Mohon tunggu...
Bunga Pelangi
Bunga Pelangi Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti, aktivis sosial dan feminis muda

Sarjana dan Magister Kesehatan Masyarakat yang fokus pada bidang gender dan sosial kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membangun Optimisme Penanggulangan Tuberkulosis dari Desa

21 Agustus 2021   18:00 Diperbarui: 21 Agustus 2021   18:25 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Merujuk pada Peraturan Pengelolaan Dana Desa, APBDesa dapat digunakan untuk upaya kesehatan yang berkaitan dengan TBC, seperti menyelenggarakan kampanye dan promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), gizi seimbang dan pencegahan penanggulangan penyakit menular seperti TBC dan pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana kesehatan di tingkat desa yang bisa dipergunakan sebagai tempat preventif, promotif dan penjaringan awal TBC seperti Balai Pengobatan, Posyandu, Poskesdes/Polindes.

Pendekatan kewilayahan dengan pelembagaan TBC di desa mendapatkan secercah harapan melalui Perpes 67/2021. Yang mana untuk menguatkan komitmen dan kepemimpinan pemerintah, maka diusung kegiatan pengembangan strategi penanggulangan TBC berbasis kewilayahan untuk mempercepat pencapaian eliminasi TBC nasional secara bottom-up. Hal ini dilakukan melalui terciptanya desa siaga TBC dan kabupaten/kota bebas TBC sebelum tahun 2030. Pembentukan desa siaga TBC ini diharapkan dapat berfungsi optimal berlandaskan situasi dan nilai budaya setempat untuk mendorong tercapainya kabupaten/kota yang bebas TBC.

Pada Perpres 67/2021 juga disebutkan bahwa terdapat berbagai kegiatan dan program yang diusahakan di tingkat desa. Di antaranya adalah kegiatan penemuan pasien TBC secara aktif berbasis institusi dan komunitas melalui pelacakan kontak dan skrining massal di daerah dengan beban kasus TBC yang besar. Kegiatan tersebut juga didukung dengan upaya intervensi perubahan perilaku masyarakat melalui pemberian penyuluhan kepada semua pasien TBC, keluarga dan masyarakat terdampak terkait dengan pencegahan TBC secara benar. 

Selain itu, pada tingkat desa juga dapat dilakukan upaya pendampingan minum obat, advokasi dan pemberian umpan baik pelayanan TBC yang didukung oleh masyarakat atau organisasi masyarakat. Peningkatan kesejahteraan pasien dan keluarga pasien TBC juga dapat diupayakan dengan penyediaan dukungan psiko-ekonomi pada pasien TBC melalui penyelenggaraan pelayanan untuk pasien TBC di sanatorium.

Kebijakan Anggaran

Penganggaran merupakan instrumen penting dalam penanggulangan TBC. Ditengah situasi pandemi COVID-19,penanggulangan TBC pun anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Meski begitu, kemudian tidak dibenarkan juga pemerintah untuk tidak mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan TBC.

Sepanjang tiga tahun terakhir, pemerintah belum mampu memenuhi target anggaran penanggulangan TBC. Pada tahun 2019, kebutuhan anggaran program TBC sebesar Rp 4,76 triliun untuk nasional, namun dialokasikan Rp 2,04 triliun atau minus sekitar Rp 2,72 triliun. Dari total alokasi anggaran itu, yang bersumber dari APBN sebesar Rp 657 miliar, APBD Rp 762 miliar, dan donor dari luar Rp 625 miliar. 

Komponen biaya ini terbesar untuk membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bergerak dalam program penanggulangan TB sebanyak 36%, lalu 30% untuk obat, 18% laboratorium, 12% program, TB HIV 1%, dan 3% untuk dukungan sosial juga riset. Sedangkan pada tahun 2020, pemerintah fokus pada penanganan pandemi COVID-19. Hal ini juga berdampak pada alokasi anggaran penanggulangan TBC. Tahun 2020 pemerintah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan TBC sebesar Rp 127 miliar. Namun, tahun 2021 pemerintah menaikan alokasi anggaran penanggulangan TBC sebesar Rp 2,8 triliun.  Meski anggaran ini sebenernya masih jauh dari kata cukup.

Kebijakan anggaran terkait TBC mendapatkan perkembangan yang cukup signifikan melalui Perpes 67/2021. Terdapat dua hal penting yang perlu untuk menjadi catatan bersama, yakni pertama, pada pasal 32  disebutkan bahwa pendanaan penanggulangan TBC dipenuhi melalui komitmen pendanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui mekanisme jaminan kesehatan serta sumber lain yang sah. Selain itu, dari konteks pelaksanaan maka akan dibebankan pada APBN dan APBD serta sumber lain yang sah. 

Kedua, secara khsuus, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dimandatkan menjadi penanggung jawab utama untuk keluaran berupa penyediaan kebijakan-kebijakan pemanfaatan Dana Desa untuk percepatan eliminasi TBC. Lebih lanjut, diharapkan juga akan ada jumlah persentase desa yang mengalokasikan dana desa untuk intervensi percepatan eliminasi TBC dan persentase desa yang mendapatkan pembinaan kader pembangunan kesehatan desa dari kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan bahwa Dana Desa dapat menjadi salah satu sumber pendanaan penanggulangan TBC yang menjadi komitmen serta secara langsung dikoordinasikan oleh Kemendesa.

Ketiga, terbitnya Peraturan Presiden tentang Penanggulangan Tuberkulosis menunjukkan komitmen dan penegasan bahwa TBC merupakan penyakit yang berbahaya dan perlu penanganan serius sejak dini. Namun, komitmen baik ini tidak tercermian secara baik dalam kebijakan penganggaran tahun 2022. Presiden tidak menyinggung TBC dalam pidato kenegaraan pada tanggal 16 Agustus 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun