Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perang Rusia vs Ukraina Membingungkan Politik Bebas Aktif Indonesia

10 Maret 2022   06:14 Diperbarui: 10 Maret 2022   06:22 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang Rusia-Ukraina.Sumber gambar: tribunews.com

Sikap Indonesia itu bisa dipersepsikan bahwa Indonesia pada posisi sama dengan Amerika Serikat, Australia, Inggris dan negara-negara lain yang juga mengutuk tindakan Rusia.

Pernyataan Kemlu RI berpotensi menciderai kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Harusnya Indonesia tidak menyalahkan atau membenarkan Rusia dalam situasi penyerangan militer di Ukraina.

Pernyataan Kemenlu RI tersebut berbeda dengan penyataan Presiden Jokowi yang lebih pinter dan diplomatis merangkum kata untuk menyikapi situasi perang tersebut di depan media pada berbagai kesempatan. 

Lewat akun media sosialnya Jokowi menyatakan, "Setop Perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia." Pernyataan Jokowi itu tanpa menyebut dan tanpa memojokkan negara tertentu.

Banyak negara luar mengenal politik luar negeri Indonesia yang "aktif", dan  seringkali "cepat mengeluarkan sikap" terhadap berbagai konflik antar negara.  Tak hanya bersikap, juga bertindak aktif menjadi mediator perdamaian. 

Hal ini baik, walau kesibukan dalam sikap dan tindakan mediasi politik luar negeri Indonesia itu bukan berarti Indonesia sudah "clear" dan mahir menyelesaikan urusan perdamaian konflik internal negara sendiri.

Indonesia sendiri sulit mendamaikan banyak konflik internal, dan berbagai tindakan kelompok di masyarakatnya yang bertentangan dengan azas keadilan dan kemanusiaan.  

Berbagai pembiaran atas kejadi persekusi secara masif dan terstruktur oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas sering terjadi, dengan bernagai argumentasi. Negara bagai penonton, tanpa mampu berperan maksimal sebagai penuntas konflik.

--- 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun