Apakah ormas dan agama itu sama? Bagaimana cara melihat keduanya? Saat ini kedua pertanyaan pertama bisa muncul setelah sebuah pernyataan Eggi Sudjana (ES) di media terkait gugatannya pada Perpu Ormas jadi pembicaraan besar republik ini. Oleh Eggi Sudjana, Ormas dimaknai "dipersamakan" dengan Agama. Pernyataan tersebut  itu menimbulkan pro dan kontra di ruang publik berdasarkan masing-masing kepentingan--sekaligus mampu membangunkan sebuah 'wacana kritik' bersama terhadap cara berpikir tentang "mahluk" yang namanya 'Agama' dan 'Ormas' dalam lingkup rumah besar NKRI.
Selama ini "kedua mahluk" tersebut merupakan bagian yang lekat didalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tapi tidak semua orang mampu mendefensikannya secara jelas. Ketika pernyataan ES itu muncul, maka kedua "mahluk" tersebut seolah menggeliat dan membuat publik panik dan ribut sendiri.
Mahluk Ormas dan Agama
Ormas atau organisasi massa merupakan lembaga tertentu yang berisi orang-orang dengan satu visi dan tujuan yang sama. Menurut UU no 17 tahun 2013 : Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut 'Ormas' adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. (lihat : peraturan.go.id).
Ormas secara gamblang merupakan produk manusia untuk berkumpul dan bekerja (aktivitas) dalam naungan undang-undang di suatu teritorial/kewilayahan kerja yang sudah disepakati dalam undang undang, yakni lingkup negara RI dan juga daerah.Â
Di dalam ormas ada produk manusia yang namanya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang berbeda untuk masing-masing ormas. Dalam undang-undang itu dikatakan juga bahwa ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis.
Seperti halnya ormas, agama juga merupakan kumpulan orang-orang. Namun bila dilihat lebih dalam keduanya sangat berbeda. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pengertian agama adalah "ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya".Â
Penjelasan kamus itu bersifat etimologis (kebahasaan). Istilah 'agama' dari bahasa Sanskerta yang mengandung pengertian sejenis peraturan dari 'wahyu Ilahi' yang menghindarkan manusia dari kekacauan, mengantarkan manusia menuju keteraturan dan ketertiban. Di dalam agama terkandung nilai-nilai universal yang abadi, tetap, dan berlaku sepanjang masa atau kekekalan. Selain itu ada unsur "tradisi" dan "budaya" di dalamnya.
Sebenarnya untuk mendapatkan defenisi atau pengertiannya relatif sulit karena berkaitan dengan subektifitas masing-masing agama (orang-orang yang mengikatkan diri di dalam kumpulan tertentu), bersifat batiniah-individulistis. Inilah salah satu yang membedakannya. Agama dipandang sebagai produk Ilahi (bersifat ke-Ilahi-an) yang diyakini secara batiniah (spiritual) oleh kumpulan pengikutnya.Â
Keilahian agama menjelaskan bahwa "produk" pengikat dan landasan kerja kumpulan ini bukan berasal dari manusia, melainkan dari 'Yang Maha Kuasa'. Setiap agama tidak sama dalam menyebut/menamakan "Sang Sumber'. Agama dipandang sebagai hubungan pribadi setiap individu dengan Sang Maha Kuasa. Â Dalam hubungan atau relasi pribadi tersebut, si manusia secara batiniah terpanggil secara terus menerus oleh sang Maha Kuasa, dan dia mengikuti atau menjawab panggilan itu secara terus menerus pula didalam kehidupannya di dunia.
Sakral dan Profan Kumpulan Manusia
Dalam agama tidak ada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebagaimana organisasi massa atau organisasi produk manusia lainnya. Produk yang mengatur gerak kumpulan orang-orang (sebuah agama) adalah kitab suci---yang merupakan produk mutlak ke-Ilhian, dan bukan produk kumpulan manusia tersebut. Kalau pun agama dipandang sebagai sebuah 'lembaga' atau 'organisasi' namun hal tersebut tidak mengurangi keilahian yang terkandung didalamnya.
Sifat sakral (keilahian) pada agama dan sifat profan (keduniawian/manusia) menjadi dua hal yang membedakan 'Agama' dengan 'Ormas'---walau kedua bilik itu berisi atau merupakan 'kumpulan orang-orang/organisasi/lembaga'. Selain itu struktur bilik atau ruang Agama dan Ormas juga berbeda yang menempatkan keduanya pada level bilik berbeda di dalam ruang besar kehidupan manusia. Agama berada di hirarki yang lebih tinggi dari ormas. Dengan demikian apa yang ada di dalam kedua bilik tidak bisa dipandang dan diperlakukan sama.Â
Bila dipaksa 'dilakukan sama' maka si manusia yang melakukannya telah mengingkari panggilan batiniah ke-Ilahian-nya.  Manusia tersebut merusak hubungan pribadinya dengan Sang Kuasa dengan cara keduniawian (profan). Mereka (manusia) pun akan menjadi "bingung dan putus asa" tentang keberadaan (eksitensi) 'Sang Maha Kuasa' yang selama ini bersemayam dalam batin dan  diyakini di ruang privat mereka. Lebih lanjut, pengingkaran tersebut berimplikasi rusaknya suasana batin personal atau secara kelompok di dalam kehidupannya bermasyarakat. Kalau suasana batin rusak bisa memunculkan tindakan bersifat merusak (destruktif) di ruang publik.  Semoga hal tersebut tidak terjadi.
Salam
-------
Peb/8Okt2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H