Mohon tunggu...
Pelajar News
Pelajar News Mohon Tunggu... Desainer - Penulis

Media Informasi Seputar Pendidikan khususnya tingka Pelajar SMA, SMP, SD, dan Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menteri Pendidikan Pertimbangkan Perubahan Kurikulum Merdeka di Tahun Ajaran 2025-2026

7 November 2024   10:22 Diperbarui: 7 November 2024   10:26 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini tengah mengkaji potensi perubahan kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan pada pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Meskipun kajian ini tengah berjalan, Abdul Mu'ti belum dapat memastikan apakah akan ada perubahan atau keputusan untuk mempertahankan kurikulum Merdeka Belajar.

Kurikulum Merdeka Belajar saat ini menjadi bagian integral dari sistem pendidikan di Indonesia, namun dengan evaluasi yang sedang dilakukan, terdapat peluang terjadinya perubahan di masa mendatang. Menurut Abdul Mu'ti, keputusan terkait perubahan kurikulum akan diputuskan dan diumumkan pada awal tahun ajaran 2025-2026.

"Perubahan atau tidaknya kurikulum ini akan kami umumkan pada awal tahun pelajaran baru," jelas Abdul Mu'ti. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan kurikulum di tahun ajaran saat ini tidak akan terganggu oleh keputusan baru di tengah perjalanan.

Kurikulum Merdeka Belajar dan Implementasinya

Kurikulum Merdeka Belajar mulai diterapkan pada awal tahun ajaran 2024-2025, dengan beberapa sekolah yang telah mengujicoba kurikulum ini pada tahun sebelumnya. Kurikulum ini mencakup tiga aspek pembelajaran utama, yakni intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

Dalam implementasinya, kurikulum Merdeka Belajar memiliki beberapa perbedaan signifikan dibandingkan kurikulum sebelumnya. Salah satunya adalah penghapusan Ujian Nasional (UN) dan sistem penjurusan di sekolah menengah. Kebijakan ini menandai perubahan besar dalam sistem pendidikan Indonesia, dengan tujuan untuk memberikan fleksibilitas lebih kepada siswa dalam mengeksplorasi minat dan bakat mereka tanpa tekanan ujian akhir yang kaku.

Kurikulum ini juga mencakup pembelajaran di semua jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi. Dengan fokus pada pembelajaran yang berpusat pada siswa, kurikulum ini dirancang untuk mengembangkan kompetensi serta karakter yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Pro dan Kontra di Kalangan Masyarakat

Penerapan kurikulum Merdeka Belajar sejak awal telah menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Beberapa pihak melihat bahwa penghapusan Ujian Nasional merupakan langkah positif yang dapat mengurangi stres dan tekanan bagi siswa. Namun, tak sedikit pula yang mengkhawatirkan efektivitas dari kebijakan ini dalam memastikan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.

Bahkan, organisasi seperti Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyuarakan keberatannya terhadap pelaksanaan Ujian Nasional di masa lalu, dengan alasan bahwa ujian tersebut menciptakan kecemasan berlebih di kalangan murid dan membuka peluang terjadinya kecurangan. Di sisi lain, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendukung pelaksanaan Ujian Nasional dengan catatan bahwa pelaksanaannya harus dilakukan secara lebih transparan dan mendukung pengembangan siswa secara holistik.

Wacana pengembalian Ujian Nasional ke sistem pendidikan kembali mengemuka beberapa waktu lalu. Hal ini membuat munculnya petisi online dari berbagai kalangan yang menolak kembalinya Ujian Nasional, karena dianggap akan membebani siswa dan mengurangi fleksibilitas yang telah dihadirkan oleh kurikulum Merdeka Belajar.

Evaluasi dan Kajian Sistem Zonasi dalam PPDB

Selain perubahan dalam kurikulum, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti juga sedang mengkaji sistem zonasi yang berlaku dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sistem zonasi telah menjadi sorotan setiap tahun karena sering menimbulkan pro dan kontra di kalangan orang tua dan siswa.

Sistem zonasi ini awalnya diterapkan untuk mendekatkan siswa dengan sekolah terdekat dari tempat tinggal mereka, serta untuk mengurangi kesenjangan antar sekolah negeri di berbagai wilayah. Namun, dalam praktiknya, sistem ini tidak lepas dari tantangan dan permasalahan. Banyak orang tua yang merasa dirugikan karena keterbatasan pilihan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak mereka. Selain itu, dalam beberapa kasus, penerapan zonasi juga dianggap menciptakan ketidakadilan bagi siswa berprestasi yang ingin mengakses sekolah unggulan di luar wilayah zonasi mereka.

Abdul Mu'ti menegaskan bahwa Kemendikdasmen bekerja sama dengan dinas pendidikan di seluruh provinsi untuk mengevaluasi sistem zonasi ini. Harapannya, melalui kajian yang komprehensif, sistem zonasi dapat diadaptasi agar lebih fleksibel, adil, dan tetap mengedepankan prinsip kesetaraan dalam akses pendidikan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia.

"Kami ingin memastikan bahwa sistem zonasi memberikan manfaat optimal bagi siswa dan mendorong pemerataan kualitas pendidikan," ujar Abdul Mu'ti. Evaluasi yang dilakukan juga mencakup berbagai aspek teknis dan regulasi agar pelaksanaan PPDB di masa depan dapat berjalan lebih lancar dan sesuai dengan harapan masyarakat.

Dampak Kebijakan Merdeka Belajar pada Pendidikan Indonesia

Kurikulum Merdeka Belajar tidak hanya berdampak pada siswa, namun juga pada tenaga pendidik dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengajar, dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada, serta mendukung perkembangan kemampuan berpikir kritis, kolaboratif, dan komunikatif pada siswa.

Selain itu, kurikulum ini juga memberikan ruang yang lebih luas bagi kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler yang diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan soft skills yang sangat dibutuhkan di dunia kerja. Hal ini juga merupakan upaya untuk menyesuaikan pendidikan Indonesia dengan perkembangan Revolusi Industri 4.0, di mana siswa dituntut untuk memiliki kemampuan adaptasi dan inovasi yang tinggi.

Namun demikian, tantangan terbesar dalam implementasi kurikulum ini adalah kesiapan guru dan infrastruktur di berbagai daerah. Tidak semua sekolah di Indonesia memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar yang beragam dan inovatif. Oleh karena itu, pelatihan guru dan peningkatan sarana prasarana pendidikan menjadi fokus penting dalam rangka memastikan kesuksesan penerapan kurikulum Merdeka Belajar.

Apa Kata Para Guru dan Siswa?

Pendapat dari para guru dan siswa mengenai kurikulum Merdeka Belajar juga beragam. Banyak guru yang menyambut baik fleksibilitas yang ditawarkan oleh kurikulum ini, namun ada pula yang merasa perlu lebih banyak pelatihan agar dapat mengimplementasikan metode pembelajaran baru secara efektif. Sementara itu, siswa menyukai pembelajaran yang lebih interaktif dan tidak hanya berfokus pada hafalan.

Fitriani, seorang guru di sekolah menengah pertama di Jakarta, mengungkapkan bahwa kurikulum Merdeka Belajar memberikan kesempatan bagi guru untuk lebih mengenal potensi setiap siswa. "Dengan tidak adanya Ujian Nasional, kami bisa lebih fokus pada pembelajaran yang relevan dan aplikatif bagi siswa. Namun, tentu saja tantangannya adalah bagaimana kami bisa memotivasi siswa untuk tetap berprestasi tanpa adanya standar evaluasi yang seragam seperti Ujian Nasional," ujarnya.

Di sisi lain, Andi, seorang siswa kelas 11, mengaku lebih nyaman dengan kurikulum baru ini. "Saya merasa lebih bebas untuk belajar apa yang saya suka, dan tidak terlalu terbebani dengan ujian akhir. Tapi saya juga sadar kalau saya harus lebih disiplin, karena tidak ada ujian nasional yang menentukan lulus atau tidaknya," kata Andi.

Masa Depan Kurikulum Merdeka Belajar

Masa depan kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia masih terus dikaji dan dievaluasi oleh berbagai pihak. Meskipun ada banyak tantangan, terutama dalam hal implementasi di daerah-daerah terpencil yang masih minim fasilitas, kurikulum ini dianggap sebagai langkah positif untuk menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Pemerintah juga diharapkan dapat terus berkomitmen dalam mendukung pendidikan dengan memberikan pelatihan bagi para guru dan peningkatan fasilitas pendidikan. Sinergi antara pemerintah, guru, orang tua, dan siswa menjadi kunci dalam mewujudkan visi pendidikan yang merdeka dan berorientasi pada masa depan.

Kesimpulan

Kurikulum Merdeka Belajar adalah langkah inovatif yang diambil oleh pemerintah untuk memodernisasi sistem pendidikan di Indonesia. Dengan menghapus Ujian Nasional dan memberi lebih banyak kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi minat mereka, kurikulum ini diharapkan dapat membentuk generasi yang kreatif, kritis, dan siap menghadapi tantangan global. Namun, keberhasilan kurikulum ini sangat bergantung pada kesiapan semua elemen pendidikan, termasuk guru, infrastruktur, dan dukungan dari masyarakat. Evaluasi yang terus-menerus diperlukan agar kurikulum ini benar-benar mampu menciptakan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi seluruh anak Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun