Pada sisi lain, diberbagai tempat, khususnya kota yang memiliki banyak kawasan industri, sebelum tanggal 1 Mei warga kota sudah siap mental "dapat susah" yakni terjebak macet. Mereka akan berpikir ulang melewati jalan-jalan tertentu yang jadi jalur demonstrasi. Demikian juga angkutan umum khususnya yang rutenya  termasuk jalur demonstrasi. Sekoordinatif apapun pelaksana demontrasi dengan para aparat terkait, arus lalu lintas tidak selancar biasanya karena jalan (dan ruang publik lainnya) sebagian tersita demontran. Kalau terjebak macet, ada harga yang harus dibayar angkutan umum, yakni waktu lebih banyak terbuang dan pengeluaran bensin jadi lebih besar.Â
Renungan dan Harapan
Kalau merujuk pada hari raya keagamaan (yang bersifat universal atau mendunia), kita akan dapatkan suasana berbeda dari zaman ke zaman. Ada transformasi perayaaan ketuhanan ke dalam suca cita baru yang bersifat keduniawian tanpa menghilangkan romantisme keilahian itu sendiri. Dengan cara pandang baru, semua item perayaan relevan dengan kehidupan zaman, bahwa silaturahmi dan perayaan adalah bagian tuntutan kelilahian. Memperbaharui relasi manusia dengan manusia adalah pembaharuan relasi manusia dengan Tuhan.Â
Perayaan keagamaan itu kemudian menjadi sebuah wujud syukur dan sukacita---semenderita apa pun si pemeluk agama itu dalam kehidupan yang dijalaninya. Golongan orang miskin tidak menggugat Tuhan karena mereka miskin. Golongan rakyat kaya tidak menggugat Tuhan kenapa tidak lebih kaya lagi. Dalam hal tersebut, pemerintah memberi ruang yang sama kepada seluruh rakyat untuk merayakan hari Tuhan bagi pemeluknya. Bahkan kepada warga miskin seringkali ada kebijakan tertentu agar mereka bisa bersuka cita bersama seluruh rakyat pemeluk agamanya.
Kalau melihat hari raya nasional seperti hari kemerdekaan atau hari pahlawan juga ada transformasi pemaknaan yang kemudian diwujudkan dalam tindakan komunal mengarah pada sukacita bersama. Bayangkan saja, kemerdekaan dan pahlawan adalah kegetiran masa lalu, nyawa, darah dan air mata tertumpah, kehinaan sebagai manusia dan bangsa jadi hal (luka batin) yang sulit dilupakan. Semua itu jadi romantisme yang tak menyedihkan. Namun dalam transformasi pemaknaannya dapat diwujudkan dengan beragam kegiatan sukacita bersama untuk mempererat persaudaraan sebagai anak bangsa di lingkungan masing-masing.
Bagaimana dengan Hari Buruh? Akan kah terus terkonotasikan demontrasi? Tidak adakah ruang transformasi romantisme masa lalu hari buruh menuju suatu wujud kesukacitaan bersama dalam beragam kegiatan menyenangkan di lingkungan terdekat seluruh masyarakat --seperti hari raya keagamaan, hari kemerdekaan, hari Kartini atau hari kepahlawanan lainya?
Semoga suatu saat nanti semua orang merayakan Hari Buruh dengan kesukacitaan, segetir apapun hidup yang dialami. Kelak, kesukacitaan hari buruh itu dimaknai sebagai energi baru untuk membangun relasi baru pada tantangan kerja hari ini dan masa depan menuju perwujudan kesejahteraan.(peb2018)
----Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI