Secara faktual, perangkat dan kelembagaan yang menangani kasus kebakaran lahan masih terbatas. Pada kasus kebakaran lahan di Riau, Mentri Lingkungan Hidup menugaskan 21 PNS dan PPNS Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau untuk melakukan penyidikan dan mengumpulkan bukti dan keterangan hingga enam bulan ke depan (sampai September 2014) untuk mengajukan gugatan ke Kejaksaan Agung. Kondisi ini menunjukkan perangkat dan kelembagaan pemerintah masih sangat terbatas kaitanya dengan penanganan kasus kebakaran lahan. Pembaharuan hukum tidak sebanding dengan upaya pemberdayaan kemampuan masyarakat dalam menangani kasus kebakaran lahan. Apalagi jika dikaitkan tujuan pembangunan, aspek ini sangat jauh dari capaian yang diinginkan.
Namun demikian, secara potensial peran hukum lingkungan bisa menguat tetapi juga bisa melemah. Kebakaran lahan akan lebih progesif tertangani apabila peran masyarakat dilibatkan secara optimal. Ada beberapa teknik yang bisa dikembangkan, untuk dijadikan acuan bagi kebijakan pemerintah dalam penanganan kebakaran lahan. Salah satunya, teknik bakar komunal yang mampu meredam secara efektif timbulnya api, dan munculnya asap berlebihan akibat terbakarnya kabut. Secara kelembagaan, potensi peran hukum lingkungan dapat menguat apabila pemerintah memberikan mandat secara tegas kepada lembaga pendanaan lingkungan. Akses informasi lingkungan yang masih lemah menjadi faktor yang melemahkan penanganan kebakaran lahan.
Kasus kebakaran lahan juga telah memicu sengketa lingkungan. Pihak yang paling dirugikan adalah pemerintah dan masyarakat. Sisanya masyarakat luar negeri yang terkena dampaknya. Dalam konteks penanganan sengketa dampak lingkungan akibat kebakaran lahan, hukum lingkungan perlu mengkaji sumber sengketa lingkungan. Masalah kebakaran lahan di Riau melibatkan sumber sengketa yang beragam. Pemerintah dan masyarakat selaku pihak yang dirugikan harus berhadapan dengan masyarakat dan juga korporasi yang secara sengaja melakukan tindakan yang memicu sengketa lingkungan. Hak dan kerugian harus dialami oleh pihak pemerintah dan warga yang terkena dampak. Ini terjadi bisa terjadi karena pengelola lingkungan tidak mampu mengendalikan lingkungan kepada pemegang hak pengelola secara memadai. Hak masyarakat yang terganggu juga didukung oleh kesadaran masyarakat terhadap kualitas lingkungan yang makin tinggi. Maka sumber sengketa lingkungan sebenarnya sudah berpotensi untuk diketahui dan dikendalikan.
Pemerintah dan warga serta masyarakat luar negeri yang terganggu tentu mengharapkan tidak terjadi kasus yang berulang. Mengingat kasus terus berulang, dan belum ada cara efektif mencegah kebakaran lahan, maka hak gugat dalam lingkungan perlu dipergunakan oleh pihak yang dirugikan. Dalam kaitanya dengan pengajuan hak gugat, maka masyarakat harus menentukan bentuk objek hukum yang digugat secara jelas, akibat kebakaran lahan. Objek yang terganggu misalnya, tertutupnya kabut asap mengganggu pusat pertokoan, jasa dan perdagangan. Subjek hukum penggungat bisa pemerintah, organisasi masyarakat, orang/perorangan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Wujud gugatan hukum kasus kebarakaran lahan bisa berupa: tuntutan ganti rugi dan litigasi penyelesaian perkara lingkungan. Namun dalam menggungat perlu diperhatikan lingkup gugatan, tentu tidak mudah membutikan sejauh mana dampak pembakaran yang dilakukan oleh korporasi. Termasuk kesulitas untuk menentukan pihak korporasi mana yang bersalah. Dengan demikian, tata cara pengajuan gugatan serta diterima materi yang digugatkan.
Dengan demikian, hukum lingkungan dapat berperan dalam keseluruhan aspek penanganan kasus kebakaran lahan, baik dari sisi kondisi hukum lingkungan, penanganan sengketa masalah lingkungan, dan pengajuan hak gugat lingkungan.
Kewenangan Pemerintah dalam Kasus Kebakaran Lahan
Jika dipandang dari sisi tanggung jawab dan wewenang dalam konteks lingkungan, maka menteri lingkungan hidup adalah orang yang mewakili negara dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup, termasuk di dalamnya kebakaran lahan. Sebagai wakil negara maka sikap menteri dalam mengungkapkan pandangan, seharusnya mewakili kepentingan negara. Dalam kaitanya dengan kebakaran lahan, maka komponen yang harus mendapatkan pertanggungjawaban dari seorang menteri adalah pihak yang dirugikan, baik perseorangan maupun badan hukum. Dengan demikian, upaya warga maupun badan hukum dalam menuntut kerugian akibat kebakaran hutan harus menjadi prioritas pemerintah. Tidak seharusnya pihak pemerintah melarang warga menuntut kerugian kepada pihak yang melakukan pembakaran lahan secara sengaja.
Kegiatan pembakaran lahan yang memicu permasalahan lingkungan berupa kabut asap, seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah dalam upaya memberikan tindakan pencegahan dan juga pelarangan. Jika kasus demi kasus terus terjadi tiap tahunnya, maka pemerintah harus memberikan sanksi tegas, baik berupa ancaman pidana maupun perdata. Jika tindakan pembakaran lahan mengganggu lingkungan, maka kewajiban negara mencegah terjadinya kebakaran. Pada kondisi ini, menteri harus bertindak atas nama negara mencegah terjadinya kebakaran lahan, dan menindak tegas pelaku pembakaran yang dengan sengaja mengambil keuntungan dari pembakaran lahan.
Kekhususan Penegakan Hukum pada Kasus Kebakaran Lahan
Dalam konteks penegakan hukum lingkungan, law enforcement sebenarnya lebih baik untuk dikembangkan guna penanganan kasus. Akan tetapi, kasus yang telah melibatkan kepentingan korporasi dalam skala besar, maka penerapan saksi hukum perlu diberlakukan.