Ibu Lilis awalnya mengikuti anjuran tidak berjualan. Hal itu sudah dia lakoni selama seminggu. Nasi kuningnya yang sudah terkenal di Kompleks Keadilan Riung Bandung, tidak tercium lagi aromanya.
Namun memasuki minggu kedua, Ibu Lilis tampaknya tidak tahan menghentikan aktivitasnya sebagai penjual nasi kuning. Apalagi setiap hari, para pelanggannya berdatangan, sambil bertanya mengapa tidak berjualan?
Di sisi lain, dia juga perlu membantu suami, Bapak Hari yang cuma mengandalkan jualan gas melon (3kg). Tidak setiap hari ada orang yang beli gas, sementara kebutuhan sehari-hari harus dipenuhi. Akhirnya modal jualan tergerogoti untuk makan dan keperluan primer lainnya.
Terdesak uang simpanan sudah habis, modal terus berkurang, Ibu Lilis akhirnya memenuhi keinginan para pelanggannya untuk kembali jualan nasi kuning. Selain dikenal cita rasanya enak, nasi kuning Ibu Lilis dibandrol sangat murah.
Keuletan Ibu Lilis dalam berusaha secara mandiri patut diacungi jempol. Dia tidak pernah mengeluh. Dalam kesederhanaannya, pantang bagi dia untuk meminta-minta. Walau usianya semakin senja, semangatnya patut dicontoh.
Seusai shalat Shubuh, dia sudah meracik adonan nasi kuning. Pukul 05.30 dia sudah mengeluarkan dasaran di depan rumahnya. Para pelanggannya yang sudah hafal, pasti langsung memesan. Biasanya ibu-ibu yang tak sempat masak, membeli nasi kuning Ibu Lilis, untuk sarapan anaknya yang mau berangkat sekolah pagi.
Ibu Lilis merasa beruntung, suaminya sering membantu mempersiapkan segala macam terkait penjualan nasi kuning. Bantuan Bapak Hari berupa menggoreng kerupuk hingga mengemasnya, menggoreng bawang hingga ikut membantu memasukan nasi pesanan pelanggan ke kantong plastik.
Durasi jualan Ibu Lilis juga tidak terlalu lama. Pukul 06.30 kadang sudah habis. Pelanggan yang datang pukul 07.00 kadang tidak kebagian. Kalaupun ada sisa, paling satu atau dua porsi saja, sedangkan pembeli kadang ada yang pesan sampai lima porsi.
"Yang belinya datang pagi-pagi semua. Jadi kalau ada yang datang agak siangan, kasihan suka tidak kebagian," ujar Ibu Lilis.
Karakter pelanggan Ibu Lilis juga macam-macam. Ada yang pesan dan menyimpan uang dulu, baru mengambil nasi kuningnya agak siangan setelah berolah raga. Ada juga, minta makan di tempat. Keruan saja Ibu Lilis harus mengeluarkan piring dan menyediakan minuman.