Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bahaya Laten HTI, Perusak Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia

28 September 2018   04:35 Diperbarui: 28 September 2018   06:09 2802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://nasional.kompas.com/read/2018/05/08/09394811/pan-dukung-upaya-banding-hti

Pada masa pemerintahan orde baru, organisasi atau partai yang dinyatakan terlarang adalah PKI-- penganut paham komunis dan berhaluan kiri. Sedangkan pada masa pemerintahan Jokowi, yang terlarang tak hanya PKI, namun juga HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)---organisasi fundamentalis, berhaluan kanan penganut faham khilafah. Kini,  PKI dan HTI merupakan organisasi terlarang di Indonesia.

Terhitung tanggal 17 juli 2017, organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) resmi dilarang di Indonesia setelah pemerintah Indonesia mengkaji lebih dalam sepak terjang mereka selama ini. Pertimbangan  mendasarnya adalah HTI terbukti mengembangkan ajaran atau paham khilafah yang bertentangan dengan UUD 1945 dan  Pancasila.

Beragam kegiatan dan gerakan mereka di dalam masyarakat bertujuan menanamkan faham khilafah sebagai cara paling benar dalam menjalani kehidupan bangsa dan negara. Dengan cara itu mereka mengajak masyarakat dan rakyat untuk mengganti  UUD 1945 dan Pancasila, mengubah sistem negara NKRI menjadi Khilafah Islamiyah.

Kesamaan Cara PKI dengan HTI

Ada kesamaan gaya gerakan PKI pada masa lalu dengan HTI pada masa sekarang, yakni :

Pertama, PKI dan HTI ingin menghancurkan Indonesia yang sudah dibentuk susah payah oleh seluruh elemen bangsa pada masa lalu dari Sabang sampai Marauke. PKI bersifat ideologi yang ingin menjalankan pemerintahan dengan sistem komunis, bukan demokrasi Pancasila.

Lebih parah lagi HTI, selain bersifat ideologis, faham mereka ingin menghancurkan budaya Indonesia (nusantara) yang beraneka rupa dengan satu budaya bernuansa Arab (Timur Tengah). Segala tata nilai, ritual budaya, dan atribut budaya nusantara dipandang kafir dan tidak sesuai aliran keislaman yang mereka anut, sehingga harus dihancurkan dan masyarakat Indonesia dipaksa harus hidup sesuai simbol-simbol budaya Arab.

Demikian juga terhadap simbol negara seperti bendera merah putih, lambang Garuda Pancasila adalah barang haram. Selain itu, bagi HTI, prosesi kenegaraan seperti upacara resmi dan penghormatan bendera adalah haram dan ditentang,  karena mereka menganggap hal itu tidak  sesuai aliran keislaman yang mereka anut.

Kedua, PKI dan HTI membenturkan elemen masyarakat, dengan cara mengadu domba, contohnya masyarakat dengan ulama, umat beragama Islam dengan agama non Islam, ajaran agama Islam dengan tata nilai dan tradisi budaya lokal yang sudah lama ada, dan lain lain. Dengan cara memecah belah ini, mereka ingin melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang sudah lama jadi konsensus bersama dalam kehidupan berbangsa dan negara.

Ketiga, PKI dan HTI menghalalkan segala cara untuk menghancurkan Pancasila sebagai ideologi negara. Mereka bisa melakukan aksi teror, penciptaaan suasana ketakutan dan cara kekerasan lainnya terhadap masyarakat untuk memuluskan penyebaran faham mereka. Khusus HTI, mereka juga menyebar fitnah, dan memecah belah bangsa dengan bungkus kegiatan dakwah dan ceramah agama.

Sumbergambar: https://nasional.kompas.com/read/2017/05/12/16003611/wiranto.ideologi.khilafah.hti.ingin.meniadakan.negara.bangsa
Sumbergambar: https://nasional.kompas.com/read/2017/05/12/16003611/wiranto.ideologi.khilafah.hti.ingin.meniadakan.negara.bangsa
Penyusupan HTI dan Penggunaan Agama  

Indonesia merupakan negara yang dihuni beragam perbedaan, mulai dari agama, suku, ras, kebudayaan dan adat istiadat, dan lain sebagainya, namun Indonesia tetap satu dalam bingkai NKRI. Bagi HTI, konsep NKRI itu merupakan musuh karena tidak sejalan dengan faham mereka yang ingin menyatukan semuanya kedalam faham khilafah. Mereka terus berupaya menebar kebencian terhadap pemerintah, memecah belah kesatuan elemen bangsa dan pada akhirnya melakukan pengambilalihan kekuasaan pemerintahan yang sah, untuk menjadikan negara Indonesia bagian dari khilafah.

Walau organisasi HTI sudah dilarang, namun secara personal dan kelompok non-formal HTI masih hidup. Para penggiatnya masih banyak berada di tengah masyarakat kita. Mereka bergerak menyebarkan faham-faham HTI itu ke berbagai elemen masyarakat Indonesia, kelompok sosial dan keagamaan, kelompok politik dan bahkan masuk ke institusi pemerintah. Tentu saja kondisi ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Dengan dasar warna keislaman yang kuat melekat pada organisasi HTI, para penggiatnya relatif mudah melakukan pendekatan pada masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Demi membela kepentingan agama, masyarakat seringkali tidak sadar sedang  berada dalam penggiringan faham HTI.

Sebelum ada HTI, bangsa Indonesia hidup rukun damai. Kehidupan beragama damai. Kehidupan antar kelompok sosial terjalin erat. Adat istiadat dan budaya setiap entitas budaya setiap daerah bisa berjalan dengan damai tanpa ada pertentangan. Namun setelah adanya faham HTI yang tersebar dalam masyarakat, kehidupan beragama, interaksi sosial dan budaya menjadi sesuatu yang rentan pertentangan dan kericuhan oleh kelompok HTI yang menganggap semua itu tak sesuai ajaran agama yang mereka anut. Diduga, penentangan tersebut dilakukan organisasi HTI, mereka menjadi dalang keretakan kehidupan berbangsa saat ini.

Opini radikal dibentuk HTI di dalam alam pikiran masyarakat, sehingga masyarakat membenci pemerintah saat ini, dan juga membenci komunitas lain yang mereka anggap tidak sesuai dengan pemikiran HTI. Bukan hanya membenci agama lain di luar Islam, namun juga terhadap sesama orang beragama Islam yang mereka anggap tidak sejalan. Mereka tak segan mencap kafir kepada  anggota keluarga terdekat yang tidak sejalan dengan garis perjuangan HTI. Bagi kelompok HTI, orang tau kelompok diluar faham mereka adalah kafir dan musuh.

sumber gambar : http://sinarharapan.net/2017/07/hti-resmi-dibubarkan-ini-alasan-kemenkumham/
sumber gambar : http://sinarharapan.net/2017/07/hti-resmi-dibubarkan-ini-alasan-kemenkumham/
Metode yang sering HTI pakai adalah membenturkan ajaran agama Islam dengan realitas berbagai kebijakan pemerintah saat ini. Tujuannya adalah menciptakan opini pada setiap anggota masyarakat bahwa pemerintah salah, pemerintah zolim, tidak berpihak pada Islam, dan lain-lain sedangkan yang benar adalah cara sesuai aliran keislaman yang dianut HTI.

Salah satu contoh, mereka membangun opini bahwa pemerintah itu tak lebih penjajah masyarakat karena menerapkan konsep neo-imperialisme dan sekulerisme dalam berbagai kebijakan ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya. Konsep ini mereka anggap selain menyengsarakan rakyat, juga tidak sesuai dengan aliran keislaman yang mereka anut.

Masyarakat Harus Waspada

Saat ini rakyat Indonesia hidup di alam demokrasi yang memberi ruang kebebasan berserikat dan berkumpul. Selain itu peran hukum sebagai koridor dan patokan bertindak, baik secara individu maupun berkelompok.

Para penggiat faham HTI memanfaatkan alam demokrasi ini untuk menyebarkan fahamnya di tengah masyarakat. Padahal mereka sebenarnya sangat anti demokrasi.

Kalau dulu, rezim Orde Baru melakukan cara-cara represif tanpa memperdulikan HAM bila ada organisasi atau seseorang diduga berpaham komunis atau PKI. Orang tersebut ditindak rezim Orde Baru tanpa proses hukum. Mereka bisa saja "dilenyapkan" tanpa bekas.

Pemerintahan sekarang tidak melakukan cara represif  karena menjunjung tinggi  sistem demokrasi, hukum dan HAM. Ini menjadi celah bagi HTI untuk berkegiatan di tengah masyarakat. Mereka  relatif sulit dideteksi dalam melakukan kegiatan yang bersifat sosial dan keagaamaan.

Pada alam demokrasi tersebut, HTI bisa semakin membesar di tengah masyarakat yang terhasut. HTI menjadi bahaya laten yang merusak cara berpikir masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.   Sewaktu-waktu mereka bisa melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah.

Untuk mengantisipasi bahaya laten HTI, masyarakat  harus bersifat kritis, harus bisa melihat, memilah dan memilih dalam  aktivitas sosial dan keagamaan. Masyarakat harus berani menolak tegas bila ada orang menyebarkan faham HTI dan mengajak berkegiatan yang tidak sejalan ajaran agama yang selama ini diyakini, serta tidak sesuai budaya yang sudah lama dijalankan secara resmi  sesuai hukum positif di wilayah tempat tinggal.

Bila ada pelanggaran hukum dan mengarah kepada makar, masyarakat jangan segan melaporkannya pada pihak yang berwajib untuk ditindaklanjuti secara hukum.

salam NKRI

----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun