Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Sesat Pikir Kompasianer Felix Tani Soal Golongan Miskin di Kompasiana

25 Februari 2022   12:15 Diperbarui: 25 Februari 2022   17:38 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : thebubble.org.uk

Tertawa yang gagal terselanggara merupakan kemalangan besar bagi para penikmat tawa. Maka jadilah ia dalam golongan merugi, sementara si Penyelenggara bisa jadi mendapatkan untung besar (peb).

Tadinya saya ingin tertawa berdasarkan bacaan yang menghibur di Kompasiana. Tapi tertawa itu mendadak gagal terselenggara. Pasalnya, tulisan itu mengandung sesat pikir. 

Adalah tulisan Felix Tani, seorang oposan garis bengkok di Kompasiana, telah melakukan sesat pikir yang berpotensi mempengaruhi secara negatif terhadap para Kompasianer lugu, naif dan militan menganut faham garis lurus. 

Kompasianer Felix Tani paling sering merisak admin Kompasiana dengan cara Logical Fallacy atau sesat pikir. 

Saya sebagai Kompasianer--yang walau pemalu namun baik hati, rajin menabung serta memiliki anu yang lebih--tentunya tak ingin melakukan pembiaran.

Seperti dua kalimat pepatah bijak tertulis, pertama ; "Biar pasak daripada tiang". Kedua ; "Biar sama dimakan, tak ada sama ditahan."

Saya yakin para Kompasianer sudah mengerti dua pepatah hebat tersebut. Jadi tak perlu lagi dijelaskan. Dalam lagu-lagu populer sudah sering dijadikan lirik lagu yang syahdu penggugah hati, misalnya ; "Biar...biarlah pergi, asalkan kau bahagia. Biarlah kini, hidupku sendiri"

Dalam tulisan sesatnya (sumber di sini), Felix Tani menyampaikan pemikiran bahwa Kompasianer yang rajin menulis di Kompasiana termotivasi mengejar recehan KRewards, namun dengan banyak tulisan justru mereka merugi. Lalu apa yang diharapkan di Kompasiana?  

Selanjutnya dikatakan bahwa bila motivasinya berbagi atau amal, tetap saja berujung pada kerugian, yang berujung pada miskin. Hal itu terjadi pada banyak penulis di Kompasiana. Maka masuklah mereka pada golongan miskin. 

Ketika seseorang jadi Kompasianer kemudian secara sadar atau tidak mengalami kerugian sehingga  masuk golongan miskin, maka hal itu sungguh t . e .  r . l . a . l . u !

Dalam ilmu Somplacology, sebuah turunan ranah ilmu Ngawurlogi yang disempurnakan dengan standar FIFA dan AFC atas persetujuan PSSI, argumen tentang golongan miskin yang dibangun Felix Tani merupakan sebuah sesat pikir Mixed Good Fallacy, yakni tipe "cirlular argumen" dan "hasty generalization". Mari kita lihat lebih dalam.  

Secara kuantitatif, selama ini Felix Tani memiliki prestasi hebat, yakni rajin menulis dan sangat konsisten, konstan serta konsekuen berperan pada aktivitas program KRewards Kompasiana.

Prestasi mencoloknya adalah konsisten tidak pernah mau masuk 10 besar penerima KRewards. Tidak pernah mau mendapatkan jumlah di atas 1 juta rupiah. Konstan mempertahankan prestasi urutan 69, walau hal itu dilakukan dengan bantuan obat kuat dari Acek Rudy--sekutunya di Kompasiana. 

Selain itu, Felix Tani konsisten dan konsekuen membayar pulsa dan paket internet dari kantong pribadi. Jadi, bukan dari penghasilan KRewards!

Prestasi itu dijadikannya sebagai amunisi untuk merisak admin dan mempehapekan MasKarso dalam hal pembayaran hutang. Hal ini dilakukannya secara terstruktur dan masif. 

Selanjutnya berdasarkan pengalaman empirisnya yang panjang itu, Felix Tani membangun diktum dan opini bahwa semua Kompasianer menulis di Kompasiana karena mengejar KRewards. Dalam hitungannya, semua Kompasianer berprestasi.

Diktum Felix Tani itu sesat pikir yang parah. Jangan sampai para Kompasianer terpengaruh, lalu mengalami penurunan semangat menulis di Kompasiana. Ingat, menulis di Kompasiana itu penting. Namun lebih penting lagi menulis di Kompasiana.

Saya terpanggil untuk membela kepentingan Kompasianer agar tidak ikut sesat pikir. Serta kepentingan Admin Kompasiana agar terlaksana suksesi tahun 2222 secara aman, lancar dan membaggakan.

Perlu Kompasianer ketahui, Felix Tani merupakan Kompasianer yang Fakir KRewards, jadi tidak layak dijadikan rujukan. Felix Tani hanyalah Kompasianer lansia yang sudah pikun. Rambutnya saja sudah putih. Suka lupa kalau ada jemuran lada di atas mobil. Jelek banget, bukan?

Iiiiih, nggak deh...aaaw! Eeh, Kompasianer tau nggak sih? Karena kelansiannya itu, wajah Felix Tani berkeriput, lho ! Jauh deh dari idola kita bersama yakni Kim Min Hoo,  Jun Jhi-hyun, Kim Yong-jung, Park Bo Young, Kim Pepep-young, Park Al Pepep dan Kim Peb Top. Pokoknya beda bangeet deh! Bagai bumi dengan galaxi! 

Satu lagi yang Kompasianer perlu ketahui, Felix Tani itu tak pernah mandi tengah malam. Tau nggak kenapa? Dia takut masuk angin dan encoknya kambuh! Hahahahahaha! Kompasianer kok takut mandi? Trus kalo malam-malam nulis artikel Kompasiana berarti gak mandi, dong? iiih, jijay deh aah...Saya aja kalau malam menulis artikel Kompasiana selalu gak pakai celana, kok!

Soal tidak untung menulis di Kompasian seperti yang dikemukakan Felix Tani juga tidak benar.

Saya selalu dapat untung. Bulan lalu saya mendapatkan KRewards Rp. 696 ribu. Saya lalu membayar paket internet Indihome rumah sekitar 420 ribu. Jadi bulan lalu saya  dapat untung bersih Rp. 696 ribu - Rp 420 ribu = Rp 276 ribu. 

Lalu bulan ini saya dapatkan KRewards Rp 10 ribu. Tagihan Indihome saya 425 ribu. Lalu ketika istri saya pulang belanja dari anumart, istri saya mengabarkan udah bayar Indihome. Tentu saja pakai uang belanja bulanan dari saya. Saya sangat untung karena KRewards saya tetap utuh di Gopay.

Nikmat untung mana lagi yang didustakan? Jadi tidak ada ruginya menulis di Kompasiana dan mendapatkan kemewahan K.Rewards !

Demikian pembelaan sekaligus pencerahan kepada para Kompasianer dan para admin kolega saya. Perlu diketahui bahwa pembelaan saya ini valid menggunakan metode AdHominem. Metode ini sangat sahih dengan tingkat presisi 99,99 persen.

Dasar pemikiran saya sesuai pepatah dan semboyan ; "Untuk mengalahkan petinju jangan mengajaknya bertanding catur". Semboyannya ;"Dukung terus Timnas Indonesia. Hidup Shin Tae-yong!"

Salam sehat pikir

---- 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun