Apa sebabnya?
Dua tulisan Yos Mo itu tidak memuat nama Kompasianer tua bernama Felix Tani, yang sering dipanggil Engkong Felix.Â
Perlu dipahami bahwa realitas-faktualitas data kuantitatif Engkong Felix setelah diolah tidak mendapatkan rangking yang memungkinkan namanya berada urutan bergengsi. Akhirnya namanya tidak muncul dalam daftar statistik yang dipublish Yos Mo di Kompasiana.
Sebagai Kompasianer berpengaruh dan terkenal seantero jagat Kompasiana, beliau sangat tersinggung namanya tidak ada dalam daftar bergengsi tersebut. Hidupnya jadi tidak tenang. Setiap hari galau dan meracau yang diekspresikan di depan kumpulan sapinya.
Kompasianer Felix Tani merasa dilecehkan laksana uang 5 rupiah tanpa nilai, sehingga dia ngamuk-ngamuk dengan cara membully admin Kompasiana. Kasihan para admin. Mereka menangis pilu dibalik cubicle kantor Kompasiana.
Sebagian Kompasianer yang pemalu kemudian mengurung diri di toilet dan gudang kantor. Mata mereka nanar, wajah pucat, nafas ngos-ngosan, gerak dada tak beraturan serta jakun turun-naik menahan emosi kesedihan.
Amukan Engkong Felix menjadi sangat provokatif terhadap begitu banyak pengikutnya di Kompasiana. Akibatnya, citra kehebatan admin dan blog Kompasiana jadi rusak. Dikuatirkan kelak akan muncul gerakan radikalis terhadap kestabilan dan status quo Kompasiana yang selama ini jadi kebanggaan admin.
Lalu bagaimana strategi meredam amukan Engkong Felix? Gampang. Bikin narasi kualitatif di bawah atau di bagian akhir data statistik yang mencantumkan nama engkong Felix Tani. Isi narasi itu misal : Berikut dua nama Kompasianer yang potensial mendapatkan banyak Headline dan KRewards terbanyak dimasa depan ; Felix Tani dan Pebrianov.Â