Zaman sekarang, seorang anak bisa mencandai orang tuanya. Sebaliknya orang tua pun "open mind" terhadap "celoteh canda bully" anak-anaknya. Dengan begitu relasi anak-orang tua jadi cair dan bisa saling mendekatkan keduanya.Â
Contoh lainnya, seorang atasan di kantor bisa berteman akrab dengan para bawahannya diluar konteks kantor (non-formal). Mereka bisa jalan-jalan dan makan bareng atau tergabung dalam komunitas hobby yang sama. Di ruang non-formal itu mereka bisa saling bercanda, ledek-ledekkan bahkan saling bully.
Kalau Kompasiana lahir zaman "doeloe"--misalnya tahun 1950an-- mungkin para Kompasianer segan untuk "mencandai (bully)" para admin karena admin secara hirarki berada "diatas" para Kompasianer.Â
Admin merupakan "pengatur" Kompasiana, sedangkan Kompasianer "berada di pihak yang diatur". Nasib akunnya ditentukan keputusan admin.Â
Rasa segan mencandai tersebut merupakan situasi hirarkis dan terasa "feodal" yang terbangun bukan oleh admin, tapi oleh sebuah mentalitas zaman 50-an yang masuk kedalam mempengaruhi setiap Kompasianer dan admin secara sengaja atau tidak sengaja.
Belajar pada Keberhasilan "Langganan" Bully
Mungkin sering kita temui ada kawan atau anggota keluarga "yang tak putus dirundung bully" dalam setiap kesempatan pergaulan atau pertemuan dalam kumpulan.Â
Uniknya, dia tidak marah, justru banyak tertawa dan sering berbalas bully dengan cara unik sehingga kumpulan itu dipenuhi keceriaan. Dia memiliki energi baik, yang membuatnya banyak teman, dan mereka sangat menyayanginya.Â
Karena energi baiknya, saat dibully dia tetap bisa menjadi "Bintang Lapangan" yang mampu menghidupkan suasana pergaulan dan menghibur banyak orang. Kumpulan itu seolah butuh kehadiran dia, "Gak ada elu gak rame, bro".
Bila kita simak, orang tersebut  sejatinya memiliki mental kuat dan selera humor yang tinggi. Dalam pergaulan, kemanapun arah bully yang dia terima, mampu dia jadikan "hiburan" bagi semua orang. Dari hal tersebut ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik, yakni:
Pertama, sikap "cuek" atau "tak perlu ambil hati." Sikap ini mengajarkan untuk menganggap bully hanya sekedar candaan semata. Apapun serangan bully yang diterima tidak perlu diambil hati.