Mohon tunggu...
Pedro Babys
Pedro Babys Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Hobby saya membaca. Saya sangat tertarik dengan konten-konten editor dan konten tentang buku-buku terbaru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Partisipasi Politik dalam Ruang Siber (Kritik Republikanisme Menuju Locus Berpolitik Baru yang Demokratis)

26 Agustus 2024   19:47 Diperbarui: 26 Agustus 2024   19:47 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai kritik terhadap ‘republik’ Aristoteles, yang memungkinkan tirani kekuasaan (Aristokrasi), Cicero menekankan suatu kondisi politik yang benar-benar adil dan seimbang di mana warga masyarakat juga mempunyai keutamaan-keuatamaan (virtue). Diskursus republikanisme berkembang sepanjang sejarah peradaban politik dan dielaborasi lebih lanjut oleh Niccolo Machiavelli, James Harrington, Jean Jacques Rousseau dan James Madison. Dari hasil elaborasi pemikiran, pada intinya, republikanisme menekankan: partsispasi publik, kebebasan diartikan ‘sama’ dengan keterlibatan dan partisipasi, patriotisme, menekankan kehendak umum (volunteer generale), dan menekankan pentingnya institusi hukum (Robert, 2021:52).  Setelah itu, republikanisme dikembangkan oleh Hannah Arend dan Phillip Pettit yang bertujuan untuk memberikan kemapamanan pemerintahan modern yang bebas dari absoluditas.(Robert, 2021:81).

Republikanisme mengkritik model-model partisipasi politik berbasis Siber atau yang terjadi dalam ruang siber atas beberapa bagian penting. Pertama, kebebasan dan partisipasi politik dalam ruang siber. Etika republikanisme menekankan kebebasaan sebagai bagian yang tidak dipahami dalam konteks kebebasan radikal sebagaimana yang dipraktikan para politisi dalam ruang siber, kebebasan individual dan kesewenang-wenangan untuk merekayasa dan menggiring opini massa, demi terlaksananya segala preferensi individual. Paradigm kebebasan yang direkonstruksikan dalam ruang siber sebagai kebebasan individu sangat bertentangan dengan kebebasan yang diidealkan oleh republik. Karena itu, republikanisme mengkritik bentuk kebebasan individual dan kebebasan radikal yang dan menganut kebebasan positif (freedom for), yakni upaya membebaskan diri dari kebebasan individual yang rentan dan kontras dengan kehendak umum. Dengan demikian, jika mengikuti pembahasan Arend, bahwa kebebasan selalu berdampingan dengan politik, maka praktik kebebasan berpolitik dalam ruang siber harus benar-benar menunjang politik (sesuai dengan kehendak umum), bukan malah sebaliknya (Ranubaya et al., 2023:133). Maka, secara praktis, republikanisme menentang bentuk-bentuk partisipasi politik dalam ruang siber, yang bertujuan untuk mengejar followers atau mengejar jam tayang dan preferensi individual lainnya.

Kedua, kritik republikanisme atas ketidakadanya norma sebagai pengontrol bagi pengguna dan partisipan politik di ruang siber. Dengan adanya tatanan ruang, menuntut pula tatanan individu yang tergabung di dalamnya; sebagaimana yang telah dijelaskan, ruang siber adalah ‘negara’, dan penggunanya adalah bagian dari komunitas tersebut (cybercomunity), maka dibutuhkan kerangka norma, aturan dan hukum untuk mendisiplinkan ‘warga negara digital’ (digital citizenship). Walaupun ini terlalu berlebihan untuk disebut negara imajiner dan memungkinkan delusi ruang publik, namun kerangka norma sangat penting. Diskursus tentang pentingnya hukum dalam republik dimulai oleh Aristoteles (Robert, 2021:79). Selain itu, republic Imannuel Kant mengungkapkan bahwa pentingnya institusi hukum, sebagai basis politik bagi ruang publik dan ia sebut institusi tersebut sebagai hukum publik (Hardiman, 2010:93). Jika tidak ada hokum layaaklah kita membayangkan kembali model state of nature, imajinasi Hobbes.

Ketiga, kritik republikanisme terntang benturan preferensi individual terhadap preferensi publik. Republikanisme menghendaki patriotisme (bukan dalam artian militer, mati karena korban perang dan sebagainya). Republikanisme menghendaki patriotisme dalam artian, setiap orang dapat mengorbankan preferensi individual, segala bentuk kebebasan individualnya untuk membangun komitmen bersama dalam mencapai kehendak umum dalam polis. Permasalahan dalam ruang siber yang muncul dalam bentuk isu SARA, sebenarnya menampilkan kondisi masyarakat yang mengabaikan patriotisme.

Dari ketiga kritik yang secara eksplisit benar-benar membekas dalam sejarah diskursus tentang republikanisme ini, dapat ditemukan bahwa, republikanisme benar-benar menghendaki ruang siber sebagai locus berpolitik baru dalam menciptakan komunikasi publik, deliberasi publik dan partisipasi public secara ‘sehat’ dan demokratis. Sehingga, dari paradigma ruang siber yang cenderung imajiner bukan hanya menciptakan ‘ruang-ruang’ maya, tetapi dari paradigm ruang maya, dapat menghasilkan individu-individu yang benar-benar berpartisipasi dalam politik kebangsaan dan benar-benar diikat oleh imajinasi kebangsaan (nation). 

Kesimpulan

Persoalan antara ruang privat dan ruang publik, antara partisipasi politik dan sikap acuh tak acuh, di era digital sangat kental. Masuknya ruang siber dalam politik dan kebangsaan, mengubah cara pandang masyarakat tentang makna partisipasi politik, baik dari segi metode dan tata cara, dari segi motif dan tujuan dan lain sebagainya. Jangan sampai ruang siber menjadi bangkai inkubasi meluasnya praktik-praktik politik yang tidak sehat dan tidak demokratis. Kritik republikanisme bertujuan untuk merestorasi sistem dan bangunan demokrasi yang di era digital, telah berubah menjadi ruang sentimen dan ruang-ruang pembajak politik kebangsaan. Oleh karena itu, melalui ruang siber yang berparadigma republik, hendaknya ruang siber dijadikan sebagai locus berpolitik yang bertujuan untuk memediasi partisipasi masyarakat di era modern dalam konteks persoalan kebangsaan. Melihat persoalan demikian yang sangat urgen, maka direkomendasikan penilitian-penelitian terbaru dari berbagai disiplin ilmu untuk membedah persoalan Cyberspace yang tidak sempat dicatat dalam karangan ini.

Daftar Pustaka

Copleston, Frederick. 2020. Filsafat Aristoteles. Edited by Ama Achmad. Translated by Attolah Renanda Yafi. Yogyakarta: BasaBasi.

Hardiman, F. Budi, ed. 2010. Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis Dari Polis Sampai Cyberspace. Yogyakarta: PT Kanisius.

———. 2021. Aku Klik Maka Aku Ada Manusia Dalam Revolusi Digital. Yogyakarta: PT Kanisius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun