Saat berada di atas pohon rambutan tadi, si Bapak sebenarnya tak sepenuhnya menderita. Pohon itu adalah miliknya dan berada di halaman rumahnya sendiri. Saat dia naik penuh semangat dan memetik buah rambutan dengan riang gembira. Dia tak (perlu) ingat keberadaan tetangganya. Namun dalam perkembangannya ketika usai panen rambutan tidak dibantu tetangganya, dia kecewa. Lalu, berdasarkan kekecewaan tadi, dia mengajak warga se-RT dan RW nya untuk tak menaruh hormat kepada para tetangganya sendiri.
Si Bapak itu mungkin lupa akan beberapa hal dalam hidup bertetangga. Tetangganya itu merupakan bagian dari perjalanan hidupnya selama bertempat tinggal di rumahnya yang ada pohon rambutan. Di masa lalu, tetangganya itu secara langsung atau tidak, pernah menolong dirinya, atau anggota keluarganya saat dia tidak berada di tempat.
Narasi Prabowo
Prabowo merupakan sosok yang kompleks. Dia seorang Calon Presiden. Prabowo seorang pendiri dan ketua partai politik besar. Prabowo seorang politikus yang disegani. Prabowo seorang pembina silat, olahraga khas Indonesia. Prabowo seorang mantan jenderal dari kesatuan elit. Prabowo seorang pengusaha kaya raya.
Prabowo seorang mantan menantu Presiden RI yang pernah berkuasa selama 32 tahun. Prabowo seorang yang dilahirkan dari keluarga kaya yang tergolong kaum intelektual. Prabowo seorang yang pernah mengenyam pendidikan menengah di luar negeri saat banyak anak seusianya di Indonesia hanya bisa bermimpi tentang hal itu.
Dengan bekal banyak setting diri itu, Prabowo bisa membangun banyak narasi dari penggalan pengalaman dirinya--baik yang enak maupun tidak enak--yang otomatis bergaung di ruang publik. Tinggal bagaimana mengelola kehendak hati, etika dan, moral saja untuk menciptakan narasi itu.Â
Semua setting diri itu pula sejatinya harus bisa mengontrol dirinya dalam membangun narasi. Setting diri itu hanya bagian dari kompleksitas diri.Â
Saat membangun narasi, yang harus dia jadikan patokan adalah kesatuan setting itu, atau kompleksitas dirinya. Puncak kompleksitas dirinya adalah "jabatan" sebagai calon presiden, sebuah tanggung jawab politis di dalam kekinian dirinya.
Dalam dunia politik, membangun narasi adalah hal biasa. Untuk mendapatkan keuntungan politis, narasi bisa saja ditujukan kepada lawan politik. Di lain waktu, gantian si lawan politik melakukan hal yang sama.Â
Jadi sesama pelaku politik di entitas politik, melakukan "serangan" dengan narasi politik adalah hal biasa. Sementara, dalam relasi pribadi antar pelaku politik tersebut bisa tetap terjalin baik layaknya relasi antar manusia biasa.