"Gagah, tegas, Â pintar, dan cerdas tak akan cukup merebut hati. Kau harus romantis!"
Mulai tahun depan KPK akan berubah. KPK memasuki sebuah era baru yang berbeda dibandingkan "masa keemasan" KPK sejak berdiri hingga era komisioner Agus Raharjo, Cs.Â
Batas masa keemasan itu  revisi UU KPK yang disahkan pada bulan September 2019.  Revisi UU KPK tersebut bikin heboh seantero negeri.
Pada masa keemasan, KPK  merupakan lembaga yang  superbody, independen yang riil, tak  (boleh) tersentuh pengawasan eksternal, dielu-elukan publik sebagai lembaga yang "suci", penuh prestasi dengan OTT sebagai "Killing Punch" nya untuk menumbangkan siapa pun tokoh hebat yang koruptif  di negeri ini. Mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota, hakim, jaksa, pengusaha, anggota DPR, ketua partai politik, dan lain lain.
First love never dies (cinta pertama tak pernah mati), begitulah relasi publik dengan KPK dimasa keemasan, dalam masa kasih yang panjang. Itulah masa dimana KPK menjadi Cinta Pertama sebagian besar masyarakat Indonesia.Â
Sulit rasanya masyarakat untuk "move on". Sangat berkesan, karena merupakan yang pertama. Bagaikan tak ada duanya. Seolah tak ada ruang cinta kedua bagi kehadiran sosok KPK baru edisi pasca revisi UU KPK.
Cinta tanpa pengawasan dianggap berpotensi menghancurkan tali kasih anak jaman, dan bisa merusak sendi-sendi bangunan masa depan cinta itu sendiri.
Tersebutlah nama seorang Firli Bahuri. Lelaki gagah Bhayangkara yang diamanatkan keluarga besar undang-undang cinta baru KPK untuk mengayuhkan biduk cinta itu. Dan Firli Bahuri sendiri dengan lantang dan penuh janji akan setia, tak akan mengecewakan amanat cinta itu.
Namun "sialnya", niat tulus Firli Bahuri tak sepenuhnya diterima publik, si gadis rupawan. Dimata publik, Firli Bahuri bukanlah orang yang pantas membawakan cinta itu. Disisi lain, amanat cinta yang diembankan padanya dianggap  tidak tulus. Gombal. Penuh kepalsuan. Banyak tipu-tipu. Kenapa begitu?
Pasalnya cuma satu, publik sulit berpaling dari cinta pertama. Sebuah cinta yang (dulunya) memuat kisah si Lelaki pujaan yang penuh heroik, gagah, romantis, kuat dan tahan lama, jujur, setia pada amanat cinta, dan sederet panjang diksi puitik lainnya.
Sementara Filri Bahuri sendiri tak bisa mundur hanya karena kehadirannya ditolak. Apapun kondisinya, biduk cinta tetap harus dia kayuh. Layar sudah dikembangkan untuk menghadapi hembusan angin dan gelombang kehidupan anak negeri yang serba tak pasti.Â
Kendali biduk yang dibawakan Firli Bahuri tak sama dengan pendahulunya karena fitur navigasi yang dia pegang memang beda.
Namun demikian, cinta kedua tetap harus dibawakan  dengan selamat  sampai ke pulau impian di seberang yang jaraknya tidak bisa secara pasti didefenisikan saat ini. Namun pulau itu sudah tampak indah dengan teropong amanat cinta kedua KPK. Cinta era  pengesahan revisi UU KPK yang diciptkan DPR RI dan pemerintahan Jokowi.
Tugas Firli Bahuri tidak ringan. Dia harus bekerja keras untuk membuktikan dirinya dirinya adalah Lelaki yang pantas, kuat, teguh, tidak tipu-tipu, penuh tanggung jawab sekaligus romantis.
Romantisme Firli Haburi itu akan menjadi Koentji cinta bagi dirinya untuk membangun cinta pertama edisi baru dengan publik yang saat ini masih sulit move on dari cinta pertama edisi lama yang sarat romantisme.
Tidak gampang bagi Firli Hamburi menjadikan dirinya lelaki  romantis di atas mozaik indah romantisme lama, tanpa harus membunuh romantisme lama tersebut. Untuk itu, ia harus menjadi si pejuang cinta kedua yang tangguh untuk menciptakan Cinta Pertama yang lain, sebuah era baru yang jauh lebih romantis dan lebih baik dari hanya sekedar sejuta kenangan cinta pertama.
---
Peb, pengamat dan aktivis cinta yang malu-malu disebut pakar cinta 18/09/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H