Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Serangan "Bullying" sebagai Penguat Mental dan Meningkatkan Selera Humor

2 Agustus 2018   14:39 Diperbarui: 4 Agustus 2018   11:30 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : dream.co.id

Zaman sekarang, seorang anak bisa mencandai orang tuanya. Sebaliknya orang tua pun "open mind" terhadap "celoteh canda bully" anak-anaknya. Dengan begitu relasi anak-orang tua jadi cair dan bisa saling mendekatkan keduanya. 

Contoh lainnya, seorang atasan di kantor bisa berteman akrab dengan para bawahannya diluar konteks kantor (non-formal). Mereka bisa jalan-jalan dan makan bareng atau tergabung dalam komunitas hobby yang sama. Di ruang non-formal itu mereka bisa saling bercanda, ledek-ledekkan bahkan saling bully.

Kalau Kompasiana lahir zaman "doeloe"--misalnya tahun 1950an-- mungkin para Kompasianer segan untuk "mencandai (bully)" para admin karena admin secara hirarki berada "diatas" para Kompasianer. 

Admin merupakan "pengatur" Kompasiana, sedangkan Kompasianer "berada di pihak yang diatur". Nasib akunnya ditentukan keputusan admin. 

Rasa segan mencandai tersebut merupakan situasi hirarkis dan terasa "feodal" yang terbangun bukan oleh admin, tapi oleh sebuah mentalitas zaman 50-an yang masuk kedalam mempengaruhi setiap Kompasianer dan admin secara sengaja atau tidak sengaja.

Belajar pada Keberhasilan "Langganan" Bully

Mungkin sering kita temui ada kawan atau anggota keluarga "yang tak putus dirundung bully" dalam setiap kesempatan pergaulan atau pertemuan dalam kumpulan. 

Uniknya, dia tidak marah, justru banyak tertawa dan sering berbalas bully dengan cara unik sehingga kumpulan itu dipenuhi keceriaan. Dia memiliki energi baik, yang membuatnya banyak teman, dan mereka sangat menyayanginya. 

Karena energi baiknya, saat dibully dia tetap bisa menjadi "Bintang Lapangan" yang mampu menghidupkan suasana pergaulan dan menghibur banyak orang. Kumpulan itu seolah butuh kehadiran dia, "Gak ada elu gak rame, bro".

Bila kita simak, orang tersebut  sejatinya memiliki mental kuat dan selera humor yang tinggi. Dalam pergaulan, kemanapun arah bully yang dia terima, mampu dia jadikan "hiburan" bagi semua orang. Dari hal tersebut ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik, yakni:

Pertama, sikap "cuek" atau "tak perlu ambil hati." Sikap ini mengajarkan untuk menganggap bully hanya sekedar candaan semata. Apapun serangan bully yang diterima tidak perlu diambil hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun