Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Aroma Erick Thohir dan Sandiaga di Pusaran Pilpres 2019

16 September 2018   00:53 Diperbarui: 16 September 2018   16:03 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: liputan6.com

Masuknya Sandiaga Uni (Sandi) dan Erick Thohir ke pusaran Pilpres 2019 melalui cara yang berbeda. Sandi jadi cawapres mendamping Prabowo karena dia seorang praktisi politik (berlatar belakang pengusaha). Sedangkan Erick Thohir dipilih jadi Ketua Tim Nasional pemenangan Jokowi/Ma'ruf Amin karena prestasinya sebagai profesional/pengusaha. Dia seorang pengusaha sukses yang sampai saat ini belum ada catatan buruk mengenai usahanya.

Bila dalam konteks jabatan politik, membandingkan kedua tokoh tersebut sebenarnya tidak "apple to apple". Sandi merupakan cawapres, sedangkan Erick Thohir  "cuma" ketua tim sukses pemenangan. 

Namun demikian, kehadiran mereka berdua di pusaran Pilpres 2019 bisa dirasakan aromanya. Darimana dan bagaimana asal aroma itu?

Aroma Sandiaga Uno 

Sandiaga Uno (Sandi) jadi cawapres mendamping Prabowo cukup mengagetkan banyak pihak, baik publik awam maupun para pengamat. Sejumlah alasan bisa dikemukakan, misalnya dia merupakan kader Gerindra, satu partai dengan Prabowo. 

Kurang menguntungkan secara politis bila dalam satu paket capres/cawapres berasal dari satu partai. Kalau capres/cawapres satu partai, bagaimana dengan kader partai lain (PAN, PKS dan kemudian Demokrat) dalam satu koalisinya? Apakah tidak dianggap?

Selain itu, dari berbagai survei elektabilitas lembaga politik, nama Sandi tidak termasuk, atau kalau pun masuk berada di bawah Anies Baswedan dan AHY. Namun akhirnya dengan sebuah manuver beraroma kurang sedap, Sandi resmi jadi cawapres mendampingi Prabowo.

Sandi merupakan Wakil Ketua Dewan Pembina partai Gerindra, yang kemudian mengundurkan diri jelang pencalonan wakil presiden. Walaupun secara formal telah mundur dari Gerindra jelang pendaftaran capres/cawapres, secara non formal, jiwa, eksistensi dan pengaruh Sandi masih tertanam kuat di partai Gerindra. Terlebih sampai saat ini, Sandi masih berada di lingkungan Gerindra dan koalisi pemenangan.

Mundurnya Sandi dari Gerindra hanya untuk formalitas. Hal itu akal-akalan ala politik agar partai Gerindra tak vulgar terlihat melakukan incest politik. Secara demokrasi hal itu tidak salah namun berbau kurang sedap.

sumber gambar : merdeka.com
sumber gambar : merdeka.com
Partai Gerindra seolah superior tapi sebenarnya tak berdaya mengelola partai lain dalam koalisi. Citra yang muncul, Gerindra meniadakan keberadaan partai-partai lain dalam koalisi. 

Mereka tak mampu menghadirkan calon wakil presiden dari PKS, PAN atau Demokrat selaku anggota koalisi---selain Gerindra yang sudah memastikan Prabowo sebagai calon presiden. Partai anggota koalisi tak lebih penggembira yang punya agenda tersendiri. 

Mereka juga tidak mampu mendapatkan calon wakil presiden dari para kader partai koalisi karena konflik kepentingan syahwat politik anggota partai anggota koalisi itu berlangsung sangat masif. Pun mereka tak mampu mendapatkan alternatif cawapres dari dari luar partai-partai koalisi.

Akhirnya "terpilih" lah Sandi. Supaya tak tampak incest politik, atau agar terlihat bahwa Sandi berasal dari luar koalisi, maka Sandi mundur dari keanggotaan partai Gerindra.  

Secara formil, ini taktik jitu namun citra incest politik tak bisa hilang karena Sandi sangat identik dengan Gerindra sampai kapanpun. Incest politik ini makin tak sedap karena Sandi memberikan uang 500 Milyar kepada PAN dan PKS yang tadinya ngotot kadernya jadi cawapres. Kesannya, Sandi membayar harga 1 trilyun agar dia bisa jadi cawapres.

Untuk meredam atau mereduksi bau tak sedap "incest politik" dan "bayar uang 1 triyun" untuk dapatkan posisi calon wakil presiden, maka Sandi mengundurkan diri dari jabatan Wakil Gubernur DKI yang dia sandang sebelumnya.  

Diberitakan dan dicitrakan lah bahwa hal itu dilakukan sebagai etika politik. Sebagai bentuk keseriusan menghadapi pilpres 2019. Sebagai wujud bukan seorang oportunis yang tamak pada kekuasaan dan jabatan.

Kemudian, lewat gerakan akar rumput, cara ini sekaligus untuk menyerang Jokowi selaku lawan politik. Disuarakan dengan nyaring bahwa Jokowi oportunis dan tamak kekuasaan karena tak mundur sebagai jabatan publik (petahana presiden) selagi mencalonkan diri jadi presiden di Pilpres 2019. Sejumlah elemen massa (lihat aksi Eggi Sudjana plus emak-emak militan) menuntut Presiden Jokowi mundur. 

Mereka pura-pura tak melihat, bahwa tidak ada aturan dan tradisi presiden harus mundur kalau jadi capres periode berikutnya. Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu tak memuat satu pasal pun yang menyebutkan presiden harus mundur saat jadi calon presiden.

Inginnya Sandi mundur dari jabatan Wagub DKI bisa bercitra positif. Tapi menyerang petahana dengan amunisi yang sama justru jadi blunder karena aturan dan demokrasi terang bendarang di ruang publik. 

Selain itu catatan kronologis terekam kuat di media dan memori publik, bahwa mundur dari jabatan wakil gubernur dan jadi cawapres dengan cara incest politik dan bayar uang 1 Trilyun merupakan dua hal yang berbeda. Publik tentu cerdas memilahnya.

Gaung suara tentang uang mahar 1 Trilyun dan incest politik jauh lebih nyaring di ruang publik karena munculnya label "Jenderal Kardus" terhadap Prabowo. Adalah partai Demokrat yang "berkhianat" menyuarakan secara keras  soal "Jenderal Kardus". 

Masuknya demokrat ke dalam kubu Prabowo setelah merendahkan Prabowo dengan sebutan " Jenderal Kardus" bikin aroma tak sedap di tubuh koalisi yang berimbas pada sosok cawapres Sandi.

Publik tersentak. Terpana. Kecewa. Dan merasa "gimana gethoo" mengingat uang 1 Trilyun hanya dinikmati sekelompok orang saja. Sementara mereka sebagai partai hampir tak terdengar kabar melakukan aksi nyata di lapangan. Calon pemimpin dengan mentalitias, kapabilitas dan integritas seperti ini kah yang layak dipilih memimpin negeri besar ini?

Semua ini jadi aroma tak sedap seorang Sandiga Uno. Ini merupakan catatan bagi rakyat Indonesia, ternyata begini cara Sandiaga Uno beserta koalisinya berpolitik. Bagi rakyat, hal tersebut merupakan bagian politik tak sedap yang selalu diingat terkait perhelatan Pilpres 2019. Tentu saja rakyat tak ingin masa depan mereka beserta anak cucu kelak menjadi tak sedap karena dipimpin orang yang tak sedap.

Aroma Erick Thohir 

Erick Thohir bukan praktisi politik dan bukan anggota partai politik mana pun. Dia "hanya" ketua tim pemenangan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin. Di dalam tim pemenangan itu, dia merupakan "orang luar" diantara sejumlah partai politik pengusung Jokowi. 

Namun karena kehebatan dan prestasinya, dia dipercaya menjadi ketua tim pemenangan tingkat nasional. Hebatnya, di posisi itu dia merupakan "komandan" bagi para partai politik besar.

Dia merupakan seorang profesional pengusaha yang sukses mengelola berbagai bidang usaha. Semua yang disentuh Erick Thohir menjadi kesuksesan. Prestasi hebat dan masih kuat dalam ingatan publik adalah kesuksesan Erick Thohir jadi ketua tim penyelengggara  Asian Games 2018.

Ketua Umum Indonesia Asian Games Organizing Committee (INASGOC) Erick Thohir memberikan arahan terkait persiapan Asian Games 2018 di Jakarta, Senin (3/7). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Ketua Umum Indonesia Asian Games Organizing Committee (INASGOC) Erick Thohir memberikan arahan terkait persiapan Asian Games 2018 di Jakarta, Senin (3/7). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Dalam bidang usaha, Erick Thohir merupakan pendiri Mahaka Group,  induk dari perusahaan yang memiliki fokus pada bisnis media dan entertainment. Unit usaha Mahaka di bidang penyiaran (broadcast) yaitu Gen FM & Jak FM, stasiun televisi Jak TV. Sementara itu, media luar ruang (out of home) Mahaka Advertising, penerbitan (publishing) yakni Harian Republika, Golf Digest, digital yakni rajakarcis.com dan berbagai perusahaan lainnya yang bergerak di bisnis olahraga dan hiburan.

Erick Thohir penggemar olah raga, khususnya bola basket dan sepak bola. Setelah jadi pengusaha, minatnya pada dunia olahraga disalurkan dengan mengakuisisi sejumlah klub olahraga, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Di Indonesia, Erick memiliki saham mayoritas klub Basket Satria Muda Britama Jakarta dan Indonesia Warriors, serta klub sepakbola Persib Bandung. Sedangkan di luar negeri, tak tanggung-tanggung, tahun 2013 Erick Thohir mengakuisi klub sepakbola elit Italia yakni Inter Milan FC yang bermain di seri A.  

Selanjutnya dia dipercaya jadi presiden klub ke 21 dalam 106 tahun sejarah klub besar kelas dunia tersebut. Bersamaan dengan itu, dia juga memiliki klub sepakbola Amerika, D.C. United dan juga pernah jadi pemilik klub bola basket NBA Philadelphia 76ers.

Dalam perannya ada organisasi keolahragaan, Erick ketua Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PERBASI) dan Presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (SEABA). Dia juga pernah menjadi Komandan Kontingen Indonesia untuk Olimpiade London 2012.

Erick Thohir seorang pemimpin dengan strategi dan perhitungan matang. Formula ini telah menghasilkan banyak kesuksesan, salah satu yang terkini adalah suksesnya Asian Games yang mampu memutar 45 Triliun Rupiah.

Kerja keras Erick Thohir dalam kesuksesan Asian Games 2018 telah membuat bangga negara dan rakyat Indonesia. Rasa bangga itu menyatukan rasa kebangsaan Indonesia dari Sabang sampai Marauke, bahkan yang tersebar di seluruh dunia. Selain itu juga mampu membangun optimisme bersama bahwa anak bangsa ini punya kemampuan hebat untuk eksis di dunia internasional. Punya etos kerja, kreativitas dan inovasi dalam berkarya yang tak kalah dengan bangsa lain di seluruh dunia.  

Dengan konsep pemikiran dan kerjanya, Erick Thohir menyegarkan kembali ingatan publik bahwa bangsa ini kaya akan budaya dan kita harus bangga memilikinya, untuk menjadikan persatuan dan kesatuan  Indonesia sebagai dasar kuat membangun negeri ini jadi negara hebat.

Apa yang Erick Thohir lakukan itu merupakan energi positif dan aroma wangi yang akan dia bawa terus sebagai Ketua Tim nasional pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, untuk juga diberikan kepada seluruh bangsa ini dalam perhelatan pilpres 2019.

----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun