Kenapa bisa demikian? Karena setiap grup WA punya kultur bercanda yang berbeda satu sama lain. Isi pembicaraan dalam grup WA tidak bisa dipahami sepotong-sepotong saja karena bisa membuat salah interpretasi.Â
Dalam pembicaraan di grup WA tentunya ada "Konteks" dan "Teks". "Konteks"  merupakan hal yang  terkait tema pembicaraan, dan menjadi roh isi keseluruhan pembicaraan atau diskusi.Â
"Konteks" tidak bisa dibaca sepotong-sepotong karena akan menghasilkan pengertian yang berbeda. Bila "konteks" dibaca sepotong-sepotong oleh orang lain di luar grup, bisa menimbulkan salah pengertian. Â
Atau, orang lain di luar grup tidak mengerti "konteks"  pembicaraan dalam grup WA, yang berakibat pada rusaknya  image orang yang ada dalam 'tangkap layar' tersebut.
Sedangkan" Teks" adalah apa yang tertulis, diksi yang digunakan atau pemilihan kata atau kalimat dalam diskusi grup WA tersebut. Setiap orang punya cara sendiri membuat "teks" untuk mengungkapkan pemikirannya lewat kalimat yang ditulisnya. Bisa dalam bentuk yang serius, penuh humor, agak "jorok", satire, analogial, dan lain sebagainya.Â
Hal inilah yang membuat sebuah pembicaraan tergantung pada "Konteks" Â dan "Teks" yang saling terkait satu sama lain. Untuk memahaminya tidak bisa dipisahkan.Â
Adalah sangat tidak etis bila isi pembicaraan dipotong dan dicapture untuk dipublis ke media lain yang bersifat publik seperti facebook, twitter, atau  instagram. Di media sosial publik itu latar belakang pembacanya beragam, kulturnya pun tidak sama dengan grup WA.Â
Sebaiknya, isi pembicaraan dalam grup WA hanya untuk konsumsi para anggota grup WA itu saja. Tidak untuk dibawa keluar, apalagi dipublish di media publik. Kalau ndak mau, aku ya rapopo..
--Â
Peb30/11g2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H