Bahasa tubuh dan penampilan busana Jokowi di berbagai kesempatan pun seperti rakyat kebanyakan. Sehingga rakyat merasa begitu dekat dengan pemimpinnya. Jabatan Presiden yang dahulu terasa "seram" dan berjarak jauh dengan rakyat, namun sejak Jokowi jadi presiden negeri ini tidak lagi "seram" dan berjarak.
Sifat agaliter lain dari Jokowi adalam dalam kebijakan pembagunan. Dia membangun tidak hanya pulau Jawa saja (Jawasentrisisme), melainkan merata seluruh Indonesia, yakni Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan wilayah lainnya.  Sehingga rakyat di  wilayah luar pulau Jawa turut merasakan pembangunan dan kepemimpinan Jokowi. Â
Padahal bila dominansi  pembangunan di pulau Jawa  berpotensi menguntungkan dirinya untuk melanggengkan sahwat politik dan kekuasaan karena pulau Jawa memiliki basis suara yang besar. Namun hal itu tidak Jokowi lakukan karena cara berpikir egalitariannya panggilan nuraninya ingin memberikan hak yang setara kepada seluruh rakyat Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Marauke.Â
Lingkar Keluarga DekatÂ
Anak-anak Jokowi tidak "cari makan" pada proyek-proyek besar pemerintah merupakan contoh yang positif. Â Hal itu untuk mencegah tidak terjadi konflik kepentingan yang berpotensi koruptif dalam lingkar keluarga yang bisa melemahkan kepemimpinan seorang presiden pada berbagai bidang lainnya. Bandingkan dengan masa masa orde baru dibawah rezim Soeharto. Anak dan kerabat dekat Soeharto (keluarga cendana) Â banyak menguasai proyek-proyek besar pemerintah. Â Terjadi praktek KKN dan nepotisme yang menguntungkan lingkar keluarga dan kroni-kroni Soeharto. Â
Walau Prabowo sudah bercerai dengan istrinya yang anak Soeharto, namun Prabowo tetap merupakan bagian dari keluarga Cendana. Mereka kini mulai bangkit lagi untuk memberikan dukungan politik kepada Prabowo untuk menjadi presiden. Hal tersebut menjadikan kepemimpinan Prabowo berpotensi seperti masa rezim Soeharto.
Sebagai politikus lintas jaman, Jusuf Kalla telah melihat, mengalami dan kemudian belajar banyak dari buruknya kepemimpinan dan kepengelolaan negara masa rezim Soeharto di Orde Baru, yang notabene merupakan kepemimpinan keluarga dekat Prabowo yang saat merupakan capres 2019.
Dua hal penting tadi, gaya kepemimpinan dan maruknya lingkar keluarga presiden Soeharto dalam bisnis pada proyek-proyek pemerintah menjadikan Indonesia tak berdaya dalam persaingan dengan negara lain.
Jusuf Kalla telah melihat,  Jokowi tidak seperti keluarga Soeharto. Lewat kepemimpinan  Jokowi, Indonesia bisa menjadi jauh lebih maju.
Lalu, bagaimana dengan capres Prabowo? Gaya kepemimpinan Prabowo, beban sejarah dan lingkar bisnis keluarganya merupakan beban berat sehingga sulit baginya bisa berbuat banyak bagi Indonesia. Â Â
-----Â