Saya mungkin tipe suami yang kurang romantis. Untuk sekadar mengingat tanggal pernikahan saja, tidak bisa. Setiap ulang tahun pernikahan selalu lupa.
Waktu usia pernikahan masih dalam hitungan jari satu tangan, hal itu menjadi masalah. Istri suka cemberut. Namu seiring berjalannya waktu, istri akhirnya memahami karakter saya. Apalagi tradisi di keluarga saya tidak mengenal peringatan hari ulang tahun pernikahan.
Tiba-tiba, hari ini 31 Maret 2020 saya buka-buka buku nikah yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama. Istri yang melihat kelakuan saya, langsung menyambut dengan perkataan, "Tumben cari buku nikah. Mau mengingat tanggal pernikahan ya?"
Saya cuma tersenyum. Terus berbisik, "Lupa ya. Ini hari terakhir mengisi lampiran sensus penduduk secara online. Dalam aplikasi yang dibuat Badan Pusat Statistik (BPS), ada isian untuk nomor akta nikah."
"Owh, jadi belum mengisi form sensus penduduk. Dasar!" kata istri sambil ngeloyor pergi menjauh dari saya.
Atas kejadian itu, banyak pelajaran buat pribadi saya. Pertama saya jadi harus mengingat-ingat dimana menyimpan buku nikah. Selama ini, dokumen penting itu hanya disimpan dan tak pernah dibuka.
Kedua, saya jadi tahu, ternyata saya menikah tanggal 7 Juni 1994. Ya ampuuuun, artinya saya sudah menjalani pernikahan selama 26 tahun. Tahun kemarin sebenarnya merupakan peringatan pernikahan perak (25 tahun). Saya melewatinya begitu saja. Mungkin bagi sebagian orang itu sangat sakral.
Hal lainnya, saya diingatkan soal tradisi buruk yang sampai sekarang belum hilang. Yakni kebiasaan saya yang selalu menunda-nunda pekerjaan. Untuk mengisi data sensus penduduk saja, saya melakukannya di hari terakhir. Untung saja tidak lupa dan kelewat.
Pernah juga lupa bayar rekening listrik sampai diputus alirannya, gara-gara lupa bayar. Itu karena saya selalu menunda pembayaran di hari akhir yakni tanggal 20. Hal yang sama terjadi pada pembayaran Telkom. Telefon rumah tidak berfungsi gara-gara telat bayar.