Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kalau Menulis Jangan Takut, Kalau Takut Jangan Jadi Penulis

11 Januari 2019   04:47 Diperbarui: 11 Januari 2019   12:24 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka tahu kalau kita saat berada di kumpulan atau organisasi cuma jadi anggota biasa. Karier tertinggi cuma seksi kebersihan. 

Kalau disuruh berdiri dan pidato, debat atau menyampaikan gagasan  di depan umum maka keringat akan keluar sebesar biji jagung, dengkul gemetar dan ngomong terbata-bata. Tapi mungkin mereka tidak tahu bahwa kita dari dulu sangat suka membaca banyak referensi tentang  isu-isu sosial, budaya dan  politik.

Menulis itu bekal utamanya adalah banyak membaca, melihat, merasakan  dan bekerja. Bukan banyak bicara dan tak melakukan apa-apa. Dengan bekal membaca, ruang pikiran kita jadi terbuka. Dari hal tersebut, kita bisa membuat pemikiran-pemikiran  baru dalam bentuk tulisan.

Soal banyak ragam interpretasi orang terhadap tulisan kita, biarlah itu domain si Pembaca dengan lingkup dirinya. 

Justru hal tersebut jadi tantangan seorang penulis dalam menyusun gagasan, pemilihan dan penataan kata atau kalimat supaya runtut dan jelas--sehingga bisa dipahami orang lain sesuai pemikiran yang ingin si Penulis sampaikan.

Sebuah tulisan yang baik pun tidak bisa menjadi penyampai gagasan yang sempurna, karena pembaca memiliki pemikirannya sendiri saat mencerna tulisan tersebut. 

Bisa jadi, pembaca akan memberi penilaian buruk. Kenapa demikian? Banyak sebab, misalnya tingkat pemahaman mereka keliru atau kurang komprehensif  terhadap  terhadap sebuah isu tertentu yang kita tulis.

Namun bisa juga sebaliknya, yakni referensi kita yang kurang secara jumlah maupun kualitas pemahaman pada berbagai referensi yang dimiliki. Namun demikian, penilaian buruk tersebut jangan sampai membuat kita takut menulis. 

Jangan sampai mematahkan dan mengubur semangat menulis kita. Ingat, hingga jaman milenial ini, kuburan semangat belum dibangun. Kalau sempat semangat mati, maka akan jadi hantu penasaran di jalanan! Heu heu heu...

Menulis secara kontinyu (terus menerus) akan menempatkan kita pada ruang berani menyalurkan keinginan menulis secara benar, dan menjadikan kita tidak takut menyampaikan gagasan atau ide.  

Tentunya gagasan atau ide dalam bentuk tulisan tersebut harus berada dalam koridor etika dunia kepenulisan pada umumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun