Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Rezim Orde Baru, Ambivalensi Prabowo dan Reforma Agraria Jokowi

24 Februari 2019   01:59 Diperbarui: 25 Februari 2019   09:00 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capaian hasil kerja Reforma Agraria pemerintahan Jokowi. Sumber: Kementerian ATR/BPN/Tim Riset MI . Gambar : mediaindonesia.com

Capaian hasil kerja Reforma Agraria pemerintahan Jokowi. Sumber: Kementerian ATR/BPN/Tim Riset MI . Gambar : mediaindonesia.com
Capaian hasil kerja Reforma Agraria pemerintahan Jokowi. Sumber: Kementerian ATR/BPN/Tim Riset MI . Gambar : mediaindonesia.com
Jokowi menegaskan hak kepemilikan lahan merupakan dokumen yang penting bagi masyarakat.

"Kalau ada yang bilang bagi-bagi sertifikat enggak ada gunanya, ya silakan ngomong seperti itu, tetapi tetap program ini akan kita lanjutkan". (Jokowi,  kompas.com 22/02/2019).

Jokowi lebih memfokuskan legalitas kepemilikan tanah untuk rakyat kecil yang tersebar di seluruh Indonesia, baik di wilayah pedalaman, kampung, perdesaan maupun perkotaan. Baik itu lahan pribadi, adat,  dan wakaf. Tujuannya agar tanah itu menjadi bekal dasar rakyat untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan keluarganya tanpa kuatir "tergusur paksa" atau "dirampas" kekuasaan secara sewenang-wenang tanpa ganti rugi yang pantas.

Dengan adanya sertifikat tanah itu, posisi rakyat menjadi kuat dimata hukum. Diharapkan ke depannya tidak ada lagi konflik tanah antara sesama warga,  antar suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya, antar masyarakat dengan pengusaha, maupun antar masyarakat dengan pemerintah.  

Langkah Jokowi dalam reforma agraria atau pertanahan ini merupakan suatu bentuk patriotisme dan nasionalisme yang sesungguhnya. Jokowi lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya untuk memiliki hak secara legal dan nantinya bisa menjadikan rakyat memiliki kemandirian ekonomi.

Bandingkan dengan konsep berpikir Prabowo menguasai banyak tanah karena "daripada dikuasai asing lebih baik dia yang mengusai". Nasionalisme dan patriotismenya semasa ditempa di dunia militer menjadi rancu, tidak jelas antara kepentingan pribadi dengan kepentingan rakyat secara lebih luas.

Soal nasionalisme dan patriotisme terkait lahan tersebut, bisa jadi dalam hati Prabowo menemukan idealismenya pada diri Jokowi yang melakukan reforma agraria secara nyata untuk rakyat. 

Sementara hal tersebut tidak bisa Prabowo lakukan sepenuhnya karena "disandera" setting dirinya sendiri berupa sejarah panjang bersama rezim Orde Baru, ikatan keluarga besar cendana, dan para kerabatnya. Sehingga tercetuslah patriotisme dan nasionalisme yang rancu dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Mungkin ini sudah menjadi garis tangan hidupnya. Prabowo diuntungkan keadaan masa lalu ketika menjadi bagian keluarga presiden Soeharto, dukungan iklim politik era Orde Baru, serta regulasi dan lain-lainnya pada masa lalu sehingga dia bisa menguasai lahan yang luas.   

Sejatinya, semua itu menjadikan Prabowo harus sudah selesai dengan dirinya, untuk kemudian balik berpihak kepada rakyat. Bukan hanya sebatas retorika belaka. Namun pengaruh "sandera" Orde Baru tersebut begitu kuat sehingga dia tak mampu melawan, dan tak bisa melepaskan diri.

Pembagian sertifikat tanah untuk rakyat oleh Jokowi. Sumber gambar : kompas.com
Pembagian sertifikat tanah untuk rakyat oleh Jokowi. Sumber gambar : kompas.com
Kondisi tersebut memunculkan ambivalensi politik Prabowo yang tak berkesudahan. Sadar atau tidak sadar, ambivalensi itu seringkali muncul dalam berbagai pernyataan Prabowo di ruang publik. 

Berbagai narasi yang pernah dia lontarkan ke ruang publik berkebalikan dengan latara belakang atau kondisi riil setting dirinya yang sedang ingin memperkuat ikatan jejaring lamanya--dengan mengatasnamakan kebangsaan, demi negara, tanah air, kemandirian bangsa,  patriotisme, nasionalisme dan diksi-diksi heroik lainnya.

Debat Capres kedua yang "sakral" menjadi puncaknya, saat banyak mata rakyat Indonesia menyaksikan Prabowo tergagap di momentum wacana penguasaan lahan yang luas atas nama nasionalisme dan patriotisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun