Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Merasa Nikmat Bisa Mencapai Gua Hira

21 Maret 2020   05:14 Diperbarui: 21 Maret 2020   05:23 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemaah umroh yang berjiarah ke Gua Hira mencapai puncak Jabal Nur. (dok. pribadi)

Kebijakan lockdown pemerintah Arab Saudi, membuat calon jemaah umroh dari berbagai negara, menunda niat ibadahnya. Pemerintah Arab Saudi tidak menginginkan adanya jemaah yang berpotensi membawa virus corona memasuki wilayahnya.

Calon jemaah yang tertunda keberangkatannya ke tanah suci, wajar merasa sedih. Apalagi di antara mereka sudah lama mengidam-idamkan bisa ke Masjidil Haram Mekah dan Masjid Nabawi Madinah.

Saya merasa bersyukur bisa melaksanakan ibadah umroh, sebelum virus corona merebak ke seluruh dunia. Dalam menjalankan ritual ibadah di tanah suci, saya pun merasa dimudahkan dan dilancarkan.

Keberuntangan saya bertambah, karena usai menjalankan rukun umroh, masih berkesempatan berjiarah ke Gua Hira yang berada di Jabal (Gunung) Nur. Tidak semua jemaah punya kesempatan seperti itu. Selain waktunya yang sempit, juga membutuhkan fisik yang prima untuk mencapai Gua Hira.

Jabal Rahmah. (dok. pribadi)
Jabal Rahmah. (dok. pribadi)

Jemaah yang punya waktu dan kesempatan pun, tidak sedikit yang mengurungkan niatnya berjiarah ke Gua Hira. Apalagi setelah mendapat penjelasan bagaimana detail lokasi dimana Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertamanya dari Malaikat Jibril.

Sebenarnya puncak dari Jabar Nur tidak terlalu tinggi, ada pada kisaran 500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Namun untuk mencapai lokasi Gua Hira, rutenya cukup terjal. Memang sudah dibuatkan tangga-tangga pendakian yang memudahkan para pejiarah. Hanya sebagian pejiarah tetap saja ada yang tidak kuat. Bahkan mereka yang sudah mencapai setengah perjalanan, ada yang memutuskan untuk kembali turun.

Demikian juga dalam rombongan umroh yang diikuti saya, hanya belasan orang saja yang akhirnya melakukan pendakian. Dari jumlah 213 orang, hanya 16 orang plus empat pembimbing yang memutuskan untuk melakukan jiarah ke Gua Hira.

Dari Kota Mekah, perjalanan menuju ke Gua Hira kira-kira mencapai 4 km. Jemaah bisa memanfaatkan kendaraan umum dan bisa melakukan tawar menawar yang akhirnya dikenakan tarif 20 real. Lebih baik kendaraan umum itu diminta untuk menjemput kembali (pulang pergi) agar memudahkan perjalanan jemaah.

Masjid Nabawi. (dok. pribadi)
Masjid Nabawi. (dok. pribadi)

Kendaraan umum mengantarkan pejiarah ke Gua Hira biasanya hanya mencapai 100 meter sebelum ke kaki Jabal Nur. Pejiarah langsung disuguhi perjalanan menanjak. Di kaki Jabal Nur banyak ditemui para pedagang. Mulai dari pedagang hiasan hingga oleh-oleh khas Arab.

Di situlah para pejiarah yang tidak membawa perbekalan, bisa menyiapkan diri untuk membeli makanan atau minuman. Dijual juga berbagai jenis tongkat penyangga, untuk membantu para pejiarah yang berusia lanjut saat melakukan pendakian.

Di awal pendakian Jabal Nur, pejiarah masih merasa nyaman melakukan perjalanan. Perlu diketahui, hampir sebagian besar pejiarah melakukan perjalanan ke puncak Jabal Nur pada dini hari.

Suasana sekitar masih gelap, jadi sangat berguna alat penerangan berupa senter. Pastikan senter masih menggunakan baterai yang baru, sehingga sinarnya membantu perjalanan.

Sepertiga perjalanan, pejiarah terus melahap rute yang menanjak. Jarang ditemui medan yang mendatar, sehingga pejiarah sulit untuk menghela napas panjang. Jika perjalanan normal, baru pada menit ke-15 pejiaran menemukan tempat berupa saung-saung. Di lokasi itu, pejiarah bisa beristirahat dan mengatur napas.

Harus mengantri untuk masuk Gua Hira karena ruangan sempit.
Harus mengantri untuk masuk Gua Hira karena ruangan sempit.

Rombongan yang saya ikuti mulai terpecah di sepertiga perjalanan. Kelompok pertama yang terdiri atas Ruby, Agus Fahrudin, Endang (pembimbing), Virta dan saya terus melakukan perjalanan.

Kelompok lainnya, Agus Ma'mun, Handi Rahman, Karno Tasman, Warnaya,  Wili, Imut Halimatusyadiah, Aep Saepuloh, Endang H, Vitricia, Sinta, Upik Astria, Nurul, Adi Gunawan, Hendi, dan Asep mulai mengatur istirahat. Sayang seorang jemaah, Rahmat Kurniawan memutuskan untuk kembali turun.

"Jalannya nanjak terus. Saya pikir ada yang datar untuk istirahat. Kebetulan juga fisik saya lagi gak fit. Agak pusing tadi, napas sempat tersengal-sengal. Ketimbang pingsan, saya putuskan berhenti. Saya tidak mau merepotkan teman-teman. Biar saya kembali ke bawah, dan mau dengar cerita teman-teman yang sampai ke atas," kata Rahmat.

Setelah sepertiga perjalanan, memang banyak tempat peristirahatan yang bisa dijumpai pejiarah. Di tempat peristirahatan itu, lagi-lagi pejiarah disuguhi sejumlah pedagang.

Tidak hanya pedagang, pejiarah pun bisa menemukan sejumlah pengemis. Tampaknya pengemis-pengemis itu menetap, karena sebagian dari mereka ada yang membawa penerangan berupa petromak.

Butuh waktu 30-40 menit untuk mencapai puncak Jabal Nur. Tepat di puncak Jabal Nur, tersedia tempat istirahat yang lebih baik. Bahkan di lokasi itu tersedia lahan yang datar dan sudah terpasang karpet.

Masjidil Haram. (dok. pribadi)
Masjidil Haram. (dok. pribadi)

Di lokasi itulah para pejiarah bisa memandang keindahkan Kota Mekah. Kabah dan Masjidil Haram terlihat megah dengan pendaran lampu. Terlihat juga Menara Abdulaziz yang terpasang jam besar.

Pemandangan gedung pencakar langit tertinggi kedua di dunia itu sangat mencolok dibandingkan bangunan lainnya. Sembari istirahat, sejumlah pejiarah melakukan salat tahajud di puncak Jabal Nur. Rombongan saya pun menunggu waktu Subuh untuk salat berjamaah.

Dimanakah letak Gua Hira? Untuk mencapai gua yang menjadi tempat bertafakkur Nabi Muhammad SAW, para pejiarah kembali harus menuruni tebing di balik punggung Jabal Nur. Lokasinya sangat curam dan mirip dengan jurang. Walau begitu pejiarah tidak perlu khawatir karena sudah dipasang sejumlah pengaman.

Setelah menuruni lereng yang curam, pejiarah harus melewati celah sempit di antara batu yang besar. Bagi pejiarah yang berbadan besar, celah itu agak sulit dilalui.

Dari celah itu, pejiarah belok ke kiri maka akan menemukan Gua Hira. Tidak seperti yang diperkirakan sebelumnya, Gua Hira ternyata cukup kecil dan hanya bisa menampung tiga pejiarah yang ingin memasukinya. Tingginya kira-kira dua meter. Gua tersebut cukup gelap dan tidak tersinari cahaya matahari sejak terbit hingga tenggelam.

Dari dinding gua sebelah kanan, ada semacam celah yang menghubungkan gua ini dengan udara bebas di luar. Angin yang berhembus terasa sangat kencang dan sejuk. Berada dalam gua tersebut sangat nyaman. Pantas Nabi Muhammad SAW begitu khusu bertafakur. Subhanallah.(Anwar Effendi)***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun