Mendengar kata gua (goa), pikiran kita pasti membayangkan hal-hal yang seram. Memasuki entah goa yang terbentuk dari alam atau gua buatan, selalu saja ada rasa berdebar.
Wajar mengalami hal tersebut. Biasanya, kondisi gua selalu gelap. Pengunjung yang masuk harus membawa lampu penerangan. Biasanya, pemandu wisatawan menyewakan lampu senter, sebagai bekal menelusuri gua.
Tapi jauhkan dulu kesan menakutkan, kalau kita berkunjung ke Gua Sunyaragi Kota Cirebon. Wajah baru Gua Sunyaragi sekarang lebih familier. Penataan secara menyeluruh, membuat pengunjung betah berlama-lama di kawasan Gua Sunyaragi.
Dulu Gua Sunyaragi, namanya sempat menasional, dengan seringnya digelar pentas tari kolosal. Itu berkat dukungan sejumlah tokoh nasional, yang ingin seni tradisional di kawasan Cirebon dan sekitarnya terangkat ke level internasional.
Salah satu upaya penataan Gua Sunyaragi, yakni dengan dibangun panggung budaya. Panggung tersebut dimaksudkan untuk mewadahi kegiatan para seniman lokal.
Namun seiring waktu, pengelolaan Gua Sunyaragi seperti tidak terurus. Fasilitas di panggung budaya banyak yang rusak. Area sekitar panggung budaya lebih banyak ditumbuhi ilalang.
Lebih parah lagi, Pujagalana yang sempat jadi tempat tongkrongan warga Cirebon hingga larut malam, lambat laun jadi sepi. Lama kelamaan, para pedagang di sana memilih cabut, tidak melanjutkan usaha.
Pujagalana jadi tempat yang tidak bertuan. Lokasi tersebut jadi tempat yang menyeramkan. Setelah rata dengan tanah, tumbuhlah pohon-pohon liar. Pengunjung pun jadi agak malas untuk datang ke sana.
Kini Gua Sunyaragi menampilkan wajah baru. Panggung budaya Gua Sunyaragi, asyik untuk nongkrong-nongkrong lagi. Dari situlah pintu masuk bagi wisatawan. Loket pembelian tiket masuk ada di sisi kiri.
Pada hari-hari biasa, pengunjung dikenakan harga tiket senilai Rp 10.000,00. Harga akan berubah di akhir pekan, menjadi Rp 20.000. Rombongan wisatawan juga bisa menggunakan jasa pemandu, dengan biaya Rp 50.000,00.