Kampoeng Tulip di Jalan Banyu Biru Kompleks Pasirpogor, Ciwastra, Kota Bandung serasa berada di negeri Belanda. Objek wisata yang masuk kawasan timur Bandung itu menghadirkan perpaduan taman bunga, kolam, lukisan tiga dimensi, hingga bangunan-bangunan bergaya Eropa.
Berkunjung keWalau mengusung tema kampoeng, objek wisata ini sebenarnya tidak seluas yang dibayangkan. Untuk mengelilingi semua sudut objek wisata Kampoeng Tulip tidak membutuhkan waktu yang lama. Cukup satu jam, pengunjung bisa menyinggahi beberapa tempat, sudah termasuk waktu istirahat atau menikmati kuliner yang dijual di beberapa lokasi.
Walau ukurannya terbilang tidak terlalu luas, dan lokasinya masuk ke kawasan perumahan, daya tarik Kampoeng Tulip ternyata tidak hanya dikenal warga Bandung dan sekitarnya. Tapi berkat cerita dari mulut ke mulut, keindahan Kampoeng Tulip sudah menyebar ke luar kota.
Terutama di akhir pekan, kunjungan wisatawan ke Kampoeng Tulip mengalami lonjakan. Sebagian besar dari luar Kota Bandung. Hal itu bisa dilihat di tempat parkir, dimana banyak kendaraan dengan pelat nomor polisi luar Kota Bandung, seperti Karawang, Garut, Cianjur, dan Cirebon.
Wisatawan asal Karawang, Bapak Riana Tjaturangga mengaku penasaran dengan Kampoeng Tulip setelah melihat postingan-postingan sejumlah temannya di media sosial, seusai berkunjung ke objek wisata tersebut. Pertimbangan lain, lokasinya yang mudah dijangkau.
"Saya dari rumah langsung masuk Tol Karawang Barat, keluar Tol Buahbatu. Dari situ langsung masuk jalan ke Pasar Kordon dan lurus saja sudah sampai. Kebetulan anak juga sudah lama minta berkunjung ke tempat ini," tutur Bapak Riana.
Setelah berkeliling Kampoeng Tulip, Bapak Riana bersama istrinya Ibu Sri Hayutan dan anaknya Nisa merasa puas. Di lokasi tersebut, mereka memang lebih banyak mengabadikan diri dengan berfoto. Banyak spot foto yang menarik. Cuma yang paling berkesan, ketika berfoto di dekat bangunan kincir angin.
Bangunan kincir angin memang menjadi ikon Kampoeng Tulip. Sebagian besar pengunjung tidak mau melewatkan begitu saja, kalau pas sampai di bangunan kincir angin selalu berfoto. Sebenarnya tempat lainnya juga banyak menarik, namun disinggahi hanya sepintas-sepintas saja.
Sedangkat Ibu Sri Hayatu sedikit kecewa, karena beberapa lukisan tiga dimensi di lokasi itu sebagian sudah ada yang memudar. Hal itu jadi mengurangi keindahan. Harusnya pengelola mengganti dengan lukisan-lukisan baru agar tetap menjadi daya tarik.