Mohon tunggu...
AHMAD MUNIR
AHMAD MUNIR Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Lingkungan Hidup

Perhatian manusia terhadap lingkungan begitu rendah. Pembangunan yang dilakukan di banyak negara, termasuk Indonesia, lebih banyak mengejar target pembangunan dalam aspek - membangun dengan mengkonversi lahan, dari tutupan vegetasi ke lahan terbangun. Definisi ini telah membuat manusia sendiri rugi dalam menentukan kualitas hidup dan kehidupannya. Kiranya, kita perlu menelaah kembali untuk menghentikan membangun dengan arti demikian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Narasi Kritik Pemindahan Ibu Kota Perspektif Spasial

9 Desember 2019   08:20 Diperbarui: 9 Desember 2019   08:32 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu kita semua ikut memikirkan (minimal merenungkanya), apa Jakarta masih cukup layak menyediakan fasilitas untuk warganya? Misal fasilitas dasar untuk tempat tinggal, masih layakkah dipertahankan?

Perspektif Spasial

Narasi kontra, berdasar kajian secara spasial justru tidak muncul. Narasi ibu kota, berdasarkan pada studi lingkungan, studi geologi, studi geografi, studi sosiologi justru tidak muncul, untuk menemukan jawaban mana yang kuat, dan mana yang lemah penjelasan secara ilmiahnya.

Ini penting, dibanding dengan menarasikan pandangan pemindahan ibu kota dengan narasi "memindahkan setan" dan sejenisnya yang cenderung kontraproduktif dengan nalar logis bangsa Indonesia.

Konsep spasial memberi penjelasan, bahwa pertumbuhan ekonomi suatu Kawasan didorong oleh adanya pusat layanan dan pusat pemerintahan. Pandangan ini telah lama muncul, dan tentu harapan pemerintah memindahkan ibu kota, salah satunya adalah demikian.

Dengan menjadikan ibu kota, maka banyak pusat layanan dan pusat pemerintahan ikut berpindah, sehingga memacu pertumbuhan pada berbagai sektor. Sehingga persoalan klasik bangsa Indonesia segera teratasi.

Interaksi spasial antar kawasan juga menjadi penting, mengingat jangkar Indonesia perlu diperkuat dengan interaksi antar pulau, antar Kawasan, dan antar desa-kota secara berkesinambungan. Indonesia tidak saja menghendaki Jawa sebagai pusat pertumbuhan, tetapi juga semua kawasan agar dapat tumbuh dan berkembang. Lebih-lebih 8 pusat pertumbuhan di Indonesia sudah digagas dalam beberapa tahun yang lalu.

Point pentingnya, jika pusat pertumbuhan saja sudah disebar sedemikian merata, maka secara prinsip Ibu Kota mau diletakkan di Pulau Manapun tentu Indonesia siap. Pusat pertumbuhan itu menyediakan sarana dan prasarana yang cukup untuk menunjang aktivitas di Ibu Kota baru. Lebih-lebih Kalimantan Timur yang secara ekonomi, memiliki kekayaan sumber energi berupa minyak bumi.

Penutup

Secara akademis, tentu dasar pemindahan ibu kota sudah dilakukan kajian komprehensif, berkaitan dengan aspek pendorong dan aspek penarik, yang tentu tidak dapat diulas detail pada kajian ini.

Semua pendekatan dapat digunakan untuk mengkaji, sisi objektif kebermanfaatan pemindahan ibu kota negara. Yang jelas, dari sisi spasial (keruangan), tentu ada semangat baru, juga ada stimulus kajian baru, di mana ruang yang diintervensi secara politis, akan mengalami dinamika dan perubahan yang masif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun