Mendengar kata gua (goa), pikiran kita pasti membayangkan hal-hal yang seram. Memasuki entah goa yang terbentuk dari alam atau gua buatan, selalu saja ada rasa berdebar.
Wajar mengalami hal tersebut. Biasanya, kondisi gua selalu gelap. Pengunjung yang masuk harus membawa lampu penerangan. Biasanya, pemandu wisatawan menyewakan lampu senter, sebagai bekal menelusuri gua.
Tapi jauhkan dulu kesan menakutkan, kalau kita berkunjung ke Gua Sunyaragi Kota Cirebon. Wajah baru Gua Sunyaragi sekarang lebih familier. Penataan secara menyeluruh, membuat pengunjung betah berlama-lama di kawasan Gua Sunyaragi.
Dulu Gua Sunyaragi, namanya sempat menasional, dengan seringnya digelar pentas tari kolosal. Itu berkat dukungan sejumlah tokoh nasional, yang ingin seni tradisional di kawasan Cirebon dan sekitarnya terangkat ke level internasional.
Salah satu upaya penataan Gua Sunyaragi, yakni dengan dibangun panggung budaya. Panggung tersebut dimaksudkan untuk mewadahi kegiatan para seniman lokal.
![Tribun (tempat duduk) penonton untuk menikmati sendratari di panggung budaya Sunyaragi | dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/03/17/sunyaragi2-5e707b8cd541df18e8215442.jpg?t=o&v=770)
Namun seiring waktu, pengelolaan Gua Sunyaragi seperti tidak terurus. Fasilitas di panggung budaya banyak yang rusak. Area sekitar panggung budaya lebih banyak ditumbuhi ilalang.
Lebih parah lagi, Pujagalana yang sempat jadi tempat tongkrongan warga Cirebon hingga larut malam, lambat laun jadi sepi. Lama kelamaan, para pedagang di sana memilih cabut, tidak melanjutkan usaha.
Pujagalana jadi tempat yang tidak bertuan. Lokasi tersebut jadi tempat yang menyeramkan. Setelah rata dengan tanah, tumbuhlah pohon-pohon liar. Pengunjung pun jadi agak malas untuk datang ke sana.
Kini Gua Sunyaragi menampilkan wajah baru. Panggung budaya Gua Sunyaragi, asyik untuk nongkrong-nongkrong lagi. Dari situlah pintu masuk bagi wisatawan. Loket pembelian tiket masuk ada di sisi kiri.
Pada hari-hari biasa, pengunjung dikenakan harga tiket senilai Rp 10.000,00. Harga akan berubah di akhir pekan, menjadi Rp 20.000. Rombongan wisatawan juga bisa menggunakan jasa pemandu, dengan biaya Rp 50.000,00.
Kompleks Gua Sunyaragi selain dilengkapi panggung budaya, kini menambah fasilitas lainnya beruapa wahana flying fox dan sepeda gantung. Wahana ini jadi favorit wisatawan untuk berfoto ria.
Secara harfiah, Gua Sunyaragi memiliki arti tempat menyepi/berserah/mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa. Sunyaragi terbagi dua kata, yakni Sunya dan Ragi. Sunya (Sunyi) yang bisa diartikan usaha mendekatkan diri dan Ragi (Raga) yang berarti tubuh. Jadi Gua Sunyaragi dulu dijadikan tempat Raja (Kasepuhan) untuk bersemedi/menyepi/mendekatkan diri kepada Sang Pecipta.
Di kompleks Gua Sunyaragi, ada beberapa gua. Namun tidak keseluruhan berbentuk lorong dan gelap. Ada juga yang cuma berbentuk ruangan, yang dulunya berfungsi tempat melakukan aktivitas atau menyimpan barang.
Urut-urutannya ada Gua Pengawal. Difungsikan sebagai tempat prajurit yang turut raja saat bersemedi. Sementara Gua Pande Kemasan dijadikan tempat menyimpan alat-alat perang dan perabotan keraton. Berbeda dengan Gua Pengawal, Gua Simanyang murni berfungsi sebagai pos penjagaan
Kegiatan istirahat juga difasilitasi di kompleks Gua Sunyaragi, tepatnya di Gua Langse. Tempat ini dulunya sebagai lokasi beristirahat petinggi keraton. Ada juga Gua Arga Jumut yang difungsikan sebagai tempat perjamuan tamu-tamu raja.
Selanjutnya yang wajib dikunjungi wisatawan, yakni Gua Padang Ati. Sesuai namanya, tempat ini bisa menerangkan hati. Saat suasana hati terang/bersih merupakan waktu yang tempat untuk melakukan permohonan/keinginan hati.
Agak ke belakang ada juga disebut Gua Pawon. Bisa diartikan sebagai ruang dapur (pawon). Ruangan tersebut berfungsi untuk menyimpan makanan yang sudah dimasak. Ruangannya agak dingin dan menjamin makanan yang disimpat di situ jadi awet.
Sementara Gua Lawa (Kelelawar) lokasinya berbeda. Pengunjung jarang yang mau masuk gua tersebut dan pemandu pun tidak memberi rekomendasi. Gua tersebut memang tempat bersarangnya kelelawar.
Ada juga cerita yang mengingatkan pengunjung agar tidak menyentuh patung "Perawan Sunti". Terutama yang yang masih lajang, baik perempuan maupun laki-laki, jika menyentuh patung tersebut akan sulit jodoh.
Lantas bagaimana jika ada wisatawan yang tidak sengaja menyentuh patung "Perawan Sunti". Solusinya yang bersangkutan disarankan memasuki Gua Klanggengan. Hubungan yang pacaran akan membaik kembali. Atau yang masih lajang jadi dimudahkan mendapat jodoh.
Percaya atau tidak? Itu terserah Anda.(Anwar Effendi)***