Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Foto "Selfie Zaman Now" vs Penjaga "Narsis Zaman Old"

24 November 2017   12:34 Diperbarui: 26 November 2017   16:36 8055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa 80-an dan sebelumnya, seseorang akan menunjukkan foto dirinya yang terbagus atau terindah ke orang lain (publik). Pakaian dan dandanan dipersiapkan sebelum berfoto. Bingkai foto diberi hiasan motif tertentu. Gaya foto diatur sedemikian rupa. Hampir tidak mungkin seseorang secara sengaja memajang fotonya sedang sakit, karena itu dianggap mempermalukan diri sendiri.

Pada masa itu tidak semua orang berani berfoto kalau tidak terpaksa atau tidak ada keperluan mendesak, misalnya untuk kelengkapan admisnistrasi pekerjaan, sekolah, perkawinan dan lain sebagainya. Diluar hal itu, tidak ada niat membuat foto diri secara spontan. Kalau pun ada event bersama, seseorang masih lihat-lihat situasi. Tidak serta merta mau berfoto dalam kumpulan dengan berbagai pertimbangan, misalnya kesadaran akan status sosial, hierarki dalam komunitas dan masyarakat. Bila bisa menghindar, maka dia akan menghindar.

Era masa lalu itu teknologi dipegang sepenuhnya oleh studio dan fotografer yang dibayar. Orang yang ingin memiliki foto pribadi harus datang ke studio foto untuk 'menyerahkan dirinya' difoto sesuai pesanan. Dalam jangka waktu tertentu hasil foto diserahkan studio foto. Ada relasi konsumen dan konsumen terbentuk di dalam berfoto.

Penjaga Sifat Narsis Zaman Old

Teknologi fotografi dan kepemilikan teknologinya berjarak dalam ruang dan waktu dengan setiap orang.  Dalam jarak ruang, lokasi dan gaya foto seseorang ditentukan oleh fotografer atau studio foto yang memberi saran dan alternatif pada apa yang mereka miliki. Contohnya setting foto studio didasarkan apa yang ada di studio tersebut. Dalam hal jarak waktu, antara waktu keinginan seseorang berfoto dengan terwujudnya keinginan itu masih tergantung banyak hal, misalnya ketersediaan tempat berfoto (waktu buka foto studio) dan tukang fotonya. Kalau pun saat itu seseorang punya alat fotografi pribadi, hasilnya harus dicetak di studio foto. Memang ada era teknologi foto bisa langsung cetak dari alat foto (kamera), namun kepemilikannya sangat terbatas bagi yang punya banyak uang.

Adanya jarak ruang dan waktu disebabkan teknologi fotografi dan kepemilikan teknologi menjadikan orang "tak familiar" untuk berfoto. Berfoto bukan sesuatu yang dekat dengan keseharian waktu yang dijalani dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari satu tempat ke tempat lain, dari satu peristiwa ke peristiwa lain dan seterusnya. Hal itu menjadikan 'sifat narsis' jadi terpendam atau terjaga. 

Sifat Narsis merupakan hal naluriah pada setiap orang. Dengan begitu, secara tidak langsung, naluri narsis seseorang dibatasi dan dijaga oleh keterbatasan teknologi alat fotografi dalam ruang dan waktu.  Kalau pun tiba-tiba ada kesempatan berfoto, sifat narsis itu seolah 'tergagap' dengan sendirinya. Selalu timbul rasa ragu oleh berbagai sebab. Narsis yang ragu dan tergagap itu bersumber pada "rasa malu".

Warkop DKI dulu dan sekarang. Sumber foto : http://cdn.selebupdate.com/wp-content/uploads/2017/08/Warkop-DKI.jpg
Warkop DKI dulu dan sekarang. Sumber foto : http://cdn.selebupdate.com/wp-content/uploads/2017/08/Warkop-DKI.jpg
Masa kini atau zaman now berbeda jauh dengan 'zaman old'. Setiap orang hampir pasti memiliki smartphone yang ada teknologi fotonya. Teknologi foto itu sangat mendukung setiap orang untuk berfoto secara mandiri, tidak lagi tergantung pada studio foto apalagi fotografer. Setiap orang adalah fotografer profesional bagi dirinya sendri.

Zaman now ,selfie atau pun wefie menjadi "wajib hukumnya" diunggah di akun medsos pribadi dan kelompok yang berarti mereka tampil ke ruang publik secara cepat, mudah dan murah. Hal itu  untuk mempertegas diri sebagai orang masa kini.

Transformasi Narsis dan Nilai Malu Kaum Zaman Old

Generasi zaman now tak ada rasa ragu, sungkan ataupun malu. Tak ada batasan apapun bagi mereka untuk tampil ke ruang publik selama smartphone dalam genggaman. Mereka bisa beraksi menjalankan sifat naluri narsisnya, sejak mulai bangun tidur hingga jelang tidur. Tak perduli situasi tempat apakah tempat formil atau non-formil, dalam suka cita ataupun duka cita, dalam keberuntungan atau kemalangan, atau bahkan sedang berbaju bagus atau tak berbaju sama sekali!

Generasi Jaman Now kapanpun dan dimanapun bisa berfoto. Sumber gambar : https://i2.wp.com/www.manadobaswara.com/wp-content/uploads/Manado-Memikat-Traveler-Milenial2.jpg?resize=850%2C460&ssl=1
Generasi Jaman Now kapanpun dan dimanapun bisa berfoto. Sumber gambar : https://i2.wp.com/www.manadobaswara.com/wp-content/uploads/Manado-Memikat-Traveler-Milenial2.jpg?resize=850%2C460&ssl=1
Untuk urusan berfoto narsis, generasi zaman now lebih lincah dan cair. Mereka tidak pernah merasakan situasi psikologis oleh keterbatasan teknologi foto dan kesempatan berfoto. Tanpa batasan itu, nilai sebuah rasa malu pun berbeda dengan generasi zaman old. Nilai-nilai narsis bagi mereka adalah kekinian, suka-suka.

Generasi zaman old yang berkesempatan hidup di zaman now mau tidak mau berada dalam transformasi ruang dan waktu. Transformasi itu berjalan terus menerus di dalam kesempatan mereka untuk narsis di ruang publik. Naluri narsis beserta rasa malu mereka mengalami transformasi yang dahsyat, yakni  sebuah situasi dan kondisi antara spontanitas unjuk diri di ruang publik berkelahi dengan adanya penjaga narsis yang mereka alami pada masa dulu.

Bila membandingkan situasi psikologis usia zaman old yang pernah hidup di era terbatasnya teknologi fotografi dan kesempatan berfoto, untuk "urusan foto memfoto" generasi zaman old bisa secara fasih membedakan suasana psikologis kedua era tersebut.

Beruntunglah generasi zaman old yang sekarang masih hidup dan turut merasakan zaman now. Mereka lebih kaya akan "referensi rasa malu dari naluri narsis". Kalaupun ada sejumlah orang dari generasi zaman old lebih narsis dan malu-maluin daripada generasi zaman now, itu hanyalah BONUS sebuah transformasi rasa malu kaum old!

Perkara bonus itu sebuah anomali atau tidak, bukan lagi sebuah masalah di ruang zaman now! Bukankah begitu om/tante zaman old? Heu..heu..heu....

------

Peb 24/11/2017

Silahkan baca juga : Anda Pegang Kendali Sejak Bangun Tidur sampai Menjelang Tidur Kembali

Gue Partai Kerokanisme Jaman Now

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun