Hari raya keagamaan merupakan pesta religi rakyat dalam sukacita pemeluknya. Mereka jadikan pesta tersebut sebagai salah satu bentuk relasi suci kepada Sang Pencipta yang telah memberi kehidupan di dunia dan kelak di akhirat. Hal yang mendasarinya adalah keyakinan, dan demi keyakinan religi, apa pun akan dilakukan.
Keluarga, dalam hal ini rumah tangga merupakan kunci penting perayaan keagamaan--yang kemudian berjejaring antar keluarga dan kerabat, handai taulan, komunitas dan seterusnya.Â
Dalam pesta perayaan keagamaan, jejaring ini menciptakan penguatan silaturahmi sebagai bagian penting perayaan keagamaan karena silaturahmi tersebut adalah wujud dari 'religiusitas' keagamaan selain ibadah. Dalam perayaan keagamaan, setiap keluarga (rumah tangga) berupaya memberikan yang terbaik saat momen silaturahmi dengan setiap anggota keluarga dan jejaringnya.
Untuk hari raya keagamaan, banyak barang pokok (pangan) rumah tangga diperlukan seperti  beras, gula, minyak goreng, minuman, sayuran, daging, dan lain lain. Selain itu juga kebutuhan sandang seperti pakaian, sepatu, perhiasan, furniture dan lain-lain. Fenomena yang kemudian terjadi adalah meningkatnya pengeluaran dana rumah tangga (keluarga) dan beragam kebutuhan pokok.
Meningkatnya kebutuhan dalam jumlah besar pada rentang waktu relatif panjang mempengaruhi perekonomian regional maupun nasional pada satuan waktu tertentu.  Peningkatan kebutuhan (permintaan) bahan pokok hari raya dikuti banyaknya (penawaran) barang dan jasa kemudian menjadi salah satu penyebab meningkatnya  inflasi pada masa menjelang hari raya keagamaan.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.  Inflasi juga  merupakan suatu proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu dan bukan semata tinggi-rendahnya tingkat harga, (sumber).
Inflasi memuat mata rantai yang rumit, melibatkan simpul-simpul perekonomian, yakni : pemerintah, masyarakat konsumen, penyedia bahan baku, produsen, pengecer, penjual barang dan jasa, dan lain sebagainya. Antar simpul saling terkait, sehingga bila salah satu simpul tidak berjalan sebagaimana mestinya akan menimbulkan dampak negatif inflasi terhadap masyarakat luas dan pelaku dam simpul-simpul itu sendiri.
Simpul yang paling merasakan dampak negatif inflasi dalam kehidupan sehari-hari adalah masyarakat konsumen khususnya masyarakat kecil berpenghasilan rendah dan tetap. Mereka, baik  yang akan berhari raya maupun  yang tidak merayakan hari raya, merupakan kelompok  terbesar di negara kita saat ini. Â
Faktor berkurangnya pasokan barang karena berbagai hal diluar kewenangan dan pengetahuan masyarakat awam, harga bahan pokok melambung tinggi dan turunnya nilai uang menyebabkan daya beli kedua kelompok masyarakat tersebut jadi lemah. Banyak pokok dan mendasar bisa tak terjangkau isi kantong; tak terbeli atau volumenya tak sesuai kebutuhan dasar, padahal sangat diperlukan dalam kehidupan mereka sehari-hari termasuk saat hari raya keagamaan.Â
Terkait hal tersebut, pemerintah terus berupaya menekan dampak negatif inflasi sekecil mungkin dengan cara menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok agar dapat dijangkau seluruh masyarakat. Upaya  pemerintah itu tak akan banyak membantu bila tanpa peran aktif masyarakat konsumen selaku "pelaku ekonomi" terbesar. Â
Peran serta masyarakat itu dapat dimulai dari diri sendiri dan  keluarga atau rumah tangga, yakni dengan menjadi konsumen cerdas saat menyambut hari raya keagamaan dan hari-hari biasa. Cara cerdas tersebut dapat dilakukan saat menentukan belanja kebutuhan pokok rumah tangga. Adapun beberapa langkah yang bisa dilakukan, sebagai berikut :
Inventarisir kembali barang masih layak digunakan
Tidak ada salahnya bila kita menginventarisir kembali berbagai barang yang diumiliki atau pernah dibeli, khususnya sandang dan peralatan rumah tangga seperti pakaian, sepatu sandal, perhiasaan, alat dapur dan rumah tangga, mebel beserta hiasaannya, dan lain sebagainya. Barang tersebut mungkin masih tersimpan atau jarang digunakan namun kiranya masih layak pakai sehingga tidak perlu lagi membeli yang baru.Â
Jangan sampai kelupaan dan setelah berbelanja ternyata barang tersebut  sudah dimiliki dan masih berfungsi dengan baik. Harus dipilah dan dipahami keberadaan barang tersebut berdasarkan fungsinya, bukan semata 'gengsi' atau mengikuti gaya hidup.
Membuat perencanaan belanja rutin dan belanja hari raya
Pada hari raya keagamaan biasanya setiap keluarga sudah memiliki gambaran kegiatan, rentang waktu dan jumlah tamu yang datang, baik itu keluarga dekat maupun kerabat jauh. Ada model open house selama 1-2 hari (mengikuti libur resmi) sebagai suatu batasan waktu menerima tamu resmi. Ada pula yang bersifat bebas namun terukur dari hari H sampai berakhirnya suasana hari raya.Â
Sehubungan hal tersebut, penyediaan varian menu makanan dan minuman khususnya jenis kemasan/kalengan siap saji (beli jadi) haruslah selektif,  baik  varian, jenis, merk, dan jumlahnya. Sebaiknya barang makanan tersebut tidak terlalu banyak yang jenisnya sama atau justru variannya diperkecil.Â
Dari hal tersebut dibuat perencanaan menu makanan dan kebutuhan pelengkap lainnya yang dituangkan dalam rencana belanja. Sajian menu sebaiknya mengikuti kemampuan dana, jangan memaksakan diri mengikuti tren atau kebiasaan keluarga lain. Memiliki ciri khas keluarga sendiri  atau menjadi  diri sendiri dalam berhari raya akan jauh lebih berkesan karena inti dari hari raya bukan pada pangan (makanan)  dan sandang berlebihan melainkan ibadah dan terciptanya silaturahmi erat.
Menjalankan langkah konsumen cerdas
Pada masa jelang hari raya, beragam produk sandang terutama pangan (makanan) tersedia di pasaran dengan berbagai jenis dan merk. Menyikapi hal tersebut, jadilah konsumen cerdas dengan menjalankan beberapa cara: Â
Pertama, teliti setiap barang sebelum membelinya. Periksalah secara seksama kualitas barang, kondisi serta harga barang/jasa yang akan dibeli.Â
Kedua, pastikan produk barang sudah sesuai standar yang berlaku resmi dari pemerintah (kehalalan, BPOM,SNI, dll).Â
Ketiga, lihat tanggal kadaluarsa barang agar aman dikonsumsi.Â
Keempat, periksa label, yakni nama barang, perusahaan/produsen atau distributor. Pada barang-barang bersifat peralatan ada petunjuk penggunaan dan garansi yang diberikan. Kelima, beli barang sesuai kebutuhan, bukan semata berdasarkan keinginan/kesenangan.
Sikap menahan diri
Pada masa jelang hari raya, beragam produk berbagai jenis, disain, Â merk, tumpah ruah di pasaran dengan berbagai tawaran menggiurkan harga murah/diskon/hadiah dan lain sebagainya. Hal tersebut gampang ditemui di pusat-pusat perbelanjaan modern.Â
Situasi tersebut seringkali menggoda banyak orang untuk berlaku konsumtif dan hedonis. Kondisi itu perlu disikapi dengan bijak. Diperlukan sikap menahan diri untuk tidak larut dalam godaan tersebut. Kita harus selalu ingat pada perencanaan belanja yang sudah dibikin, dan norma agama yang tak mengajarkan sikap hedonis dalam perayaan keagamaan.
Tetap sisihkan dana untuk menabung
Dalam situasi kebutuhan yang meningkat untuk menyambut hari raya, dana atau uang yang dimiliki janganlah sampai habis digunakan demi  'keinginan memberikan yang terbaik' pada keluarga dan kerabat.Â
Upayakan tetap menyisihkan sebagian dana untuk ditabung karena situasi kehidupan kedepan seringkali sulit diprediksi.  Akan sangat ironis bila setelah hari raya kemudian kita tak lagi memiliki dana untuk keberlanjutan keperluan lain. Jadinya, hari raya yang barus saja dilewat akan kehilangan makna karena masalah defisit anggaran rumah tangga berefek pada masalah lain atau konflik  yang tak bisa diperkirakan sebelumnya.
---
Berbelanja kebutuhan pokok merupakan kegiatan tersendiri yang butuh perhitungan ekonomi dan pertimbangan  sosial/budaya. Untuk itu kita harus memiliki sikap cerdas berbelanja, bukan hanya pada hari raya semata namun juga pada hari biasa. Â
Terkait inflasi, masyarakat awam dihadapkan pada batasan kewenangan dan pemahaman terhadap gejolak inflasi tersebut. Namun demikian, ada cara tersendiri sesuai lingkup diri masyarakat awam yang bisa dilakukan untuk berperan serta menciptakan stabilitas harga bahan pokok, yakni dengan menjadi konsumen yang cerdas dalam berbelanja.Â
Hal ini akan sangat membantu pemerintah dalam upaya pengendalian harga bahan pokok atau menjaga stabilitas harga kebutuhan barang pokok secara lebih luas. Hasil atau manfaat dari semua itu akan kembali ke masyarakat awam itu sendiri, yakni keterjangkauan daya beli dan mereka bisa menjalani hari raya keagamaan dengan riang gembira.
Sikap berbelanja secara cerdas tak akan mengurangi makna perayaan keagamaan. Justru sebaliknya, ada nilai tambah religiusitas diri dan keluarga ketika kemampuan menahan atau mengendalikan diri terhadap nafsu konsumerisme-hedonisme bisa ditingkatkan.Â
Menyambut hari raya keagamaan di tengah gempuran berbagai tawaran barang konsumtif bisa menjadi ruang pembelajaran nyata, yang tak hanya berguna bagi pembangunan sikap religius (keagamaan), namun juga keluarga dan negara.
Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H