Suatu ketika, sepulang TC dari luar negeri, setibanya dari bandara Soekarno-Hatta, Indra Syafri langsung pergi terburu-buru meninggalkan bandara karena akan menghadiri pernikahan anak coach Rahmad Darmawan--sesama kolega mantan pelatih nasional--yang sudah dianggapnya saudara sendiri. Menghadiri pernikahan itu seperti kewajiban keluarga layaknya budaya Indonesia.
Sebelum pergi, Indra Syafri tak lupa pamitan dengan Official PSSI dan anggota Tim Pelatih Korea Selatan dan menjelaskan kepergiannya tersebut. Berselang beberapa waktu kemudian, coach STY marah besar karena menganggap Indra Syafri tidak sopan, tidak profesional, dan tidak menghargainya karena kepergiannya tidak ada pamit atau pemberitahuan.Â
Dalam suatu kesempatan rapat dengan PSSI, coach STY mengusir Indra Syafri dari ruangan. Hal itu diterima Indra Syafri dengan penuh kesabaran karena tidak mau ribut di ruangan tersebut.
Berbagai kegundahan dan kemarahan coach STY itu sering diungkapkannya di media Korea Selatan!
Indra Syafri kaget atas penyataan STY di media masa. Hal internal tim yang seharusnya tidak dijadikan konsumsi publik.
Indra Syafri tidak mau dipersalahkan begitu saja karena dia sudah melakukan prosedur perizinan.
Indra Syafri "membalas" coach STY lewat media nasional. Maka terjadilah perang dingin antara Indra Syafri dengan coach STY dalam tubuh jajaran manajemen Timnas Indonesia. Hal tersebut menimbulkan kondisi tidak kondusif dalam tubuh kepengelolaan Timnas Indonesia.
"Kalau dia [Shin Tae Yong] tidak datang harus kami evaluasi. Mungkin dipecat. Sejago apapun dia, sudah terikat kontrak. Kami minta minggu depan dia datang ke Jakarta. Kami lihat minggu depan datang atau tidak dia. Ada kemungkinan dia diputus kontraknya, karena tidak memenuhi kewajiban. Ada tiga bulan dia mangkir, walaupun mungkin dua bulan pertama karena ada alasan masuk akal,"Â
(Syarif Bastaman, Ketua Satgas Timnas Indonesia --- sumber )
Polemik sering muncul terkait ulah STY sendiri yang "bermulut ember" di media Korea Selatan. Kesan yang timbul seolah coach STY  sebagai pihak yang "dizolimi" atau menjadi "korban" (playing victim)  selama melatih Timnas Indonesia.Â