelola juga menyediakan baju khas belanda yang bisa disewa oleh pengunjung. Harga sewanya masih terjangkau, cuma Rp 25.000,00. Dengan mengenakan baju tersebut, pengunjung serasa menjadi orang Belanda.(Anwar Effendi)