Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kalau Menulis Jangan Takut, Kalau Takut Jangan Jadi Penulis

11 Januari 2019   04:47 Diperbarui: 11 Januari 2019   12:24 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pexels/Rawpixel)

"Kamu menulis fiksi ya?Iihhh, gak nyangka kamu lebay, deh..."
"Kamu menulis Sepak Bola ya? Halah! Kayak kamu pernah jadi pemain main bola aja! Nendang bola aja gak bisa! "
"Kamu menulis Traveling, ya? Bilang aja kamu mau pamer udah jalan-jalan ke sono!"
"Kamu menulis Politik ya? Halaaah, kamu politikus bukan, tau apa kamu soal permainan politikus dibalik layar."
"Kamu menulis tips ini- itu soal hidup, ya? Emang hidup kamu udah sempurna, gitu?"

"Kamu mau nulis, ya?"
"Eeeh, enggak kok! Aku cuma menyusun kata dan kalimat."
"Nah, gitu, dong. Jangan Menulis!"

"Haiiiiiiiyaaa..."

Menulis butuh keberanian. Keberanian apa? Banyak! Salah satunya adalah keberanian untuk tidak memperdulikan perkataan orang tentang tulisan atau 'kepenulisan' kita.

Bayangkan kalau semua komen seperti contoh di atas kamu bawa dalam perasaan (baperan), maka sampai matahari terbit dari utara pun kamu tak akan pernah menulis. 

Sampai timnas sepakbola Indonesia juara dunia dengan mengalahkan Brazil pun kamu tak akan pernah berani menulis. Sampai seorang Pebrianov jadi presiden pun kamu hanya jadi pemalu tanpa karya tulis.

sumber gambar ; hipwee.com
sumber gambar ; hipwee.com
"Aah, lagak lu! Emang bisa jadi presiden?"
"Perduli amat, aku kan hanya menulis 'sendainya' jadi presiden". Heu heu heu..

Begitulah hidup. Selalu ada cobaan dan tantangan, yang menuntut kita untuk berani menghadapinya. Karena kalau tidak, kita akan jadi sandera abadi dari kekuatiran (ketakutan) cemoohan  orang lain. 

sumber gambar ; medium.com
sumber gambar ; medium.com
Adanya ide, gagasan dan kemampuan menulis yang kita miliki tak akan pernah terasah. Akhirnya lenyap ditelan waktu. Kita pun hilang ditelan jaman. Padahal saat itu kita bisa membuat sejarah. Salah satunya dengan menulis!

Menulis tak lepas dari tantangan dan cobaan yang seringkali datang dari faktor-faktor luar si Penulis, seperti candaan, celaan, cemoohan atau hinaan yang justru dari lingkungan terdekatnya, seperti teman atau saudara sendiri.

Bisa juga sebaliknya, dari dalam diri si Penuli, yakni karena baperan. Tidak mau melatih selera humor. Tidak mampu menghadapi "celaan" itu dengan santai.

Mereka merasa tahu banyak tentang "kartu AS" kita. Lalu menggenalisir penilaian kepribadian dan kemampuan kita berdasarkan parameter tertentu. Mereka tahu bahwa kita tidak mahir main bola. 

Berlari seratus meter saja sudah ngos-ngosan. Tapi mereka belum tahu bahwa kita banyak membaca tentang perkembangan sepakbola nasional dan internasional sejak dulu hingga sekarang. Dari persoalan teknis maupun non-teknis sepakbola.

Mereka tahu kalau kita saat berada di kumpulan atau organisasi cuma jadi anggota biasa. Karier tertinggi cuma seksi kebersihan. 

Kalau disuruh berdiri dan pidato, debat atau menyampaikan gagasan  di depan umum maka keringat akan keluar sebesar biji jagung, dengkul gemetar dan ngomong terbata-bata. Tapi mungkin mereka tidak tahu bahwa kita dari dulu sangat suka membaca banyak referensi tentang  isu-isu sosial, budaya dan  politik.

Menulis itu bekal utamanya adalah banyak membaca, melihat, merasakan  dan bekerja. Bukan banyak bicara dan tak melakukan apa-apa. Dengan bekal membaca, ruang pikiran kita jadi terbuka. Dari hal tersebut, kita bisa membuat pemikiran-pemikiran  baru dalam bentuk tulisan.

Soal banyak ragam interpretasi orang terhadap tulisan kita, biarlah itu domain si Pembaca dengan lingkup dirinya. 

Justru hal tersebut jadi tantangan seorang penulis dalam menyusun gagasan, pemilihan dan penataan kata atau kalimat supaya runtut dan jelas--sehingga bisa dipahami orang lain sesuai pemikiran yang ingin si Penulis sampaikan.

Sebuah tulisan yang baik pun tidak bisa menjadi penyampai gagasan yang sempurna, karena pembaca memiliki pemikirannya sendiri saat mencerna tulisan tersebut. 

Bisa jadi, pembaca akan memberi penilaian buruk. Kenapa demikian? Banyak sebab, misalnya tingkat pemahaman mereka keliru atau kurang komprehensif  terhadap  terhadap sebuah isu tertentu yang kita tulis.

Namun bisa juga sebaliknya, yakni referensi kita yang kurang secara jumlah maupun kualitas pemahaman pada berbagai referensi yang dimiliki. Namun demikian, penilaian buruk tersebut jangan sampai membuat kita takut menulis. 

Jangan sampai mematahkan dan mengubur semangat menulis kita. Ingat, hingga jaman milenial ini, kuburan semangat belum dibangun. Kalau sempat semangat mati, maka akan jadi hantu penasaran di jalanan! Heu heu heu...

Menulis secara kontinyu (terus menerus) akan menempatkan kita pada ruang berani menyalurkan keinginan menulis secara benar, dan menjadikan kita tidak takut menyampaikan gagasan atau ide.  

Tentunya gagasan atau ide dalam bentuk tulisan tersebut harus berada dalam koridor etika dunia kepenulisan pada umumnya. 

Dengan begitu, menulis juga mengajarkan kita untuk mengetahui, memahami dan menguasai  etika dan batasan-batasan dunia kepenulisan. Artinya, kalau gagasan atau ide (pemikiran) merupakan sesuatu yang tak terbatas, tapi (berani) menulis harus tahu batasan.

Menghadapi tantangan menulis memang tidak gampang karena yang harus dihadapi pertama kali adalah diri kita sendiri, baik itu berupa kepercayaan diri (keberanian), semangat menulis, dan juga  membangun selera humor (tidak mudah baperan) terhadap berbagai macam tanggapan orang pada tulisan kita.

Memiliki gagasan, ide dan keinginan menulis saja tidak cukup. Untuk menulis butuh keberanian. Kalau menulis  jangan takut-takut. Kalau takut jangan menulis.

Kamu tadi membaca artikel ini ya?  Hallaah! Aku sih rapopo....
-----
Peb11/01/2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun