Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Surat Terbuka untuk Kompasianer Helen Adelina

7 April 2021   08:56 Diperbarui: 7 April 2021   10:24 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salam kenal dan salam hangat...
Seorang kawan saya yang terlarang disebutkan namanya mengirimkan link artikel mbak Helen kepada saya. Katanya, ada nama saya disebut di dalamnya. Judul artikel itu adalah "Opini Seorang Silent Reader tentang Para Kompasianer", Jum'at, 3 April2021. 

Saya kemudian membaca artikel itu.  Isinya sangat menarik karena ditulis secara runtut, bahasa yang santai penuh persahabatan dan didukung pengetahuan dinamika Kompasiana masa lalu. Uniknya, mbak Helen ternyata anggota  Silent Reader garis keras yang sudah lumutan dan berkarat di Kompasiana sejak zaman kepo lu sich, sampai tulisan itu dibuat. 

Tidak banyak penulis bisa sesabar Mbak Helen  dijagat hingar bingar Kompasiana. Admin pun tidak mampu seperti itu. Sebagai wujud eksistensi sebagai Kompasianer, para admin minimal melakukan aktivitas karantina artikel para Kompasianer, menulis artikel pengumuman pemenang K.Reward, menulis peringatan terhadap penulis yang artikelnya dianggap nakal, menekan tombol labeling sembari menggaruk-garuk kepala dan ketawa sendiri di depan laptop dalam kubikelnya.  

Sesuai pakem resmi saya, yakni sebagai Kompasianer yang berpenuh halu tanpa malu, usai membaca artikel mbak Helen, saya jadi tersipu-sipu merah jingga sembari menundukkan wajah dan memainkan ujung rambut, karena nama saya jadi salah satu yang disebutkan sangat nganu di Kompasiana. Saya jadi ingat  salah satu penggalan syair lagu kaporit saya ; "Di doa ibuku, namaku disebut...di doa itu kudengar ada namaku disebut". 

Nah, bisa jadi karena doa ibu, maka tersebutlah nama saya di artikel itu. Heu heu heu...

sumber gambar :wallpapercave.com
sumber gambar :wallpapercave.com

Sebab Saya Tidak Ingin Diingat
 
Saya sebagai lelaki pemalu yang profesional, bersertifikat rapopo 2014, rela ditolong dan tabah, jaim, terampil, dan gembira serta narsis kronis, saya haturkan terimakasih karena dijadikan salah satu "Unforgetable Kompasianer"--- yang selalu diingat mbak Helen. Disatu sisi ini suatu prestasi langka dan membutuhkan upaya penangkaran yang serius, namun disisi lain posisi saya jadi rentan nganu. Sejatinya saya takut diingat, dan memang tak banyak orang yang mau meningatkan saya, kecuali Kang Dadang si Penjual dandang, panci dan ember keliling.  

Perlu dipahami secara bijak dan lapang dada bahwa piring-gelas, dandang, panci, kuali, baskom, ember di rumah saya masih ngutang dari kang Dadang, yang beberapa kali dalam seminggu dipastikan lewat depan rumah dengan gerobak berisi peralatan rumahtangga.  

Konsep kang Dadang sangat jelas, yakni "Cash or Credit" sama saja. Bagi kang Dadang, bunga semangka berdaun sirih itu wajib hukumnya. Saya memilih konsep credit sebagai wujud penerapan ideal teori ber-sosialita,  yakni "hidup yang berguna adalah mampu mendapatkan kredit dari orang lain".  Dan karena konsep itu, kang Dadang selalu penuh riang gembira singgah di rumah saya untuk nganu, biarpun saya sudah berupaya sembunyi di rumah tetangga. 

Saya berharap mbak Helen tidak berteman dengan kang Dadang, baik di darat, laut dan udara. Baik di alam maya, alam nyata maupun di alam gaib. Saya kuatir terjadi obrolan tak berkesudahan soal konsepsi sosialita saya, sehingga mbak Helen makin sering mengingat nama saya. Hal ini tidak sehat bagi dompet saya pada akhir bulan. 

Saya ingin bisa ketemu mbak Helen di Kantin Barak dekat AR-FSRD-PWK. Tapi sayang disayang aduhai disayang...kantin itu kini sepi, tidak menarik lagi bagi para pemilik kantong pas-pasan. Bahkan kampus sekarang bagai kuburan karena pandemi.  

Seperti kata pepatah bijak para leluhur ; "Tak ada kantin, cafe malah pun jadi" . Di depan kampus sekarang ada cafe bagus, namanya agak-agak keminggris, jadi saya malu menyebutnya di sini  karena lidah sambel terasi saya tak mampu mengejanya secara sempurna. Selain itu,  di cafe tidak bisa melakukan relasi transaksi "ntar-nanti-besok" seperti mutualisme romantis saya dengan kang Dadang.  

Sedangkan di deret pedestrian depan kampus berderet warung pecel lele juga mengalami hal yang sama dengan cafe keminggris itu. Alhasil, sementara ini cukuplah kita bertemu di Kompasiana, disaksikan ratusan ribu Kompasianer yang menelan iler sembari mendoakan kita berdua agar tak lekang oleh zaman. 

sumber gambar IDN.Times
sumber gambar IDN.Times

Rahasia Saya dan Kisah Mbak Helen di Bus Trans Jakarta

Mbak Helen,
Saya berharap tidak ada lagi kejadian mbak Helen tertawa sendiri saat membaca Kompasiana di bus trans sepulang dari kantor menuju rumah. Hal itu sangat berbahaya bagi mbak Helen sendiri dan para penumpang lain yang sedang tertidur kelelahan di kursi masing-masing. 

Para penumpang itu akan mendadak terbangun, padahal mereka sedang menikmati beragam mimpi, mulai dari mimpi nomor togel yang akan keluar minggu depan, mimpi basah, mimpi jadi orang kaya tanpa bekerja keras, mimpi artikelnya dilabel Headline, mimpikan saya jadi admin yang loyal memberikan label Headline dan Pilihan, mimpi bertemu bidadari, dan berbagai mimpi lainnya sesuai ketentuan undang-undang pemimpi. 

Efek batal mimpi mereka bisa menyebabkan mbak Helen jadi tertuduh perusak mimpi. Ini tuduhan serius, yang merugikan eksistenisi Kompasiana sebagai blog kroyokan rumah indah milik bersama. Bila tuntutan dirunut, selain Kompasiana, maka saya juga akan terkena imbasnya sebagai pihak yang bertanggung jawab. Tentu ini bisa merusak reputasi saya sebagai lelaki pemalu yang kafah. 

weheartit.com
weheartit.com
Perlu dipahami bahwa, walau mimpi itu gratis, tapi ketika sudah jadi milik si Pemimpi maka secara perhitungan ekonomi ada standar satuan harga (SSH) dan Harga Satuan Pokok Kegiatan mimpi yang harus dipertanggungjawabkannya. Mereka harus punya data mimpi, persiapan, pengolahan dan analisi mimpi. Semua itu secara relatif berbeda pada setiap orang dalam pengeluaran biaya, misalnya tikel bus, tisu untuk ngelap iler, syal penutup mata, ongkos desain imaginasi mimpi, faktor resiko bila ketahuan mimpi basah, dan lain sebagainya. Bila ternyata orang tersebut seorang pemimpi profesional maka akan lebih njilmet lagi.  

Harga seorang pemimpi profesional jauh lebih mahal karena faktor pencapaian setiap tahap kariernya melalui proses yang rumit dan waktu yang panjang, penuh perjuangan lewat latihan keras dan uji tanding yang berpotensi cidera otak. Selain itu harga/nilai mahal si Pemimpi terbentuk karena sudah mendapatkan pengakuan berbagai lembaga pemimpi profesional, sertifikasi pemimpi, kontrak profesional pemimpi,  dan adanya konsensus para stake holder.

Kesialan ringan tapi bikin tersipu saat mbak Helen ketawa sendiri di bus Trans adalah kecipratan erupsi iler, atau langsung mendapatkan muncratan iler para pemimpi amatiran ataupun profesional saat kaget, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Tawa sendiri mbak Helen memprovokasi urat kaget mereka, lalu terjadilah distribusi iler itu secara liar.  

Hal paling sulit adalah bila semburan iler itu masuk ke mulut mbak Helen. Ibarat mbak Helen pacaran dengan Keanu Reeves, lalu dia kaget dan menyemburkan iler. Hanya ada dua pilihan, menelannya  atau cuma mencicipinya karena secara pragmatis dan teoritis "iler muncrat tidak bisa ditarik lagi".  

Apa bila mazhab iler si Pemimpi itu satu genre dengan iler mbak Helen tentu akan memudahkan pengambilan keputusan, yakni telan aje!  Secara politis iler mbak Helen berkoalisi  secara indah dengan muncratan iler si Pemimpi.  Bila itu terjadi, tugas Mbak Helen jadi ringan, dan bisa terus melanjutkan tawa membaca Kompasiana di dalam bus. 

Tapi bila iler si Pempimpi itu berlainan ideologi, walau harus ditelan, masih diperlukan deal-deal tersendiri untuk mencapai azas keseimbangan dan mutualisme. Mbah Helen butuh waktu melakukan konsolidasi dari koalisi iler si Pempimpi dengan iler mbak Helen sendiri. Energi mbak Helen akan banyak terkuras, yang bisa mengurangi kekhusyukan membaca Kompasiana, dan juga menyebabkan selalu ingin kencing di tempat duduk.

Dalam proses konsolidasi-koalisi itu, saya kuatir mbak Helen mengalami ilusi, distorsi orientasi atau berbagai perubahan lainnya yang berujung pada keputusan kapok membaca Kompasiana.  

Turunan kapok itu bisa merugikan admin Kompasiana, dan blog Kompasiana itu sendiri karena kehilangan profesional Silent Reader sekelas mbak Helen. Efek turunan lainnya ; lagi-lagi saya dijadikan tertuduh oleh para Kompasianer dan Kompasiana karena stigma saya cowok pemalu, yakni sebagai biang rusuh berhentinya mbak Helen sebagai Kompasianer lumutan. Mbak Helen kapok, maka negeri ini akan kehilangan salah satu putra terbaiknya. Aah, semoga hal ini tidak terjadi !

sumber gambar jagad.id
sumber gambar jagad.id

Tentang Saya dan Kompasianer Felix Tani CS

Mbak Helen,  
Relasi pertemanan saya dengan Kompasianer Felix Tani dan grombolan kenthirnya merupakan sebuah rahasia besar di Republik Kompasiana. Kali ini rahasia ini saya sampaikan ke mbak Helen karena saya sudah kadung tersipu-sipu merah jingga setelah tahu bahwa mbak Helen mengingat saya. 

Secara teori kimia mistis bahwa "orang yang sudah mencapai maqam tertinggi tersipu-sipu, maka akan memberikan semua rahasia kepada pemberi tersipu itu tanpa kalkulasi ekonomi, perhitungan berat jenis kelamin, dan besaran koefisien gesekan". Saya sangat konsisten menerapkan teori hebat itu. 

Saya mohon rahasia tersebut jangan diketahui para Kompasianer lain, khususnya jajaran admin. Saya yakin mbak Helen tidak akan membocorkannya. Rahasianya begini ; saya bermain dua kaki dalam pertemanan dengan Felix Tani ! Di satu sisi, saya jaga jarak dan walau pakai masker, namun disisi lain saya tidak memusuhinya walau sudah cuci tangan pakai handitiser. Kenapa? 

Felix Tani dan grombolannya terindikasi membawakan faham Kenthir di Kompasiana, yang kalau menulis tanpa metode, tanpa jaim, dan sangat anarkis terhadap huruf, kata, dan kalimat sehingga tulisan mereka berpotensi merusak arti dan makna kemerdekaan menulis.  

Selain itu bisa mencoreng marwah Kompasiana sebagai kumpulan penulis dengan konten serius, santun dan terpercaya. Ingat, sebagai media maya resmi, Kompasiana selalu jadi rujukan para pembaca, serta sebagai media informasi dan pembelajaran. Kompasiana selalu nangkring di posisi  30an media/laman top di Indonesia.  

Maka tak heran, laman Kompasiana dipercaya pemasang iklan obat gatal dan gangguan bau nafas, karena sangat laku tersebab banyak masyarakat kegatelan dan sulit bernafas secara segar. Masyarakat penderita gangguan tersebut sangat beruntung membaca dan mendapatkan informasi positif dari Kompasiana. 

Kompasiana, melalui literasi yang sehat diharapkan jadi salah satu agen perubahan anak negeri menuju Indonesia lebih hebat, tanpa kegatelan dan gangguan nafas tak sedap. Nah, kalau sampai faham kenthir ala Felix Tani bergentayangan dan banyak Kompasianer terpapar, akan jadi apa negeri ini? Bisa-bisa setiap orang tertawa-tawa tanpa kenal waktu dan tempat sambil kegatelan dengan nafas tak sedap. 

Saya menduga para Admin Kompasiana tidak suka pada gerombolan Kenthir itu. Terbukti sejak ditemukannya mesin uap pada zaman Firaun, bahkan sejak zaman renaissance artikel berpaham kenthir tidak pernah mendapatkan label Headline dan Furture Article--- yang merupakan label bergengsi di Kompasiana. 

Artikel Kenthir paling tinggi dapat label "Pilihan", itu pun karena berstatus ex-officio, yakni si Penulis sudah kadung bercentang Biru. Selain itu, admin males menghilangkan label itu karena sering ngantuk saat piket, kadang masuk angin dan dikerok pakai bawang merah campur minyak goreng oleh sesama admin piket. Dalam kondisi tersebut, admin jadi takut terjadi ledakan bom Kenthir para pengikut Felix Tani. Kestabilan Kompasiana bisa terguncang, dan menguras energi K.Rewards yang tidak sedikit. 

Saya tidak ingin para admin dan Kompasianer lain tahu saya berteman dekat dengan Felix Tani Cs, karena bisa saya bisa saja dianggap bagian dari gerombolan Kenthir. Hal itu merusak citra saya sedang menapak karier dari seorang lelaki pemalu menjadi admin tahun 2222.  Untuk mewujudkan ambisi itu, maka sejak awal saya harus punya citra positif19 sebagai Kompasianer serius, santun, cerdas, cinta alam dan kasih sayang pada setiap wanita. Patriot yang showpants dan kesatean. Patuh dan sukar bermusyawarah. Rela ditolong dan tabah. Saya juga selalu rajin, terampil, dan gembira. Selain itu hemat, cermat, dan bersahaja.  Apalagi saya ini rupawan, ganteng dan tampan. 

Semua citra positif19 tentang saya itu harus melekat dibenak publik Kompasiana, sehingga mereka kelak bangga pada saya yang menjabat sebagai Admin tahun 2222. 

mediastorehouse.com
mediastorehouse.com

Disisi lain, Felix Tani adalah teman seperjuangan saya pada masa lalu. Kami berdua merupakan aktipis sinyal hp garis keras. Pada masa lalu, saat orang baru mengalami euforia punya hp. Mereka hanya beli hp dan kartunya saja. Sementara saya dan Felix Tani punya trobosan heroik yakni membeli hp beserta sinyalnya, sehingga kami tidak pernah fakir sinyal. Kami juga melakukan trobosan legendaris yakni beli sinyal tidak pakai celana. 

Bekal sebagai teman seperjuangan itu alan saya manfaatkan, bila kelak ada yang mencoba menghalangi ambisi saya jadi admin 2222, maka secara senyap--tanpa diketahui publik,  saya akan gerakkan Felix Tani beserta gerombolan kenthirnya untuk melakukan aksi teror kenthir yang bisa menempatkan saya pada posisi terhormat di ruang publik.  

Mbak Helen tentu ingat beberapa waktu lalu Felix Tani berkoar-koar melakukan aksi protes terhadap admin minta label Headline untuk aneka tulisan nganu, minta K.Rewards tanpa perlu menulis bagus, memprotes karantina tanpa pesangon, minimnya empati admin pada ratapan para kompasianer, dan lain-lain.  

Saat aksi protes itu terjadi, saya tampil bak johan pahlawan, dengan mengumbar janji-janji memenuhi tuntutan mereka bila kelak saya jadi admin 2222.  Padahal, pssst....! Mbak Helen jangan kasi tahu mereka, ya...itu cuma janji gue doang. Tuntutan Felix Tanu Cs itu aneh dan nggak masuk akal...iiihhh...enggak deh, emang gue cowok apaan? Bagaimanapun, gue kagak mau merusak citra sebagai alumnus Kindergarten di Harpart Unipersiti. 

Satu lagi, saya dulu waktu muda pernah aktip di dunia Kenthir. Tapi sekarang tidak lagi, dan sudah berhenti setelah dipakai Den Saleb Tjap 88 sebagai tenaga ahli analisis Kenthir. Usai dari itu, saya bersih dan berniat jadi admin 2222. Untunglah tidak ada admin dan kompasianer yang tahu kalau saya dulu aktipis Kenthir. Cukup mbak Helen saja yang tahu. Deal? 

Target saya jadi admin adalah saat momen krusial kejuaraan sepakbola Piala Asia dan Piala Dunia senior tahun 2022. Paling telat saat piala dunia U20 tahun 2023. Pada momemen itu, semua mata dunia termasuk para admin tertuju pada bola. Nah, di saat mereka lengah, maka saya akan merebut kursi admin. Begitulah strategi saya.  Doain saya ya...
 
Mbak Helen...
Demikian surat terbuka saya dibuat tanpa tekanan, gesekan maupun goyangan dari pihak manapun. Terakhir, sebagai kesimpulan dan pesan "Jangan pernah kenal dengan kang Dadang!" Heu heu heu...

-----  
 Peb,
 07042021

sila baca tulisan saya yang lain :

" Usai Tumbangkan Moeldoko, Ternyata AHY Masih Punya PR Besar "

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun