Lebih sial lagi, klub mereka saling bersaing, dan merupakan seteru abadi dalam iklim kompetisi yang sama.
Dengan situasi seperti itu, publik sepakbola bisa langsung melakukan perbandingan secara "aple to aple" terhadap Ronaldo dan Messi. Â
Subyektifitas "apple to apple" menjadikan kekuatan Ronaldo dikalahkan keindahan Messi.
Subyektifitas publik sepakbola cenderung menempatkan pesona keindahan lebih tinggi dari kekuatan. Mereka pikir "menciptakan keindahan hanya bisa dilakukan orang jenius, yang memuat gabungan talenta yang besar, kecerdasan yang tinggi, wawasan luas, dan kehalusan budi-aksi.
Untuk mencetak gol, seorang Messi tak perlu menggunakan "tenaga besar", melainkan kejeniusan!
Ronaldo harus bisa lepas dari penilaian komparatif publik yang tidak adil itu. Dia harus berada di ruang atmosfir kompetisi yang tidak sama dengan Messi !
Kembalinya Ronaldo ke MU menjadikannya punya tempat yang tepat untuk melepaskan diri dari bayangan Messi.Â
Beruntungnya Ronaldo, Messi pindah ke ruang atmosfir yang lain, yakni kompetisi Liga Perancis.
Liga Inggris dan Perancis adalah dua ruang atmosfer sepakbola yang berbeda. Setiap atmosfer ada atau bisa tumbuh mega bintang, atau justru meredupkannya.
Keberadaan dua atmosfer "baru" yang saling berbeda menempatkan Ronaldo dan Messi tak lagi bisa diperbandingkan seenaknya!
Kedua atmosfer berbeda itu kini sekaligus menjadi ruang ujian kebintangan Ronaldo dan Messi dalam hal mekanisme survival kebintangan mereka.
Ronaldo memiliki sumber kekuatan lain yang masih tersimpan yakni prestasi hebat masa lalunya bersama MU. Disisi lain, setiap gol yang diciptakannya untuk MU akan selalu menjadi pelepasan bayangan Messi yang telah lama merundungnya.Â
----