Pada era 70an, hampir semua bangunan kantor pemerintah memiliki bungker air hujan dalam tanah untuk keperluan sehari-hari kantor, sekaligus persediaan air bersih. Ini mungkin mengikuti bangunan peninggalan Belanda yang rata-rata memiliki bungker besar di halaman belakang atau depan bangunan.
Bila kemarau panjang, maka air di bungker jadi penyelamat. Para pegawai kantor  bisa mengambil air bersih untuk keperluan minum secara terbatas, artinya mereka mengambil secukupnya hanya untuk keperluan air minum saja. Tak heran bila masa itu banyak pegawai yang ke kantor membawa dirigen untuk mengambil air bersih untuk dibawa pulang usai pekerjaan kantor atas izin kepala kantor.
Bungker yang dibangun dihubungkan dengan pipa dari talang dibibir atap, kemudian dipasang pipa drainasi dan kontrol. Bila bungker penuh, air akan keluar lewat pipa drainasi.
Bila hujan pertama usai musim kemarau umumnya air hujan dari atap terlihat keruh karena atap masih kotor oleh debu selama musim kemarau. Di sinilah gunanya pipa kontrol tersebut bisa dibuka atau ditutup. Sampai hujan hari ke sekian membersihkan atap dan air cucuran atap terlihat bersih maka pipa kontrol baru dibuka untuk mengisi bungker.
Sekitar akhir tahun 70an, ketika orang tua saya pertama kali merehab rumah, yang pertama kali dibuat adalah bungker air hujan, dibuat di bawah garasi rumah seukuran lebar 3,5 meter, panjang 4 meter dan kedalaman 2 meter.
Begitu juga ketika saya pertama kali punya rumah sendiri di sebuah komplek perumahan. Saat merehab rumah, yang saya bangun pertama kali adalah bungker air bersih di dalam tanah berukuran lebar 3,5 meter, panjang 5 meter dan kedalaman 2,20 meter. Â
Pada saat sedang membangun bungker, para tetangga berkomentar, "Mau bangun kolam renang ya, pak?" Wah, ini sih mau bikin bungker untuk perang". Hahaha!
Saya jawab "Saya mau buat bungker harta karun". Mereka katakan, bungker sudah tidak efektif karena sudah banyak air "aqua" galon. Jadi bila butuh air minum tinggal pesan. Tapi saya kan orang jadul, lebih nyaman dengan air hujan. Lagipula pengalaman hidup masa lalu membuat saya ingin lebih save soal air bersih. "Ngapain juga mesti beli air kalau bisa menampung?" heu heu heu...
Kini di Pontianak dan wilayah sekitarnya, rata-rata pengembang perumahan kelas menengah ke atas  melengkapi setiap unit rumah dengan bungker penampungan air hujan, atau air PDAM. Bungker itu dibangun di bawah lantai dapur atau ruang makan. Ketersedian bungker menjadi salah satu daya tarik para pembeli rumah tersebut.
Ada baiknya pihak otoritas wilayah dan  kota (Pemda) yang rawan gempa membangun banyak bungker air bersih. Caranya, pertama,  mensyaratkan warga yang ingin mengurus IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) wajib membuat bungker air bersih.