Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Wujud "Mahluk" Ormas dan Agama

8 Oktober 2017   05:49 Diperbarui: 8 Oktober 2017   06:23 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://www.sabigaju.com

Dalam agama tidak ada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebagaimana organisasi massa atau organisasi produk manusia lainnya. Produk yang mengatur gerak kumpulan orang-orang (sebuah agama) adalah kitab suci---yang merupakan produk mutlak ke-Ilhian, dan bukan produk kumpulan manusia tersebut. Kalau pun agama dipandang sebagai sebuah 'lembaga' atau 'organisasi' namun hal tersebut tidak mengurangi keilahian yang terkandung didalamnya.

Sifat sakral (keilahian) pada agama dan sifat profan (keduniawian/manusia) menjadi dua hal yang membedakan 'Agama' dengan 'Ormas'---walau kedua bilik itu berisi atau merupakan 'kumpulan orang-orang/organisasi/lembaga'. Selain itu struktur bilik atau ruang Agama dan Ormas juga berbeda yang menempatkan keduanya pada level bilik berbeda di dalam ruang besar kehidupan manusia. Agama berada di hirarki yang lebih tinggi dari ormas. Dengan demikian apa yang ada di dalam kedua bilik tidak bisa dipandang dan diperlakukan sama. 

Bila dipaksa 'dilakukan sama' maka si manusia yang melakukannya telah mengingkari panggilan batiniah ke-Ilahian-nya.  Manusia tersebut merusak hubungan pribadinya dengan Sang Kuasa dengan cara keduniawian (profan). Mereka (manusia) pun akan menjadi "bingung dan putus asa" tentang keberadaan (eksitensi) 'Sang Maha Kuasa' yang selama ini bersemayam dalam batin dan  diyakini di ruang privat mereka. Lebih lanjut, pengingkaran tersebut berimplikasi rusaknya suasana batin personal atau secara kelompok di dalam kehidupannya bermasyarakat. Kalau suasana batin rusak bisa memunculkan tindakan bersifat merusak (destruktif) di ruang publik.  Semoga hal tersebut tidak terjadi.

Salam

-------

Peb/8Okt2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun