Lalu, apakah bijak bila Ibu Susi yang pendidikannya rendah dilawankan dengan Ibu Sri Mulyani yang berpendidikan tinggi? Tentu saja tidak bijak, karena dalam konteks  perlawanan (perjuangan), lawan mereka adalah hegemoni dunia laki-laki, dan dunia kebebasan untuk menyatakan diri dan berperan aktif bagi kehidupan banyak orang. Atas perlawanan itulah Ibu Susi dan Ibu Sri Mulyani menjadi Ikon. Â
Mari kita temukan pertanyaan lain. Tampilnya kedua perempuan hebat ini sebagai "Ikon Kartini Jaman Now" apakah sudah sesuai dengan garis pemikiran Kartini tentang perempuan Indonesia?Â
Dalam perjuangan Kartini ada dua hal mendasar yakni ; Pendidikan bagi kaum perempuan, dan Kesetaraan kaum perempuan berkiprah bersama kaum laki-laki. Untuk lebih lengkapnya silahkan baca catatan Kartini di dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang".Â
Tampilnya Ibu Susi Pudjiastuti dan Ibu Sri Mulyani di dunia pemberitaan  hari Kartini bukan menjadikan hari Kartini milik mereka berdua. Pemilik hari Kartini adalah semua perempuan Indonesia. Sedangkan mereka berdua "hanya Ikonik perlawanan Jaman Now" bagi seluruh perempuan Indonesia. Fungsinya sebagai inspirasi.
Bagaimanapun, manusia butuh Ikon untuk memunculkan semangat dan menguatkan diri dalam perjuangan, seperti halnya seorang Kartini pada perjuangan perempuan Indonesia.Â
Selamat Hari Kartini
----Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H