Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi(penggalan sajak "Aku", Maret 1943, Chairil Anwar)
Kompasiana saat ini harusnya tidak ada lagi. Harusnya tidak ada sebutan Kompasianer. Harusnya tidak ada transformasi semboyan Sharing and Connecting menjadi Beyond Blogging.Â
Harusnya tak ada pelopor Citizen Journalist yang kini makin berkembang. Tak ada "Kompasiana, Etalase Warga Biasa". Tidak ada istilah blog kroyokan. Tidak ada  blog competition, kompasianival, K.Rewards, dan beragam konten yang mewarnai Kompasiana.
Kompasiana harusnya tidak ada lagi. Tidak ada jajaran admin Kompasiana yang bekerja siang malam untuk jutaan pembaca di seluruh dunia. Takkan ada jumlah penulis Kompasiana 300 ribuan dengan gaya menulisnya yang khas.Â
Takkan ada protes dan bully sayang ala Kompasianer terhadap Admin Kompasiana. Tidak ada polemik K.Rewards yang sering bikin pening palak jajaran admin dan Kompasianer yang tidak dapat K.Rewards, sementara di sisi lain para Kompasianer yang "rajin dapat" malah tersipu-sipu malu merundukkan wajah sembari memainkan ujung rambut, heu heu heu...
Harusnya, saat ini anda bisa mengerjakan banyak hal lain, bukannya malah enak-enak membaca artikel ini, karena tidak mungkin artikel ini bisa ditulis dan ditayangkan di sini. Â Kenapa? Â
"Kompasiana nyaris diberangus! Nyaris dimatikan! Gila!" (baca tulisan Pepih Nugraha, pendiri Kompasiana, Â ; di sini).
Siapa yang Gila? Pada jaman itu ada dua pihak, yakni Grup koran Kompas  dan Pepih Nugraha beserta bala kompasiananya dimasa itu.Â
Kompas gila karena mau memberangus Kompasiana yang baru seumur jagung.