Â
"...KSP Moeldoko bohong lagi, jangan sampai karena merasa terpojok oleh perbuatannya sendiri, juga terperangkap oleh perbuatan awalnya bahwa dia tidak terlibat dalam gerakan pendongkelan kepemimpinan partai Demokrat yang sah, kemudian ke depan KSP Moeldoko dengan pengikut-pengikutnya memproduksi lagi kebohongan-kebohongan baru menjadi mesin yang memproduksi fitnah dan adu domba...di sisi lain bila ia menyangkal perbuatannya itu, maka ia telah tertipu oleh makelar politik..." (www.kompas.tv "Tiga Minggu Tak bersuara, Moeldoko Berbohong Lagi")
Moeldoko, mantan jenderal dan masih aktif menjabat Kepala Staf Presiden kini jadi bintang baru di pentas politik negeri ini setelah bersama kelompoknya "berhasil" mengklaim dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat lewat KLB di Deli Serdang.
Selama ini Deli Serdang--sebuah kabupaten di wilayah pantai Timur Provinsi Sumatera Utara--bukanlah daerah barometer politik nasional. Bukan pula destinasi panggung politik para politikus kawakan untuk mendapatkan legitimasi level nasional. Namun kini dicatat dalam sejarah sebagai tempat panggung dramatis kelahiran dan pentahbisan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB.
Panggung itu merupakan locus paling tercela bagi  Partai Demokrat yang sah pimpinan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono). Kenapa? Karena jabatan ketua umum Moeldoko dianggap hasil "malpraktek demokrasi" oleh kelompok besar yang tidak sejalan kepemimpinan AHY dan para mantan anggota Partai Demokrat yang kecewa pada Partai Demokrat era sekarang. AHY menyebut kelompok ini makelar politik
Sosok personal Moeldoko jadi makin tercela karena serangkaian isu dan peristiwa politik di internal Demokrat sebelum KLB sudah menyertakan namanya sebagai biang kisruh. Moeldoko bersama para makelar politik tersebut jadi tertuduh rencana kudeta terhadap Partai Demokrat yang sah.
Waktu itu semua tuduhan ditepis Moeldoko dengan argumentasi yang rasional. Simpati publik pun mengalir pada Moeldoko, apalagi tuduhan itu membawa nama Presiden Jokowi. Namun dalam perkembangannya tuduhan itu benar! Moeldoko dianggap berbohong, sehingga makin tampak tercela di ruang publik, terlebih dia bukan kader Demokrat!
Moeldoko merupakan orang luar Partai Demokrat yang oleh para makelar politik dipaksakan lahir sebagai pemimpin partai Demokrat tanpa melalui "Masa Mengandung di dalam keluarga Partai Demokrat". Masa mengandung tersebut semestinya merupakan masa pemberian nutrisi ideologi partai, masa pembentukan organ tubuh kepemimpinan yang sehat dan kokoh, serta masa penciptaan ikatan batin sebagai roh/spirit kebersamaan dan perjuangan partai.
Kelahiran dan pentahbisan Ketua Umum Demokrat versi KLB Deli Serdang akhirnya seperti sebuah pelecehan yang vulgar terhadap kepemimpinan Partai Demokrat, komodifikasi yang tidak etis terhadap keagungan bentuk demokrasi, dan malprakterk demokrasi oleh para makelar politik--dengan Moeldoko sebagai bayi oportunistik-nya.
Cacat Mentalitas dan Fisik Politik
Sejatinya, harapan besar pada partai politik adalah jadi agen pembangunan bangsa dan negara, baik dari dalam rezim pemerintahan maupun di luar rezim pemerintahan yang berkuasa.
Lalu apa yang bisa diharapkan dari sebuah partai besar bila pemimpinnya dilahirkan oportunistik dan "cacat fisik dan mentalitas" yang kekuasaannya diraih lewat cara malpraktek demokrasi bersama makelar politik?
Moeldoko sebagai "orang luar demokrat" Â dan para pendukungnya bisa jadi berada dalam rel berbeda, Â dan masing-masing memuat agenda tersembunyi, misalnya dendam politik dan personal masa lalu berbanding ambisi kekuasaan, perebutan ruang eksistensi, faktor finansial dan faktor X lainnya.
Lihatlah keanehan para pendukung Moeldoko yang notabene kader Demokrat tapi tidak punya nyali jadi Ketua Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang. Mereka justru memilih Moeldoko yang tak punya darah demokrat. Disisi lain, Moeldoko "kok mau-maunya" diajak melakukan "kudeta". Dari hal tersebut diduga kedua pihak masing-masing punya agenda tersebunyi dan berbeda dalam Partai Demokrat versi KLB.
Sejak awal terbentuk, masing-masing pihak sudah memegang kartu cacat politik yang jadi bom waktu, bisa sewaktu-waktu meledak ketika agenda tersembunyi satu dan sama lain secara subyektif tidak terakomodir.
Saat ini Indonesia sedang berada di rel menuju Indonesia Emas 2045, yang membutuhkan preseden demokrasi yang sehat sebagai energi. Mirisnya, bila kelak mereka masuk dalam pemerintahan dalam kapasitas pemimpin negeri ini, bukan tidak mungkin bom waktu itu meledak dan menguras energi bangsa ini sehingga menjauhkan capaian Indonesia Emas tersebut. Hal ini akan jadi dosa tak terampuni bagi segenap anak bangsa.
Disisi lain, munculnya KLB Partai Demokrat bersama Moeldoko memberikan pembelajaran penting bagi iklim demokrasi negeri ini. Setiap partai yang kini eksisis di percaturan politik harus lebih hati-hati dalam mengelola rumah tangganya. Bukan saja terhadap kader di internal partai yang bisa berubah jadi makelar politik, namun terhadap tokoh di luar partai yang oportunistik sehingga berpotensi merusak.
Pembuktian Kepemimpinan AHY
Bagi AHY dan Partai Demokrat yang sah sampai saat ini, munculnya KLB Partai Demokrat bersama Moeldoko menjadi batu ujian kepemimpinan AHY dalam kepengelolaan berbagai isu politik dan aksi nyata di tengah masyarakat. Mereka tak cukup hanya "merengek" dengan memproduksi narasi-narasi bombastis yang diperspektifkan publik bahwa Partai Demokrat sedang minta dikasihani karena terzolimi.
Mereka tak cukup hanya sibuk konferensi pers menangkis dan menyerang kubu Moeldoko di ruang publik, melainkan melakukan aksi besar dan nyata membantu rakyat banyak yang sedang dirundung berbagai bencana alam dan Pandemi Covid19.
Partai Demokrat dengan kepemimpinan AHY memiliki infrastruktur yang lebih kuat diberbagai tingkatan legislasi dan kader. Hal ini merupakan modal besar untuk lebih intensif melakukan aksi nyata dalam masyarakat yang sedang membutuhkan bantuan materiil dan non materiil. Dengan aksi nyata itu, kepemimpinan AHY---yang sedang diuji oleh kehadiran Moeldoko dan kelompoknya---akan jadi penegas eksistensi Partai Demokrat versi AHY di tengah rakyat. Hal itu sekaligus membungkam Moeldoko bersama kelompok makelar politiknya yang masih sibuk cari baju karena vulgar di panggung demokrasi/kepartaian dan setelah ditolak permohonan klaim Partai Demokrat-nya oleh Kemenhumkam.
Partai Demokrat versi AHY sejatinya makin matang. Apapun ujiannya, mereka bisa bangkit dengan  modal infrastrukturnya yang besar. Itu kalau mereka mau bekerja keras di alam nyata dan lebih cerdik dalam berstrategi.  Kalau tidak,  yaa....aku sih rapopo...
-----
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H