Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK Era Firli Bahuri vs Romantisme Cinta Pertama Publik

18 September 2019   08:50 Diperbarui: 20 September 2019   20:59 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : jawapost.com

"Gagah, tegas,  pintar, dan cerdas tak akan cukup merebut hati. Kau harus romantis!"

Mulai tahun depan KPK akan berubah. KPK memasuki sebuah era baru yang berbeda dibandingkan "masa keemasan" KPK sejak berdiri hingga era komisioner Agus Raharjo, Cs. 

Batas masa keemasan itu  revisi UU KPK yang disahkan pada bulan September 2019.  Revisi UU KPK tersebut bikin heboh seantero negeri.

Pada masa keemasan, KPK  merupakan lembaga yang  superbody, independen yang riil, tak  (boleh) tersentuh pengawasan eksternal, dielu-elukan publik sebagai lembaga yang "suci", penuh prestasi dengan OTT sebagai "Killing Punch" nya untuk menumbangkan siapa pun tokoh hebat yang koruptif  di negeri ini. Mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota, hakim, jaksa, pengusaha, anggota DPR, ketua partai politik, dan lain lain.

First love never dies (cinta pertama tak pernah mati), begitulah relasi publik dengan KPK dimasa keemasan, dalam masa kasih yang panjang. Itulah masa dimana KPK menjadi Cinta Pertama sebagian besar masyarakat Indonesia. 

Sulit rasanya masyarakat untuk "move on". Sangat berkesan, karena merupakan yang pertama. Bagaikan tak ada duanya. Seolah tak ada ruang cinta kedua bagi kehadiran sosok KPK baru edisi pasca revisi UU KPK.

sumber gambar : jawapost.com
sumber gambar : jawapost.com
Ketok palu revisi UU KPK sudah dilakukan. Kini KPK "harus" memasuki era baru, yang merupakan sebuah tawaran cinta kedua pemerintah dan DPR kepada publik.  Cinta baru pengganti cinta pertama yang  dianggap telah usang. Sementara cinta pertama dipandang terlalu sentimentil, melankolis, dan tanpa transparansi dalam bercinta. 

Cinta tanpa pengawasan dianggap berpotensi menghancurkan tali kasih anak jaman, dan bisa merusak sendi-sendi bangunan masa depan cinta itu sendiri.

Tersebutlah nama seorang Firli Bahuri. Lelaki gagah Bhayangkara yang diamanatkan keluarga besar undang-undang cinta baru KPK untuk mengayuhkan biduk cinta itu. Dan Firli Bahuri sendiri dengan lantang dan penuh janji akan setia, tak akan mengecewakan amanat cinta itu.

Namun "sialnya", niat tulus Firli Bahuri tak sepenuhnya diterima publik, si gadis rupawan. Dimata publik, Firli Bahuri bukanlah orang yang pantas membawakan cinta itu. Disisi lain, amanat cinta yang diembankan padanya dianggap  tidak tulus. Gombal. Penuh kepalsuan. Banyak tipu-tipu. Kenapa begitu?

Pasalnya cuma satu, publik sulit berpaling dari cinta pertama. Sebuah cinta yang (dulunya) memuat kisah si Lelaki pujaan yang penuh heroik, gagah, romantis, kuat dan tahan lama, jujur, setia pada amanat cinta, dan sederet panjang diksi puitik lainnya.

Sementara Filri Bahuri sendiri tak bisa mundur hanya karena kehadirannya ditolak. Apapun kondisinya, biduk cinta tetap harus dia kayuh. Layar sudah dikembangkan untuk menghadapi hembusan angin dan gelombang kehidupan anak negeri yang serba tak pasti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun