Kini hidup dipenuhi dan dikendalikan beragam narasi, yang secara sadar atau tidak, telah menjajah hidup manusia modern yang lekat dengan kemajuan dunia informasi. Kebebasan berpikir dirampas narasi. Uniknya disisi lain, banyak orang merasa (sudah) nyaman dengan narasi-narasi berkeliaran dan melilit bangunan berpikirnya.
Narasi berasal dari kata latin, narrare yang berarti mengatakan, memberi tahu.  Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), pengertian Narasi adalah sebuah cerita atau kejadian sastra cerita atau deskripsi sebuah kejadian atau peristiwa, kisahan, tema sebuah karya seni.Â
Secara sederhana narasi dipahami sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu.Â
Narasi merupakan  salah satu jenis teks yang digunakan dalam berbagai kepentingan. Teks bukan semata dialog atau kutipan fiksi atau non fiksi melainkan bentuk pengembangan paragraf sebuah teks tentang rangkaian peristiwa dan waktu berupa pembentukan informasi, pelaporan, atau penciptaan deskripsi yang imajinatif,  reflektif, sugestif, estetis, dan memuat konflik.Â
Narasi berusaha "menggambarkan dengan sejelas-jelasnya" kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi sehingga pembaca bisa larut dan merasakan berada pada keadaan tersebut. Di dalamnya, unsur cerita dan discourse (text dan context) yang memuat struktur atau anatomi cerita dan tokoh.Â
Lalu, untuk apa narasi diciptakan? Jawabannya tergantung kepentingan pihak yang menciptakan narasi, serta sumber informasi apa yang dipilih dan jadi pendukungnya.
Dalam dunia politik, peran narasi sangat vital.  Dengan narasi itu, lembaga politik menciptakan pemikiran tertentu dari isu-isu tertentu, kemudian dengan upaya tertentu pemikiran itu ditanamkan  di benak publik. Tujuan narasi itu tentunya mendapatkan segala kemungkinan yang bermuatan untuk memberikan kontribusi positif bagi lembaga politik atau pelaku politik tersebut.Â
Pada dunia ekonomi-bisnis, misalnya terkait citra produk, profesionalitas, kepengelolaan, dan lain lain. Â Dalam dunia media, Kompasiana bisa dikategorikan sebagai bagian dari kumpulan narasi yang dibuat para Kompasianer (penulis), difasilitasi admin dan dikonsumsi para pembaca Kompasiana.Â
Banyak isu dan pemberitaan yang beredar bersumber dari realitas atau fakta. Fakta itu kemudian menjadi data yang dikemas dengan berbagai bentuk, bisa berupa tulisan, audio visual dan lain sebagainya sehingga membentuk narasi-narasi yang bisa saja bersifat liar dengan tujuan sangat produktif pada suatu hal, namun jadi kontraproduktif terhadap hal lainnya.Â
Ketika kemudian narasi terbentuk, realitas yang dinyatakan dalam data seringkali tidak lagi merepresentasikan realitas sesungguhnya, yang memunculkan dikotomi realitas dengan data, yang jadi perdebatan (discourse) di ruang publik.Â