Negara belum merdeka. Penjajah masih berkuasa. Rakyat masih miskin. Mereka hanya memikirkan bagaimana bisa makan. Bisa bertahan hidup untuk setiap hari yang dilalui. Makan. Makan. Makan! Itulah yang ada dibenak.
Tapi hanya memikirkan makan saja tidak membuat manusia merdeka. Tidak akan memberikan masa depan generasi kini dan lanjutannya.Â
Sementara 'Pikiran' adalah dapur lengkap bagi masa depan, tempat memasak harapan, cita-cita, langkah menuju kemajuan. Salah satu produk dapur itu adalah Tulisan! Darimana datangnya Tulisan? Dari 'Pikiran' (yang jernih) turun ke media aktivitas menulis.
Kalau Chairil Anwar "yang hidup kelaparan dan terjajah" saja masih mau menulis demi kemerdekaan dan masa depan. Lebih gila lagi, dia ingin "Hidup 1000 tahun lagi".
Lalu, Kompasiana-Kompasianer menulis untuk apa? Bukankah kita sudah merdeka? Pun negara sudah jauh lebih maju. Soal makan, asalkan mau bekerja dijamin bisa makan.
Menulis bukan sekedar melarikan diri dari rutinitas. Bukan  cuma menuntaskan  kegalauan, seperti sering diungakap para "Galauer".Â
Menulis adalah kebutuhan untuk melatih diri dan membentuk  manusia agar punya adab, kemudian secara bersama membangun peradaban.Â
Dijaman kemerdekaan ini, membangun peradaban bangsa dan negara adalah membebaskan diri dari keterkungkungan penjajahan dunia ; dunia kebodohan. Dunia keterbelakangan. Dunia kepicikan. Dunia kesombongan atau arogansi.Â
Beragam pejajahan dunia masa kini itu lah yang harus dilawan, sebuah era/masa ketika aktivitas makan tetap penting tapi lebih penting lagi menjadi manusia beradab. Bila terbangun entitas peradaban maka pemenuhan kebutuhan  makan merupakan keniscayaan.Â
Sebelas tahun Kompasiana merupakan kegilaan melawan dunia kebodohan, kepicikan, keterbelakangana, kesombongan. Kegilaan Kompasiana kini menjadikannya sebuah agen (dapur) peradaban.Â