Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Nilai Dolar AS Naik terhadap Rupiah, Masyarakat Jangan Terpancing Provokasi

6 September 2018   19:32 Diperbarui: 7 September 2018   22:01 2959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kompas/Priyombodo)

Disana terjadi hyperinflasi luar biasa. Menurut dana Moneter internasional (IMF), tahun ini Venezuela terancam hyperinflasi hingga 1 juta persen. Harga seekor ayam potong 14 juta Bolivar. Harga 1 kg tomat mencapai 5,2 juta Boliviar. Satu gulung kertas tisu toilet harganya 2,6 milyar. 

Krisis global menyebabkan nilai dolar mencapai angka Rp 15 ribu. Beruntunglah kini sudah menurun, dan nilai rupiah kembali naik setelah dilakukan langkah taktis oleh pemerintahan Jokowi. Seiring waktu, niscaya rupiah akan kembali menguat!

Awal kenaikan nilai dolar bukan karena kegagalan pemerintahan sekarang mengurus pembangunan negeri ini, namun karena berbagi faktor eksternal (global) seperti suku bunga The Fed, perang dagang China dan Amerika, krisis ekonomi di Turki, Argentina dan Venezuela. Semuanya menjadi suatu kompeksitas sehingga terjadi gonjang-ganjing perekonomian global. Situasi tersebut menjadikan sejumlah investor kuatir menempatkan dananya di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Namun dibandingkan negara-negara lain, tingkat kepercayaan luar negeri terhadap negara kita masih tinggi. Menurunnya nilai mata uang rupiah prosentasenya lebih kecil dibanding mata uang negara-negara lain yang mengalami situasi krisis global tersebut. Kepercayaan pada negara kita tetap terjaga karena pemerintahan dan pembangunan negera kita sudah berada di koridor yang benar dimata dunia internasional.

sumber gambar : pikiranrakyat.com
sumber gambar : pikiranrakyat.com
Bandingkan dengan krisis di negara Venezuela. Disana terjadi hyperinflasi luar biasa. Menurut dana Moneter internasional (IMF), tahun ini Venezuela terancam hyperinflasi hingga 1 juta persen.  

Harga seekor ayam potong 14 juta Bolivar. Harga 1 kg tomat mencapai 5,2 juta Boliviar. Satu gulung kertas tisu tolet harganya 2,6 milyar. Bayangkan, uang 2,6 milyar setara dengan 26 ikat uang 1.000 Bolivar yang jika ditumpuk maka ketebalannya mencapai 26 cm. Sementara jika uang itu dibungkus, maka setara dengan 2,6 kantong gula dengan berat masing-masing kantong 1 kilogram.

Salah satu penyebab negara Venezuela terpuruk karena sebelumnya pemerintahnya melakukan politik populis, memanjakan rakyatnya dengan berbagai subsidi di berbagai kebutuhan pokok dan sektor kehidupan. Akibatnya, fondasi ekonomi di tingkat bawah hingga atas menjadi tidak kuat. 

Politik populis itu jadi bom waktu yang pada akhirnya menyengsarakan rakyatnya sendiri. Selain itu menghilangkan kepercayaan luar negeri terhadap negara dan bangsa. Akibatnya perekonomian negara sulit untuk bangkit dalam waktu singkat.

sumber gambar : kompas.com
sumber gambar : kompas.com
Memanjakan rakyat dengan berbagai subsidi seperti itu pernah terjadi dimasa lalu negara kita, yakni masa Orde Baru. Hal itu merupakan masa suram dunia politik dan ekonomi Indonesia. Akibat subsidi yang berlebihan, ekonomi rontok tahun 1998 diterpa krisis moneter global. 

Ditambah lagi struktur politik dan pemerintahan saat itu tidak profesional karena adanya KKN di tingkat elit pelaku politik dan sejumlah golongan usahawan yang tidak mau diungkap (justru dilindungi) pemerintahan Orde Baru yang otoriter.

Pada pemerintahan pasca Orde Baru pun hal itu masih terjadi. Dalam 10 tahun pemerintahan SBY menghabiskan Rp 1297, 8 Trilyun (hampir 1300 Trilyun!) sepanjang tahun 2004-2014. Kalau dirata-rata setiap tahun sejumlah Rp 129,7 Trilyun.  Itu semua baru untuk subsidi BBM, belum yang lain. Jumlah uang itu sejatinya bisa untuk membangun banyak hal bagi rakyat seluruh Indonesia, bukan "dibakar" tanpa ada wujud nyata berupa aset tetap yang bisa dimanfaatkan secara terus menerus dari generasi satu ke generasi berikutnya dalam pembangunan.

Pemerintahan sekarang tidak mau lagi seperti masa lalu. Dan rakyat (publik) pun jangan mau diprovokasi--ditakut-takuti berita bohong bahwa naiknya nilai dolar akan sama kondisinya dengan jaman krisis Era Orde baru tahun 1998. 

Provokasi itu berniat membuat kondisi ekonomi dan sosial negara kita jadi gaduh, yang berpotensi terjadinya kerusuhan sosial layaknya masa lalu. Bila itu terjadi, rakyat yang rugi, sementara berbagai kelompok provokator itu mengambil keuntungan politis terkait syahwat kekuasaan yang sudah lama mereka incar. Sementara di sisi lain, mereka belum tentu mampu memberi solusi nyata terhadap krisis ekonomi global tersebut.   

Struktur ekonomi dan cara pemerintahan Indonesia saat ini sudah tidak sama seperti masa lalu. Ini yang harus publik negeri ini pahami. Kini subsidi BBM memang hampir ditiadakan, hanya di berapa item saja diberikan subsidi untuk rakyat kecil. Jumlahnya tidak besar namun fokus dan tetap dikontrol agar tepat sasaran. 

Dengan demikian, dana besar bisa digunakan sepenuhnya untuk pembangunan berbagai infrastruktur agar rakyat mudah menjalankan produksinya (perekonomiannya) sesuai potensi daerah masing-masing. Rakyat mendapatkan kemudahan memobilisasi hasil-hasil produksi daerah dari dari wilayah ke wilayah lainnya dengan cepat.

Jumlah uang yang pemerintah terdahulu gunakan untuk subsidi, kini oleh pemerintahan sekarang  digunakan untuk membiayai pembangunan, yang wujudnya nyata, bisa digunakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, misalnya jalan, jembatan, pelabuhan, prasarana irigasi dan kelautan, dan lain-lainnya di berbagai pelosok negeri ini. Dengan demikian bisa menciptakan pertumbuhan produksi (perekonomian) rakyat kecil secara mandiri dan merata.  

Kebijakan pembangunan pemerintah sekarang tidak sama dengan masa lalu. Bukti nyata sudah dilihat dan dirasakan pada berbagai infrastrukur terbangun, walau belum mencapai hasil maksimal. Ini merupakan proses yang "on going" sembari memanfaatkan yang sudah ada tersebut.

Kini pembangunan lebih memperkuat pengadaan asset fungsional bagi rakyat. Jadi, terkait menurunnya nilai rupiah atau naiknya dolar atas rupiah bukan persoalan yang perlu membuat masyarakat panik. Asset itu lah yang akan mendukung segala usaha perekonomian rakyat, agar mandiri dan kuat terhadap tekanan krisis global.

Masyarakat harus terus mendukung upaya-upaya pemerintah dalam mengatasi krisis global. Itu lebih bermanfaat daripada bertindak kontraproduktif karena dimakan isu yang dilontarkan kelompok-kelompok politis anti pemerintah. Mereka memanfaat kan krisis global untuk menciptakan citra buruk pemerintahan sekrang. Mereka bermaksud mengadu domba rakyat dengan pemerintah dengan tujuan menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi saat ini.  

Sekarang jaman teknologi dan informasi. Perangkat informasi canggih dan cepat. Dunia pun bagai dalam genggaman. Segala infromasi dari seluruh penjuru dunia mudah didapatkan. Bila ada isu atau kabar dari berbagai sumber yang tidak jelas, bisa dilakukan cek dan ricek pada sumber informasi yang valid, misalnya media mainstream yang tidak diragukan obyektivitas-integritasnya. Ini koentji, sodara-sodara!

Dengan mendukung segala upaya pemerintah, negara kita mendapatkan point plus dimata dunia internasional, bahwa masyarakaat dan pemerintah tetap solid, politik dalam negeri tetap stabil yang mampu menciptakan aman bagi mereka untuk berinvestasi atau menjalankan investasi yang sudah ada. Roda pembangunan ekonomi tak henti dipacu, sehingga bisa memperkuat nilai rupiah terhadap mata uang Dolar.

Mendung pasti berlalu. Kalau bukan pemerintah dan rakyat yang melakukannya, siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan lagi? Aku sih rapopo.

Tetap bangga Indonesia!

----

Peb, 6/9/2018

Referensi :  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun