Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Manuver Amien Rais Jelang Jadi Saksi Kebohongan Ratna Sarumpaet

9 Oktober 2018   23:33 Diperbarui: 10 Oktober 2018   07:10 3691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais saat ditemui di rumah pemenangan | (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Kisah kebohongan Ratna Sarumpaet kini sedang dalam proses hukum. Sejumlah saksi akan dimintakan keterangannya oleh pihak kepolisian, salah satunya adalah Amien Rais.

Pada panggilan pertama, Amien Rais tidak datang karena adanya kesalahan penulisan nama di surat panggilan. Disurat panggilan itu tertulis "Amin Rais". Ini dianggap salah. Sedangkan menurut Anggota Tim Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Surya Imam Wahyudi, nama Amien Rais yang benar adalah "Profesor Doktor Haji Muhammad Amien Rais", (kompas.com, Selasa 9/10/2018).

Soal nama Amien Rais tersebut tampak aneh dan mengada-ada. Ibarat ingin memperbaiki sebuah kesalahan, tapi dengan sesuatu yang salah. Jadinya mirip manuver konyol. 

Saya baru tahu kalau Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) itu bernama "Profesor Doktor Haji Muhammad Amien Rais". Apakah nama itu yang tertulis di akte kelahiran beliau sejak lahir? 

Profesor Doktor, Gelar atau Nama?

Selama ini yang saya tahu, nama seseorang secara administratif adalah nama yang tertulis sesuai akte kelahiran atau dokumen catatan sipil resmi lainnya yang menjelaskan identitas penamaan seseorang.

Sedangkan "Profesor" atau biasa disebut juga Guru Besar merupakan gelar untuk jabatan fungsional akademik tertinggi di perguruan tinggi yang menunjukkan kepakaran bidang tertentu. Gelar Profesor tersebut umumnya hanya berlaku di dunia akademis, perguruan tinggi, lembaga riset dan lingkungan atau komunitas sejenisnya. Secara administratif, penulisan gelar Profesor di depan nama merupakan kewajiban sebagai pertanggungjawaban kepakaran si Penyandang gelar tersebut.

Bila seseorang profesor sudah tidak lagi berkiprah di dunia akademis misalnya pensiun kemudian jadi politikus, petani, pedagang, pemulung, maka orang itu bukan lagi Profesor karena dia telah menjadi orang biasa. 

Begitu juga bila dia kemudian menjabat ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya maka dia bukan lagi Profesor, melainkan disebut pak Ketua RT. Jadi tidak ada kewajiban administratif penulisan "profesor" didepan nama orang tersebut.

Demikian halnya dengan kepala daerah propinsi disebut Gubernur. Kepala daerah kabupaten disebut Bupati. Bila seseorang tidak lagi menduduki jabatan tersebut maka dia tidak lagi disebut Gubernur atau Bupati. 

Kalau dia kemudian menjadi penjual bakso maka bukan disebut gubernur bakso, melainkan "mamang tukang bakso". Bila dia kemudian menjadi penjual celana, bukan disebut gubernur celana, melainkan "abang tukang celana".

Andaikan seorang profesor aktif masuk penjara, maka dia menyandang status narapidana. Bila saat dipenjara dia masih aktif jadi pembimbing tugas akhir mahasiswa doktor (S3) atau master (S2) yang datang ke penjara, maka saat itu dia sebagai profesor. Namun di lingkungan komunitas penjara dia adalah warga binaan yang disebut narapidana.

Andai seorang profesor aktif menjadi gubernur, dan selama menjadi gubernur itu dia masih aktif melakukan tridharma perguruan tinggi sebagai dosen di perguruan tingginya, misalnya mengajar/membimbing mahasiswa, melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, maka status profesornya masih berlaku di lingkungan akademis. 

Dia bisa saja menggunakan gelar profesornya di lingkungan birokrasi bila kegiatannya selaku gubernur sebagai bagian dari pengabdian masyarakat (tridharma perguruan tinggi).

Gelar Doktor

Doktor merupakan gelar pendidikan akademis tertinggi yang diraih setelah menyelesaikan pendidikan strata tiga (S3). Siapa pun yang telah menyelesaikan pendidikan doktoral berhak menyandang gelar Doktor. 

Tak mesti orang tersebut bekerja di dunia pendidikan atau lembaga riset. Bisa saja dari kalangan politisi, pengusaha, artis, tukang jual siomay, pemulung, tukang jual celana, dan lain-lain.

Peraih gelar Doktor berhak mencantumkannya di depan namanya--tentu saja dengan berbagai konsekuensi logis yang melekat di gelar tersebut. Artinya, orang awam akan memandang si penyandang Doktor sebagai orang pintar secara akademis, bijak, berwawasan, memiliki etika akademik dan sosial. Intinya, dia bisa dijadikan panutan masyarakat luas.

Secara administratif, nama seseorang mengacu pada dokumen akte kelahiran atau surat kenal lahir. Dokumen identitas nama orang bersifat mendasar dan tetap atau tak berubah (bila tidak ada perubahan secara hukum) dari lahir hingga kematian.

Bila orang tersebut terkait masalah hukum, tentu saja aturan/administrasi hukum akan mengacu pula pada akte tersebut.

Umumnya para penyandang gelar profesor doktor meraih gelar tersebut setelah usia dewasa, bukan sejak baru lahir. Kecuali bila sejak bayi diberi nama Profesor Doktor oleh kedua orang tuanya yang kemudian dinyatakan resmi secara administratif dalam akte kelahiran, maka nama si bayi itu Profesor Doktor.

Bila kemudian dia dewasa dan menyelesaikan pendidikan doktor, setelah itu meraih jabatan fungsional guru besar atau profesor di lembaga penelitian atau pendidikan tinggi, maka dia bisa mencantumkan gelar itu di depan namanya sehingga menjadi Profesor Doktor Profesor Doktor atau biasa disingkat Prof.DR. Profesor Doktor.

Kalau seorang Amien Rais sejak lahir dinyatakan dalam akte kelahiran atau surat kenal lahir diberi nama lengkap Profesor Doktor Amien Rais, maka saat dia masih aktif sebagai dosen namanya menjadi Prof. DR. Profesor Doktor Amien Rais. Kalau dia tidak lagi aktif di dunia kampus, maka gelar akademis profesornya hilang, jadi cukup dengan sebutan Doktor Profesor Doktor Amien Rais atau disingkat DR. Profesor Doktor Amien Rais.

Kalau dalam akte kelahiran hanya tertulis "Amien Rais", maka pihak kepolisian secara hukum cukup menuliskan nama Amien Rais dalam surat pemanggilan, tanpa embel-embel profesor doktor.

Secara administratif resmi, gelar profesor itu tidak melekat permanen pada seseorang yang pernah menyandang gelar tersebut. Gelar profesor bisa hilang ketika pensiun dan tidak lagi aktif di dunia pendidikan tinggi dan riset. 

Namun dalam realitasnya, masyarakat kita sering menyematkan sebutan profesor pada seseorang sampai kapan pun, dimanapun berada dan dalam situasi apapun orang tersebut.

Di satu sisi hal ini menjadi tanggungjawab moral bagi si Penyandang gelar tersebut di masyarakat, bahwa dia harus selalu bersikap bijak, serta layak dan pantas untuk jadi panutan masyarakat luas. 

Di sisi lain, penyematan gelar abadi itu justru jadi "kebohongan" yang membodohi masyarakat itu sendiri. Sayangnya, yang sering melakukan hal itu justru kalangan orang pintar.

---- 

referensi berita : kompas.com-1 , kompas.com-2 , tempo.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun